Cerita Seputar Pawang Hujan hingga Risiko Badan Terbakar

Kabupaten Cianjur

Cerita Seputar Pawang Hujan hingga Risiko Badan Terbakar

Ismet Selamet - detikJabar
Rabu, 23 Mar 2022 14:26 WIB
BMKG Hari Ini: Prakiraan Cuaca Besok 24 Februari Jabodetabek
Ilustrasi hujan. (Foto: Getty Images)
Cianjur -

Profesi pawang hujan tengah menjadi sorotan usai aksi salah seorang pawang hujan saat helaran MotoGP di Mandalika beberapa hari lalu. Namun, menjadi pawang hujan tidak mudah, bahkan banyak risiko yang dihadapi.

DetikJabar berbincang dengan Andri Badri (34), pawang hujan asal Kampung Tanjungsari, Desa Nagrak, Kabupaten Cianjur. Dia membagi cerita seputar dunia pawang hujan dan pengalamannya.

Menurutnya, untuk bisa menjadi seorang pawang, dia harus menjalani berbagai ritual dan syarat khusus. Meski sudah melakukan berbagai ritual dan memenuhi syarat khusus, belum tentu seseorang bisa langsung menjadi pawang. Sebab, hanya yang terpilih yang dapat menjadi seorang pawang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awalnya kita jalani berbagai proses atau ritual, tapi bukan ritual yang klenik. Kalau saya belajar dan diarahkan oleh guru itu disuruhnya puasa dan melafalkan bacaan," kata dia, Rabu (23/3/2022).

Menurutnya, puasa dilakukan selama tujuh hari dengan syarat tidak boleh makan makhluk bernyawa saat berbuka. Di hari terakhir, dirinya tidak boleh tidur salam sehari semalam.

ADVERTISEMENT

"Kalau sudah selesai puasa, selanjutnya bisa menjadi pawang hujan," tuturnya.

Andri menuturkan, pawang hujan bukan berarti bisa menghilangkan hujan, melainkan memindahkan awan yang akan hujan dari lokasi yang diminta. Biasanya, dia memanjatkan doa dengan melafalkan ayat pada Al-Quran sebanyak beberapa ratus kali.

"Saat berdoa itu disebutkan juga jika yang diminta untuk tidak hujan atau menggeserkan hujan itu dari wilayah mana. Jadi metode yang digunakan itu berdoa, minta kepada yang kuasa," kata dia.

Pawang hujan Andri Badri.Pawang hujan Andri Badri. (Foto: Ismet Selamet/detikJabar)

Dia menjelaskan, pawang hujan biasanya harus berada di lokasi kegiatan. Sebab, jika akan terjadi hujan bisa langsung melakukan ritual lainnya.

"Harus ada di lokasi itu biar tahu situasi. Kalau mau hujan, segera baca doa. Kalau masih belum bergeser hujannya, biasanya saya bakar kemenyan atau pasang bawang dan cabai di lokasi yang diminta," tuturnya.

Ia mengungkapkan, pawang hujan hanya bisa bekerja selama tiga hari berturut-turut. Selebihnya, pawang harus beristirahat.

Pasalnya, jika dipaksakan, akan ada dampak bagi tubuh pawang hujan. Mulai dari badan yang kepanasan hingga mengakibatkan tubuh mengalami luka bakar.

"Kalau sudah tiga hari, biasanya kita minta diganti dulu oleh pawang lain. Jangan salah ada dampak yang dirasakan oleh pawang. Badan itu biasanya jadi panas," ucapnya.

"Kalau sudah lebih dari tiga hari, kulit serasa terbakar. Bahkan ada juga yang memang berbekas, kulit menghitam seperti yang memang terbakar api," ungkapnya.

Oleh karena itu, profesi pawang hujan tak bisa sembarang dijajal siapa saja. Apalagi, ada risiko besar yang harus ditanggung.

"Makanya tidak bisa disepelekan profesi ini, tidak mudah dan berisiko," pungkasnya.

(ors/bbn)


Hide Ads