Jalan Cadas Pangeran, Kabupaten Sumedang menjadi salah satu jalan cukup terkenal di Indonesia. Hal itu lantaran, jalan ini memiliki sejarah cukup monumental dalam pembangunannya.
Dilansir dari situs resmi Dinas Binamarga dan Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, http://dbmtr.jabarprov.go.id, Jalan Cadas Pangeran merupakan bagian dari jaringan jalan raya pos (de grote postweg) yang membentang dari ujung barat (Anyer) sampai ujung timur Pulau Jawa (Panarukan/Banyuwangi) atau membentang sepanjang 1.044 kilo meter.
Jalan tersebut dibangun semasa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels berkuasa di tanah Hindia Belanda (Indonesia sekarang) pada 1808-1811.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, Jalan Cadas Pangeran sendiri memiliki dua jalur. Ada jalur lama atau jalur atas dan ada jalur baru atau jalur bawah.
Jalur atas merupakan jalan yang dibangun oleh Daendels pada 1808. Sementara jalur bawah adalah jalan yang dibangun oleh Bupati Sumedang, yakni Pangeran Aria Soeria Atmadja atau Pangeran Mekah pada 1908.
Jalan Cadas Pangeran yang memiliki tebing tinggi dan jurang yang dalam tersebut, disebut-sebut banyak memakan korban jiwa pada saat pembangunannya.
Kini sekitar 214 tahun pun telah berlalu. Jalan Cadas Pangeran menjadi salah satu jalur terpenting yang menghubungkan Bandung - Sumedang - Majalengka - Cirebon.
Potret Jalan Cadas Pangeran tempo dulu sendiri masih terdokumentasikan dengan apik dalam sebuah buku berjudul Het Paradijs van Java atau Surga dari Jawa karya Wijnand Kerkhoff .
Buku ini merupakan antologi atau kumpulan foto-foto karya Kerkhoff yang menampilkan tentang keindahan budaya dan alam di tanah Pasundan, khususnya Sumedang. Salah satunya menampilkan 2 buah foto berjudul "Tjadas Pangeran".
![]() |
Dari salah satu foto tersebut, tampak sebuah batu cukup besar nyaris berada di tengah jalan. Kemungkinan, Jalan Cadas Pangeran pada waktu itu belum dapat dilintasi oleh mobil.
Hal itu pun seiring dengan catatan sejarah bahwa mobil pertama kali masuk ke bumi Indonesia pada tahun 1894. Orang yang membelinya, yaitu Sultan Soerakarta (sekarang Solo) Pakoe Boewono X dengan mobil bermerk Benz Victoria Phaeton yang diimpor melalui Pelabuhan Semarang.
Pengajar Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Mumuh Muchsin Zakaria mengatakan, Jalan Cadas Pangeran awalnya dibangun untuk pertahanan atau untuk mengantisipasi dari serangan Inggris . Namun, kemudian digunakan juga untuk kepentingan ekonomi.
"Jadi jalan itu digunakan juga sebagai akses untuk mengangkut produk-produk perkebunan seperti teh , kopi dan produk perkebunan lainnya," ungkap Mumuh kepada detikJabar.
Mumuh melanjutkan proses pengangkutan produk perkebunan tersebut dilakukan secara berjenjang dari mulai jalur darat hingga jalur perairan.
"Yang paling populer itu di sana ada sebuah pelabuhan sungai Karangsembung di daerah Indramayu," terangnya.
Jadi, kata Mumuh, dari yang awalnya untuk kepentingan pertahanan, Jalan Cadas Pangeran pun pada akhirnya menjadi akases untuk mobilisasi sosial.
"Jadi efek dibangunnya Jalan Cadas Pangeran itu kegunaan akhirnya cukup banyak meski awalnya untuk kepentingan militer," ujarnya.
Dilansir dari Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Pramoedya Ananta Toer, 2006) diceritakan bahwa Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda oleh Louis Napoleon Bonaparte yang tidak lain adik dari Kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte pada 1808.
Kekaisaran Perancis kala itu telah berhasil menguasai Belanda. Kendati demikian, kekuasaannya itu mendapat ancaman dari hegemoni laut Inggris atau persekutuan Eropa. Daendels sendiri diutus ke tanah Jawa tidak lain untuk mempertahankan tanah tersebut dari serangan hegemoni laut Inggris.
Saat ke pulau Jawa, Daendels menempuh jalur darat melalui Paris - Lisboa - Cadiz di Spanyol Selatan. Kemudian, menyeberang ke Kepulauan Kanari di Samudera Atlantik di Barat Afrika Utara, lalu naik ke Kapal Amerika menuju New York. Dari situ naik kapal Amerika menuju Jawa dengan memakai nama samaran, Van Vlierden (nama istrinya).
Tugas Daendels terpenting kala itu adalah mempertahankan tanah Jawa terutama Batavia sebagai ibukota kerajaan Belanda di Asia. Dan salah satu yang dilakukannya yaitu membangun jalan raya pos yang membentang dari ujung Jawa Barat sampai ke ujung timur.
Saat pembangunan jalan tiba di Sumedang, Daendels menghadapi kesulitan dimana ia harus menaklukkan medan berupa tebing dan jurang.
Dalam bukunya, Pramoedya Ananta Toer menyebut, dalam pembikinan jalan tersebut untuk pertama kali ada angka jumlah korban yang jatuh sebanyak 5.000 orang.
Menurut Pram, angka yang begitu bulatnya telah menunjukkan tidak rincinya laporan atau hanya berupa taksiran. Jumlah itu bisa kurang atau bisa lebih. Pram menyebutnya sebagai tragedi genosida tidak langsung demi pembangunan, demi kelangsungan penjajahan dan kemajuan Eropa.
Karena sifatnya sejarah, maka kebenaran akan data-data dari kisahnya masih banyak celah atau peluang untuk dapat dikoreksi serta dibuktikan kebenarannya.
(yum/yum)