Mumifikasi Ternyata Bukan untuk Awetkan Mayat

Kabar Internasional

Mumifikasi Ternyata Bukan untuk Awetkan Mayat

Tim detikEdu - detikJabar
Kamis, 24 Nov 2022 04:30 WIB
LUXOR, EGYPT - NOVEMBER 04: The mummy of King Tutankhamun displayed as Egypt marks the 100th anniversary of its discovery, in the Valley of the Kings in Luxor, Egypt, 04 November 2022. Egypt is celebrating the 100th anniversary of the discovery of the 3,000-year-old tomb of the Golden King Tutankhamun that was made on 04 November 1922 by British archaeologist Howard Carter. The tomb of King Tut, also known as KV62, was almost the only discovered tomb not breached by grave robbers in the Valley of the Kings with more than 5,000 pieces, most of them were gold, including his funerary mask, gold sandals, an outer gold-gilded wooden coffin and innermost coffin of solid gold. Tutankhamuns mummy and sarcophagus are still on display in the tomb, while many of the funerary objects discovered were displayed at the Egyptian Museum in Tahrir Square and will be transferred to the new Grand Egyptian Museum in Giza when it opens. (Photo by Fareed Kotb/Anadolu Agency via Getty Images)
Melihat Mumi Raja Tutankhamun di Lembah Para Raja. (Foto: Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency)
Jakarta -

Selama ini banyak orang menyangka mumifikasi yang dilakukan orang-orang Mesur kuno adalah untuk mengawetkan mayat. Ternyata ada tujuan lain di balik mumifikasi itu.

Dikutip dari detikEdu, mumifikasi ini bukan bertujuan untuk pengawetan. Yang terjadi justru lebih ke arah spiritual.

Miskonsepsi ini diungkap ilmuwan Universitas Manchester, Campbell Price. Miskonsepsi tentang mumifikasi Mesir kuno ini akan diangkat dan disorot dalam pameran "Golden Mummies of Egypt" yang akan digelar di Museum Manchester, milik Universitas Manchester, awal tahun 2023 mendatang.

"Berbeda 180 derajat," kata Price yang juga merupakan kurator pameran "Golden Mummies of Egypt" seperti dilansir Live Science, Selasa (22/11/2022).

Lalu, bagaimana miskonsepsi ini terjadi? Price menjelaskan ide dari ilmuwan Barat di masa Victoria salah menentukan bahwa orang-orang Mesir kuno mengawetkan jasad manusia seperti manusia modern melakukan pengawetan pada ikan. Alasannya, kedua proses itu melibatkan zat yang sama: garam.

"Ide bahwa kamu mengawetkan ikan untuk dimakan di masa depan. Jadi mereka (ilmuwan Barat era Victoria) mengasumsikan bahwa hal yang sama dilakukan pada jasad manusia," urai Price.

Price menjelaskan, bahwa substansi garam yang dipakai di era Mesir kuno berbeda dengan garam untuk mengawetkan ikan di masa modern.

Garam yang dipakai untuk mumifikasi jasad manusia di era Mesir kuno, diketahui sebagai natron. Natron ini adalah mineral yang terdiri dari sodium karbonat, sodium bikarbonat, sodium klorida, dan sodium sulfat. Mineral ini jamak dijumpai di dasar Sungai Nil, dan menjadi bahan utama mumifikasi.

"Diketahui pula natron ini digunakan dalam ritual-ritual di kuil, digunakan pula untuk membersihkan patung dewa-dewi," kata dia.

Menurutnya material lain yang umum diasosiasikan dengan mumi adalah kemenyan, yang juga dijadikan persembahan pada dewa-dewi.

"Lihatlah, dupa dan kemenyan, di kisah Yesus dalam agama Kristen ini adalah hadiah dari 3 orang bijak. Nah di Mesir kuno, kami menemukan bahwa dupa dan kemenyan ini juga sangat pantas dijadikan persembahan untuk dewa," tuturnya.

Kemenyan sendiri dalam bahasa Mesir kuno, imbuh Price, adalah 'senetjer' yang artinya 'untuk terhubung ke dewa-dewi'.

"Jadi saat kamu membakar kemenyan di kuil, hal itu sangat pantas karena itu adalah rumah dewa dan itu membuat ruangan itu terasa terhubung ke dewa. Namun ketika bahan kemenyan itu dimasukkan ke jasad manusia, hal ini ibarat membuat jasad itu lebih terhubung ke dewa-dewi," jelas dia.

"Jadi pada akhirnya tujuannya bukan mengawetkan jasad itu," tambah Price.

Ilmuwan Barat di era Victorian juga percaya bahwa jasad manusia akan membutuhkan tubuh mereka di kehidupan setelah mati, yang mana hal ini mendukung miskonsepsi mumifikasi.

Sementara itu, arkeolog juga sering menemukan mumi ditempatkan di sarkofagus (peti batu) yang diukir mirip sekali dengan wajah jasad mumi yang ada di dalamnya. Hal ini diibaratkan seperti topeng.

"Dalam budaya Inggris, topeng itu adalah sesuatu untuk mengaburkan identitas. Ini semacam gambaran yang mengungkapkan identitas. Objek-objek itu (sarkofagus dan kafan mumi) memberikan gambaran yang ideal tentang bentuk yang terhubung dengan dewa," tutup Price.

Artikel ini telah tayang di detikEdu dengan judul Terungkap! Mumifikasi Mesir Kuno Ternyata untuk Spiritual, Bukan Pengawetan

(orb/orb)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT