SDN 206 Putraco Indah, Kota Bandung kekurangan siswa baru menjelang tahun ajaran 2022/2023. Di sekolah ini, tercatat hanya ada tiga murid anyar yang mendaftar hingga lolos seleksi melalui tahapan PPDB.
Sejumlah masalah mencuat dan ditengarai menjadi faktor SDN 206 kekurangan peminat. Mulai dari label sekolah inklusi yang membuat orang tua enggan menyekolahkan anaknya ke sekolah itu, hingga faktor mindset orang tua yang lebih memilih memasukkan anaknya ke sekolah elit dibanding ke SDN 206 Putraco Indah.
Meski minim peminat, SDN 206 yang memang setiap tahunnya selalu menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah, ternyata punya sisi lain yang dibanggakan. Cerita itu selalu menjadi kenangan yang membekas di benak para tenaga pengajarnya di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang diutarakan Septian Mulyadi, guru olahraga SDN 206 Putraco Indah, Kota Bandung. Menurut dia, sekolahnya itu sudah sejak tahun 2000-an awal telah ditetapkan Pemkot Bandung menjadi sekolah inklusi.
"Sekolah kita jadi sekolah inklusi itu udah lama kang. Pas saya masuk ke sini udah jadi sekolah inklusi, sekitar tahun 2005-an lah," katanya saat berbincang dengan detikJabar di SDN 206 Putraco Indah, Selasa (12/7/2022).
Untuk diketahui, sekolah inklusi adalah sekolah yang memberikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Di sekolah inklusi, baik anak yang berkebutuhan khusus maupun tidak, akan belajar di kelas yang sama dan mendapat pendidikan tanpa dibedakan berdasarkan faktor apapun.
Momen yang selalu diingat Septian yaitu saat ada anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SDN 206. Lewat pola ajar yang tepat, Septian dan rekan-rekannya bercerita mampu memberikan pemahaman kepada anak-anak didik yang lain sehingga bisa menerima anak ABK tersebut.
"Jadi tanpa kita arahkan secara khusus, anak-anak yang kondisinya normal ini bisa menerima anak yang, mohon maaf, berkebutuhan khusus itu. Mereka bisa mengajak anak ini sosialisasi, main bareng, sama belajar bareng," ungkapnya.
Bahkan, Septian pernah memiliki pengalaman membanggakan saat bisa meyakinkan anak-anaknya di kelas supaya bisa menerima keberadaan ABK. Padahal saat itu, menurut Septian, anak ABK ini kerap kesulitan bersosialisasi dengan anak sebayanya, bahkan harus pindah sekolah ke SDN 206 Putraco Indah.
"Si anak ini punya masalah di kakinya, dia enggak bisa jalan dengan normal. Di sekolah dulunya, dia dipindahin sama orang tuanya ke sini karena katanya kurang betah. Nah pas nyampe sini, awal-awal anak itu masih minder, nggak mau sosialisasi. Kebetulan kan saya guru olahraga, jadi pas pelajaran saya, saya yakinin supaya mau ikut olahraga dan bergaul sama anak-anak yang lain," ucap Septian.
Karena pola ajar yang tepat, guru-guru di SDN 206 kerap mendapat ucapan terima kasih dari orang tua yang anaknya berkebutuhan khusus tersebut. Mereka kata Septian, mengaku bersyukur anaknya bisa diterima bersosialisasi, bahkan diperlakukan secara normal sebagaimana anak lain di sekolah itu.
"Itu yang bikin kita bangga kang Alhamdulillah. Mereka yang ABK masuk ke sini dari kelas 1, sekarang udah ada yang kelas 4, 5, dan ada juga yang mau lulus," katanya.
Selain itu, SDN 206 Putraco Indah juga pernah mendapat apresiasi dari beberapa pihak karena menyandang status sebagai sekolah inklusi. Mulai dari pernah dikunjungi Anggota DPR RI, hingga menjadi bahan penelitian rombongan mahasiswa dari kampus asal Malaysia.
"Kalau sama mahasiswa dari Malaysia, sekolah kita pernah jadi tempat penelitian sekolah inklusi. Waktu itu rombongannya datang dua bus ke sini, mereka pengen lihat pola pengajarannya gimana," terang Septian.
Namun kini, pihak sekolah terpaksa mengurangi jumlah penerimaan anak berkebutuhan khusus lantaran malah menimbulkan polemik baru. Sebab, karena label sekolah inklusi, SDN 206 Putraco Indah beberapa tahun terakhir selalu sepi peminat pada tahapan PPDB.
Menurut Septian, setahun terakhir ini pihak sekolah sudah menurunkan jumlah ABK dari 70 persen menjadi 60 persen. Anak berkebutuhan khusus memang masih mereka terima, tapi pada tahun ini lebih dibatasi karena memang ada sekolah khusus berupa sekolah luar biasa (SLB) untuk mengakomodir anak-anak tersebut.
"Udah 3 tahun terakhir ini pengen menghapus labeling sekolah ABK, kita sekarang mulai mengurangi. Dan Alhamdulillah itu tercapai dari asalnya kita 70 persen ABK, sekarang turun jadi 60 persen," ucapnya.
"Dan di PPDB sekarang, kita mulai mengurangi. Kalau yang kategori berat, mohon maaf karena itu sebetulnya kan jatah SLB. Tapi kalau hang masih ringan, kita masih bisa terima. Itu pun kita batasi penerimaannya," pungkasnya.