Sebutan untuk titik nol km sendiri di zaman kolonial ada yang menyebutnya wittepaal, mylpaal atau null paal. Wujud pal biasanya berupa serangkaian tonggak yang dipasang di median jalan.
Di Kota Sukabumi, pemerintah telah meresmikan sebuah ornamen gambar dengan nuansa warna merah, biru dan hijau. Letaknya ada di Jalan A Yani, pertigaan dengan jalan PGRI.
"Titik 0 km tersebut bukanlah titik km paling awal dibuat di Sukabumi, karena Kota Sukabumi sendiri baru berdiri tahun 1914, sedangkan Kabupaten baru berdiri tahun 1921 (meskipun afdeling Sukabumi sudah ada sejak tahun 1870)," kata Ketua Yayasan Dapuran Kipahare Irman Firmansyah, Jumat (9/9/2022).
Dia mengatakan, tolak ukur pembuatan titik nol biasanya berada di kota keresidenan seperti Bogor dan Bandung. Sehingga di kota-kota kecil biasanya tidak menggunakan tugu, tapi hanya patok kecil penanda nol kilometer.
Konsep Titik 0 km sendiri diawali saat Marschalk Daendels membuat Jalan Raya Pos (Grote Postweg) sejauh 600 paal yang disederhanakan menjadi 1000 km. Berdasarkan keputusan pada 23 September 1808 menetapkan bahwa pemasangan Paal nomor 1 dimulai di Batavia dan berakhir di Karangsambung.
Pemasangan Paal kemudian berlanjut dari Semarang ke timur sampai ujung Banyuwangi. Semua paal dipasang dengan jarak 400 roede eijland atau disamakan dengan jarak berjalan 20 menit, menurut peraturan tentang pos.
Irman menjelaskan, meskipun Jalan Raya Pos tidak melewati Sukabumi, akan tetapi mengingat kebutuhan pengukuran dalam jarak distribusi kopi serta administrasi pemerintah untuk distrik-distrik, maka penghitungan paal juga digunakan terhadap jalan lain termasuk jalan-jalan di wilayah Sukabumi.
"Dimana lokasi Paal tadi? Yaitu di titik pemberhentian kuda pos yang biasanya disebut pesanggrahan. Maka dari itu ada juga yang menyebut Pal sebagai Tapal terutama Tapal Kuda (merujuk) tempat pemberhentian kuda," sambungnya.
![]() |
Pesanggrahan-pesanggrahan ini pada masanya tersebar di Hoofdistrik atau ibukota distrik seperti Cicurug sebagai ibukota distrik Pagadungan, Karangtengah sebagai ibukota distrik Ciheulang, dan Kota Sukabumi sebagai ibukota distrik Gunung Parang.
"Kota Sukabumi sebagai distrik Gunung Parang pada awalnya mempunyai pesanggrahan yang diduga lokasinya sekitar pendopo Sukabumi sekarang. Namun ini bukan berarti titik nol km berada di Pendopo Sukabumi, mengingat saat itu masih menggunakan acuan titik awal mil dari Batavia," jelasnya.
Saat Andries De Wilde (bekas dokter Daendels) tinggal di Sukabumi pada masa Inggris, dia menganggap bahwa penetapan jarak itu kurang lebih sama dengan mil Inggris (1,524 m). Menurutnya, penjelasan terhadap keberadaan titik nol km Sukabumi harus menggunakan perspektif historis, yang terkait dengan dinamika Kota Sukabumi lintas masa.
"Belum diketahui secara detail sudah berapa kali patok kilometer tersebut berubah. Namun yang jelas sudah ada perubahan acuan pengukuran dari mil menjadi kilometer, serta terjadi perubahan lokasi patok itu sendiri," ucapnya.
"Dalam perjalanannya Kota Sukabumi hanyalah ibukota afdeling yang kemudian menjadi kota Gemeente dan ibukota Kabupaten di bawah karesidenan Priangan. Meskipun sempat menjadi Ibukota Karesidenan Priangan Barat tahun 1925, tapi masanya sangatlah singkat, selanjutnya hanya menjadi bagian karesidenan Bogor," sambung Irman.
Titik nol kilometer ketahui dari patok nol kilometer yang sempat ada dan sekarang hilang. Dari kesaksian para sesepuh Sukabumi yang mengalami masa-masa tahun 1960-1970an, keberadaan patok 0 km tersebut berada di depan Toko Bandung (kiri mulut jalan PGRI).
Misalnya kesaksian Wa Achmad Soleh sesepuh di Soekaboemi Heritage yang sejak kecil senang menyusuri sekitar jalan A. Yani. Pada waktu beliau kelas satu SD mengetahui keberadaan patok 0 km di depan Toko Bandung.
"Patok tersebut tingginya sedada beliau, permukaannya lebar dan bisa diduduki orang dewasa, namun jika duduk kakinya menggantung. Lokasi patok tepat berada di sisi trotoar di depan Toko Mebeul Bandung, dengan posisi trotoar yang masih lebar," katanya.
![]() |
Diperkirakan tingginya mungkin sekitar kurang lebih 1 meteran dengan diameter minimal centimeter. Melihat ukuran ini patut diduga sudah ada titik nol km yang bentuknya diistimewakan di Sukabumi seperti di kota-kota lain.
Menurutnya, keberadaan titik nol km ini sangat cocok di sekitar Jalan A. Yani. Pada masanya, jalan tersebut merupakan jalan utama yang disebut Grote Postweg.
"Jalan dibangun dengan tujuan serupa dengan jalan raya Daendels yaitu untuk pengiriman pos dan kopi. Dari sisi sejarah titik nol km tidak mungkin berada di Jalan Bhayangkara yang baru ada pada akhir abad ke-19.
"Wilayah sekitar Jl. PGRI juga merupakan wilayah tua pada masanya karena sebelah utaranya termasuk wilayah tarikolot (wilayah yang dulunya ramai). Jalan dengan titik paal ini membelah Kota Sukabumi baik dari arah Barat dan timur hampir sempurna alias tidak berbelok arah secara drastis," jelasnya.
Dia menyebut, karena ada pelebaran jalan akhirnya patok nol km ini hilang. Selanjutnya titik nol km sempat pindah ke Jalan Bhayangkara karena perpindahan jalan nasional pada tahun 2004.
"Nampaknya dimana pun titik nol km yang baru tidak perlu dipersoalkan, namun setidaknya kita bisa merekonstruksi paal titik nol km yang pernah ada dalam sejarah Kota Sukabumi. Bukan sekedar gambar kreatif yang akhirnya hilang makna dan visualnya karena berada di tengah jalan raya yang padat, tapi di tempat dengan layak, bentuk dan lokasi yang benar sesuai sejarahnya," tutup Irman. (yum/yum)