Potensi aset wakaf di Indonesia ternyata jauh lebih fantastis dari yang dibayangkan, bahkan disebut sebagai yang terbesar di dunia. Namun, ironisnya, puluhan ribu titik wakaf tersebut saat ini "tertidur" dan belum dimanfaatkan secara maksimal.
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Kamaruddin Amin, yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), mengatakan Indonesia memiliki sekitar 500 ribu titik wakaf. Sekitar 93% di antaranya sudah sangat produktif, menopang berbagai lembaga penting mulai dari perguruan tinggi, pondok pesantren, hingga masjid.
"Namun, yang jadi tantangan dari kita adalah ada sekitar 7 sampai 8 persen. Dari tanah wakaf ini, yang potensi untuk diproduktifkan ada sekitar 40 sampai 50 ribu titik wakaf yang masih tidur. Tidak diapa-apain oleh nazirnya," ungkap Kamaruddin Amin dalam acara diskusi Crowdfunding Cendekia Plus ISNU di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua Biang Keladi 'Tidurnya' Aset Umat
Kamaruddin menjelaskan, aset wakaf yang tidak berfungsi (sekitar 6-7% dari total aset) disebabkan oleh dua masalah utama yang dihadapi oleh nazir (pengelola wakaf).
1. Masalah Kapasitas dan Literasi
Nazir seringkali tidak memiliki pengetahuan dan kompetensi yang memadai untuk mengelola aset wakaf agar menjadi produktif.
"Nazirnya ini tidak punya kapasitas. Tidak punya pengetahuan untuk mengelolah wakaf ini. Itu menurut saya sangat berpotensi untuk mengambil bagian di sini," jelasnya.
2. Jerat Agunan: Tanah Wakaf Tak Bisa Dijaminkan ke Bank
Tantangan kedua, yang dinilai paling krusial, adalah terkait akses keuangan. Nazir kesulitan mendapatkan pembiayaan atau kredit dari perbankan karena status tanah wakaf.
"Mereka tidak punya akses untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit dari perbankan. karena tanah wakaf itu tidak bisa diagunkan, tanah wakaf itu miliknya Allah," tegas Kamaruddin.
"Jadi kalau kemudian hari kreditnya macet tidak bisa disita oleh bank. Sekarang pertanyaan saya, kenapa nazir-nazir kita ini tidak bisa mendapatkan akses keuangan, hanya karena tidak bisa menjadikan tanah ini sebagai agunan?," lanjutnya.
Menghadapi masalah ini, ISNU bertekad mengambil peran sebagai "jembatan" dan inisiator. Terutama dengan memanfaatkan potensi crowdfunding (urun dana) di Indonesia yang dinilai sangat dahsyat.
Potensi filantropi Islam (zakat, infak, sedekah, dan wakaf uang) di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar Rp 500 triliun.
"Kita ingin ISNU ini menjadi salah satu entitas yang bisa mengkapitalisasi potensi itu. Misalnya potensi wakaf uang saja itu kan Rp 180 triliun," kata Kamaruddin.
ISNU berencana menjadi entitas yang menyediakan literasi, advokasi, dan mendampingi nazir agar tanah wakaf yang "tidur" tersebut bisa produktif. Melalui platform crowdfunding digital yang sedang dikembangkan, ISNU berharap bisa mendekatkan jurang pemisah antara potensi dan aktualisasi amal umat.
Dana yang terkumpul akan digunakan untuk program kemanusiaan, mulai dari beasiswa, bantuan modal UMKM, hingga peningkatan kualitas hidup kaum terpinggirkan.
"Sebagian besarnya itu (masyarakat) belum tahu caranya gimana, instrumennya apa, manfaatnya apa, tujuannya apa. Nah kita ingin berkontribusi secara real, tangible (nyata)," pungkas pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenag itu.
(hnh/inf)
Komentar Terbanyak
Gencatan Senjata Israel-Hamas Tercapai, Takbir Menggema di Gaza
Ini yang Disepakati Israel dan Hamas untuk Akhiri Perang Gaza
2 Tahun Perang Gaza: 67 Ribu Warga Tewas, Rumah-Tempat Ibadah Hancur