Perjuangan warga Jalan Anyer Dalam Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, masih menyala untuk melawan penggusuran yang dilakukan PT KAI. Mereka bertahan demi penghidupan.
Aan Setiawan (56), salah seorang korban penggusuran, meyakini gugatan perdata yang dilayangkan kelompoknya terhadap PT KAI dan PT Wijaya Karya, bisa menang. Aan alias Otang mengikuti agenda persidangan yang ke-12. Warga Anyer Dalam didampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menggugat secara perdata PT KAI ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung pada Juli 2021.
"Memang dimulai pada 2021. Saat itu ada surat dari PT KAI, intinya sosialisasi (proses penggusuran) door to door. Dan, warga menolak," kata Otang saat konferensi pers di salah satu hotel di Jalan Setiabudi Kota Bandung, Kamis (12/5) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Otang menceritakan warga Anyer Dalam sepakat menggelar pertemuan dengan PT KAI di salah satu tempat ibadah. Awalnya, warga tak ingin membicarakan soal uang ganti rugi atas penggusuran.
"Tapi saat itu ada salah satu warga menanyakan soal nominal. Waktu itu ditawarkan untuk nominal pembongkaran Rp 250 ribu per meter, baik yang permanen maupun non-permanen," ujarnya.
Namun, menurut Otang, saat warga memperjuangkan hak atas tanah dan bangunannya melalui persidangan, ternyata PT KAI melakukan penggusuran pada November 2021. Otang menyebutkan totalnya ada 25 kepala keluarga (KK) yang menjadi korban penggusuran, 12 di antaranya sudah menjalin kerja sama dengan PT KAI. Sementara itu, 13 KK lainnya masih berjuang, termasuk Otang. Mereka masih bertahan di Anyer Dalam.
"Ingin membangun kembali lahan yang saya tinggali. Lahan yang dibongkar paksa. Ingin usaha saya kembali. Saya berjuang, dan menunggu hasil sidang," ucap Otang.
![]() |
Otang optimistis warga bisa kembali nyaman tinggal di Anyer Dalam. Otang salah satu warga yang sudah puluhan tahun tinggal di Anyer Dalam. Tanah yang ia tempati merupakan peninggalan kakeknya sejak 1977. Luas tanah Otang sekitar 60 meter persegi.
"Saya datangi kelurahan, jawabannya lurah tidak bisa membuktikan dan mengeluarkan fisik bahwa itu aset PT KAI," katanya.
Sembari menunggu keputusan pengadilan, Otang juga tetap bertahan hidup sebagai tukang servis barang elektronik di rumahnya yang telah digusur. "Ada juga yang mengontrak dan bertahan seadanya dengan lahan yang bisa dikuasai," ucap Otang.
Dia mengatakan warga Anyer Dalam sempat dirayu agar mau direlokasi di Rancacili dan Sagatan. Namun, warga menolak.
"Sebelum penggusuran ada iming-iming. Setelah penggusuran tidak ada. Kalau ancaman banyak," kata Otang.
Pelanggaran HAM
Sementara itu, Koordinator Kampanye LBH Bandung Heri Pramono mengatakan peristiwa penggusuran paksa di Anyer Dalam merupakan dampak buruk dari pembangunan. Rencananya, wilayah Anyer Dalam itu masuk dalam rencana pembangunan kawasan perkotaan.
"Di Anyer Dalam ini penggusuran paksa. Kalau sesuai aturan, ini adalah pelanggaran HAM. Dampaknya bukan soal tempat tinggal, tapi hal lainnya juga," ujar Heri saat mendampingi Otang.
Heri mengatakan peristiwa penggusuran yang bertujuan untuk pembangunan memiliki pola yang sama di Indonesia. "Polanya dibatasi. Partisipasi dibatasi, hanya sosialisasi oleh aktor penggusur," ucapnya.
Dia menjelaskan pembatasan juga dilakukan pada akses dan keadilan bagi para korban penggusuran paksa. Padahal, menurut Heri, penggusuran dilakukan saat warga sedang menempuh gugatan di pengadilan.
"Secara historis, warga ini pemilik sah tanah tersebut. Catatan kepemilikan tanah Anyer Dalam ada. Sampai warga terdaftar di administrasi kependudukan kelurahan dan secara catatan sipil," tutur Heri.
Sementara itu, dikutip dari situ resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Bandung atau sipp.pn-bandung.go.id menyebutkan gugatan warga Anyer Dalam itu bernomor 322/Pdt.G/2021/PN Bdg. Perkara yang dilaporkan adalah perbuatan melawan hukum, yakni PT KAI Daop 2 Bandung dan PT Wijaya Karya.
Diberitakan sebelumnya, Humas PT KAI Daop 2 Bandung Kuswardoyo mengatakan gugatan di pengadilan itu merupakan hal yang berbeda. Sehingga, sambung dia, proses gugatan tak jadi halangan untuk penertiban.
"Terkait gugatan itu ceritanya beda lagi, kami selalu membuka kesempatan kepada siapa saja yang merasa memiliki hak, silakan kalau mereka mau melakukan gugatan, itu masih berjalan silakan saja tidak menjadi masalah," kata Kuswardoyo.
Dia mengklaim warga yang rumahnya dieksekusi sudah menerima. Sehingga dilakukan penertiban oleh petugas PT KAI.
"Ya, sebenarnya sudah tidak ada masalah dan mereka sudah melakukan pemindahan barang, dinaikin ke truk," ujar Kuswardoyo.
Bahkan, kata Kuswardoyo, warga sudah memahami lahan yang mereka tempati tersebut bukan milik mereka sendiri melainkan milik PT KAI.
(sud/bbn)