Pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung meninggalkan pesan yang isinya memprotes Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Pesan itu dituliskan dalam selembar kertas yang terpajang di motor pelaku dan ditemukan polisi di lokasi kejadian.
RKUHP sendiri telah disahkan DPR RI pada Selasa (6/12/2022). Usai disahkan, gelombang protes bermunculan, termasuk dari Agus Sujatno, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar.
Merespons hal itu, Nella Sumika Putri selaku Ketua Pusat Studi Kebijakan Kriminal Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) mengatakan, keterkaitan pengesahan RKUHP dengan aksi bom bunuh diri pada Rabu (7/12/2022) kemarin masih menjadi perdebatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dengan bom bunuh diri masih diperdebatkan yah. Kalau memang itu gerakan yang menentang NKRI, ya pasti menentang. Tapi kalau konten (pesan itu) tidak bisa ditarik lurus bahwa dia (pelaku) menentang RKUHP secara utuh, tapi memang ada statemen dia menentang apa yang dibuat oleh negara," kata Nella saat dikonfirmasi detikJabar, Kamis (8/12/2022).
Namun jika mengenai RKUHP yang mendapat banyak protes dari berbagai kalangan, Nella mengungkapkan di dalamnya masih ditemukan pasal yang dianggap tidak memberikan perlindungan bagi rakyat dan cenderung membatasi hak asasi manusia (HAM).
"Kalau mengenai banyak yang kontra RKUHP, jadi masih banyak isu yang sebenarnya bukan malah melindungi warga, tapi malah membatasi hak asasi warga. Jadi mungkin kelompok yang kontra banyak yang bertentangan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, salah satu pasal yang menjadi banyak perdebatan adalah pasal yang mengatur soal penghinaan terhadap presiden yang ada pada Pasal 218 ayat 1. Menurutnya, pasal itu cukup menjadi kontroversi karena sempat dihilangkan berdasarkan keputusan Makhamah Konstitusi.
"Dari 2019 ada 14 pasal yang kontroversi, meski ke sini berkurang ya, tapi poinnya tidak berkurang yaitu pasal penghinaan baik kepada presiden atau lembaga negara. Untuk presiden ini cukup kontroversi karena kan sempat dihapuskan oleh Makhamah Konstitusi, tapi dihidupkan kembali jadi seperti mengingkari keputusan itu," jelasnya.
"Termasuk juga penghinaan lembaga negara, meskipun ini dibatas lembaga negara yang dapat dihina, tapi ini menunjukkan bahwa ada upaya dari negara untuk membatasi kebebasan berpendapat warga negara, termasuk pasal yang masuk ke ranah privat," ujarnya menambahkan.
Namun Nella menuturkan, meski telah disahkan, namun RKUHP belum berlaku. RKUHP baru akan berlaku 3 tahun kedepan. "Yang perlu digarisbawahi, disahkan, tapi belum berlaku, pemberlakuannya 3 tahun. Jadi baru akan berlaku di 2025 nanti," katanya.
Oleh sebab itu, di jeda waktu 3 tahun sebelum RKUHP diberlakukan, ada peluang untuk membuat RKUHP tersebut direvisi. Namun Nella mempertanyakan, apakah pemerintah membuka peluang untuk mengakomodir kritik terhadap RKUHP tersebut.
"Ini sebanrnya harus bikin peluang untuk melakukan revisi, perubahan di masa 3 tahun ini seperti judicial review seperti UU Cipta Kerja yang menunjukkan apa saja kelemahan RKUHP, negatif apa yang mungkin muncul. Jadi revisi bisa. Cuma permasalahannya apakah itu akan diakomodir atau tidak," tegasnya.
(bba/orb)