Abrasi ekstrem yang terjadi di pesisir Pantai Selatan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi sudah sering disuarakan warga yang tinggal di Cipatuguran, Kampung Babakan Anyar, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
Warga khawatir kampung mereka lama-lama hilang tergerus ganasnya gelombang yang terjadi nyaris di setiap musim angin barat. Senin (31/10/2022) siang, detikJabar kembali bertemu dengan Eni Anggraeni (48), pemilik warung wisata di kawasan pesisir Pantai Cipatuguran. Pada Februari awal tahun ini, Eni juga sempat menceritakan kondisi abrasi yang terus meluas menggerus pesisir.
"Kami terus bersuara karena takut suatu saat kampung kami hilang, luas pantai terus bertambah karena terkena gelombang. Ketika musim barat lebih parah lagi karena ombak bisa naik ke daratan," kata Eni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai upaya bukan tidak dilakukan, pemasangan bronjong hingga karung pasir berukuran besar dipasang untuk menahan gempuran ombak. Namun penahan-penahan itu tidak berdaya menahan kekuatan alam, rusak hilang dan hanya menyisakan bekas.
"PLTU (Palabuhanratu) sudah membangun, kalau saya hitung tiga kali membangun, sudah langganan. Pertama bronjong diserahkan ke warga, Kemudian hancur lalu pemasangan kantong pasir hilang sekarang di pasang lagi baru lagi kantong pasir," ujar Eni.
Rata-rata penahan ombak tidak bertahan lama, Eni yakin tidak sedikit uang yang dikeluarkan PLTU untuk membangun penahan ombak itu. Ia berharap bangunan kuat dan permanen dipasang membelah lautan, menurutnya pemecah ombak adalah solusinya.
"Bronjong sekitar 6 bulan bertahan, kalau pakai kantong pasir seperti sekarang juga enggak bertahan lama lagipula ombak masih menyambar hingga ke daratan kena ke sini (warung) ini harus oleh pemerintah. Harus pakai pemecah ombak, dulu itu dari sini (posisi warung) ke bibir pantai jauh banget. Kalau dibiarkan lama-lama bisa habis semuanya bangunan di sini," katanya.
![]() |
Bangunan permanen pengasinan dan tempat pembuatan abon ikan adalah bukti keganasan abrasi di pesisir Cipatuguran. Hampir seluruh bagian di bangunan itu hancur, atap sendiri terbang karena angin barat sementara tembok karena kekuatan ombak.
"Tiga tahun lalu bangunan masih utuh, tapi karena abrasi satu persatu dinding tembok hancur karena abrasi. Akhirnya aktivitas berhenti, ditinggalkan menyisakan bangunan saja," kata Asep, masih warga setempat.
Dilihat detikJabar, kondisi bangunan korban abrasi itu memang terlihat mengkhawatirkan. Selain retak dan hancur, setiap sudut ruangan sudah dipenuhi pasir pantai. Tangan-tangan 'kreatif' pelaku vandalisme juga sudah menghiasi dinding bangunan tersebut.
(sya/yum)