Sebuah pohon kihujan atau trembesi raksasa tumbuh di halaman Kantor Desa Tanjungmulya, Kecamatan Tanjungkerta, Kabupaten Sumedang. Pohon tersebut diketahui sempat ditawar oleh seorang pengusaha untuk dibeli sebesar Rp 40 Juta.
Sekadar diketahui, keberadaan pohon besar tersebut telah menghadirkan sebuah mata air di tengah-tengah pemukiman warga. Mata air tersebut dimanfaatkan warga untuk mencukupi kebutuhan air baku setiap harinya.
Tatang Karseno (54), Kepala Desa Tanjungmulya menceritakan bahwa suatu hari ada seorang pengusaha yang tiba-tiba datang ke kantor Desa. Awalnya, sambung Tatang, pengusaha tersebut mengaku hanya sekedar untuk silaturahmi namun kemudian baru diketahui tujuannya hendak membeli pohon trembesi yang ada di halaman kantor Desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengusaha itu awalnya bilang bahwa kedatangannya untuk silaturahmi, namun kemudian dia (pengusaha) bilang 'pak kuwu mau uang tidak', saya jawab 'tidak' dia nanya lagi 'yang bener mau uang tidak', saya jawab lagi 'tidak'," ungkap Tatang kepada detikjabar, Senin (21/2/2022).
Tatang menyebutkan, saat itu pengusaha tersebut membawa uang kas sebesar Rp 30 juta.
"Kalau mau uang, ini uang saya bawa 30 juta, kas, pokoknya pak kuwu tidak tahu apa-apa yang penting ini uang 30 juta," terang Tatang saat menirukan kata-kata pengusaha tersebut.
Kemudian, sambung Tatang, ia pun bilang ke pengusaha tersebut bahwa pohon trembesi yang ada di halaman kantor Desa tidak akan pernah dijualnya lantaran pohon tersebut merupakan amanat yang mesti dijaga kelestariannya. Selain itu pohon tersebut pun menjadi sumber mata air bagi warga.
"Saya bilang 'nggk' karena pohon ini adalah amanat dan juga kepentingan bagi mata air warga juga dan apabila ini ditiadakan, nanti akan keropos, nanti tanah akan anjlok karena akarnya sudah menyebar," terangnya.
Tidak berhenti sampai disitu, kata Tatang, pengusaha tersebut malah menaikan tawarannya menjadi sebesar Rp 40 juta. Namun, kata Tatang, dirinya tetap teguh dan tidak tergiur dengan uang yang ditawarkannya.
"Mau seratus juta juga tetap tidak akan saya jual, karena ini peninggalan sejarah, sebuah situs bagi Desa Tanjungmulya," ucap Tatang kala itu.
Tatang menjelaskan, Kantor Desa Tanjungmulya sendiri sebelumnya berada di kawasan Cisuka, Desa Awilega sebelum ada pemekaran. Kepindahan kantor Desa ke lokasi sekarang yang ada pohon besar trembesi merupakan cita-cita warga dari sejak lama.
"Alhamdulillah sekarang pindah kesini karena dulu juga maunya di kawasan sini kantor Desa Tanjungmulya itu," terangnya.
![]() |
Diberitakan sebelumnya, Pohon trembesi atau kihujan berukuran besar yang ada di halaman Kantor Desa Tanjungmulya merupakan sumber mata air bagi warga di tiga desa.
Pohon trembesi itu batang pohonnya telah tumbuh seperti payung besar. Akarnya yang berukuran lebih dari sebadan orang dewasa pun telah menyebar kesegala arah bahkan ke masuk dalam tanah dari bangunan masjid dan pagar benteng.
Tidak jauh dari sana, ada sumber mata air yang keluar dari balik akar pohon besar. Mata air itu ditampung ke sebuah kolam untuk kemudian disalurkan ke rumah-rumah warga.
Airnya yang begitu jernih dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan air baku setiap harinya. Kepala Desa Tanjungmulya Tatang Karseno mengatakan, sumber mata air yang ada berasal dari pohon trembesi atau kihujan. Mata air tersebut tidak pernah surut meski saat memasuki musim kemarau.
"Mata air ini meskipun kemarau tidak pernah surut," ungkap Tatang kepada detikjabar, Senin (21/3/2022).
Tatang menyebutkan, sumber mata air yang ada dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air baku bagi ratusan kepala keluarga (KK) di tiga desa, yakni Desa Tanjungmulya, Desa Kertamekar dan Desa Kertaharja. Dengan perincian sekitar 100 KK di Desa Tanjungmulya dan sekitar 200 KK di masing-masing kedua desa lainnya.
"Sebelum dibuat talang air atau disalurkan ke desa lain, airnya yang ada di kolam lebih banyak dibanding yang sekarang ini," terangnya.
Sekadar diketahui, sumber mata air tersebut dibuatkan sebuah kolam berukuran sekitar 5 meter x 10 meter untuk selanjutnya disalurkan menggunakan pipa paralon ke warga sekitar dan warga di desa lain yang membutuhkan.
Tatang mengatakan, sumber mata air tersebut digunakan secara gratis bagi seluruh warga Desa Tanjungmulya. Namun begitu, bagi desa lainnya dipungut biaya retribusi yang dibayarkan oleh kantor desanya sebesar Rp 500 ribu dalam setahun.
"Uang retribusi itu masuk dana kas desa dan menjadi PAD (Pendapatan Asli Desa) bagi Desa Tanjungmulya," terangnya.
(yum/bbn)