Penamaan Asep kepada anak laki-laki Sunda konon mulai tergeser oleh nama-nama lain akibat berbagai pengaruh, padahal Asep sendiri memiliki makna laki-laki berparas rupawan dengan harapan orang tua anak laki-lakinya kelak menjadi anak yang rupawan baik dari fisik hingga budi pekerti.
Nama Asep juga dianggap ketinggalan zaman, orang tua di Jawa Barat pada zaman kekinian konon lebih memilih nama-nama berbau tokoh sinetron hingga pemain bola. Kini makin sulit ditemui di sekolah-sekolah anak bernama Asep.
"Nama Asep sudah mulai berkurang, segi regenerasi betul (mulai kurang). Terpengaruh dengan tokoh sinetron yang ngehits dan dari pemain bola terkenal lalu diadopsi namanya oleh orang tua kepada anaknya," kata Asep Parizal, warga Sukabumi sekaligus pengurus bidang Kebudayaan dan Pendidikan, Komunitas Asep Asep (KAA) Sukabumi Raya kepada detikJabar, Selasa (6/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Nama Khas Sunda 'Asep' Mulai Punah di Ciamis |
KAA disebut Asep beranggotakan ratusan orang, pria yang berprofesi sebagai pendidik itu menyebut keberadaan KAA justru merupakan bagian dari melestarikan sekaligus menjaga eksistensi nama Asep di Jawa Barat. Selain itu, adanya komunitas juga membuat lebih pede penyandang nama Asep.
"Soal penamaan itu kan adanya di pribadi masing-masing orang tua ya. Mungkin dianggap kolot atau khawatir suatu saat anaknya malu atau minder ketika dewasa. Itu juga dialami oleh saya, kelahiran 90-an dengan nama Asep sempat minder," ujarnya.
"Saya misalkan, ketika mendengar teman namanya keren-keren akhirnya yang namanya Asep mayoritas punya nama panggilan, misalkan saya Apong, karena dari kecil dipanggil Apong, jarang pakai nama asli. Sebelum akhirnya masuk ke komunitas, tapi dengan berjalannya waktu dengan nama Asep ini jadi bangga, kita bisa masuk ke semua lini misalkan pergaulan dan lainnya jadi merasa punya banyak saudara dengan nama Asep," sambungnya.
Asep Parizal meyakini nama Asep dan nama-nama khas sunda lainnya adalah bagian dari mempertahankan dan melestarikan kesundaan. Pendidik di salah satu SMK ini juga menyebut nama siswa Asep di tempatnya mengajar juga bisa dihitung dengan jari.
"Namun zaman sekarang era sosmed, dengan nama asli maka nama dengan khas Sunda dianggap kampungan jarang terlebih di 2000-an jarang nama Asep. Melihat di siswa yang baru masuk dari sekian ribu itu paling hanya satu atau dua, sementara pendidiknya di tempat saya mengajar ada 4 orang," tuturnya.
(sya/yum)