Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Prof Kamaruddin Amin mendorong revisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf untuk menguatkan peran BWI dalam memaksimalkan potensi wakaf di Indonesia.
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim dengan potensi wakaf yang besar. Meski begitu, upaya merealisasikan potensi wakaf yang masih sangat besar menghadapi beberapa tantangan. Antara lain belum optimalnya tata regulasi wakaf, rendahnya literasi wakaf, kapasitas nazhir yang rendah, serta belum maksimalnya pemanfaatan teknologi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akibatnya, besar potensi wakaf belum bisa dioptimalkan untuk mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia, padahal seharusnya wakaf bisa menjadi instrumen yang sangat potensial dalam mengatasi dua permasalahan tersebut," terangnya usai acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BWI di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).
Praktik wakaf di Indonesia sebenarnya sudah memiliki legal standing yang cukup komprehensif dengan lahirnya Undang Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Wakaf. Berlakunya UU Wakaf ini telah mewarnai perkembangan wakaf di Indonesia selama ini. Setelah 21 tahun UU Wakaf ini berlaku, telah banyak perubahan keadaan yang mewarnai masyarakat Indonesia. Perubahan-perubahan yang terjadi ini memiliki keterkaitan dengan pengaturan wakaf sebagaimana tersebut dalam UU Wakaf.
Ketua BWI itu menegaskan, menyadari besarnya perubahan yang terjadi di masyarakat, yang memiliki dampak terhadap persoalan wakaf di Indonesia, banyak kalangan sudah mengusulkan perlunya dilakukan perubahan UU Wakaf.
"Semakin lama, usulan agar ada perubahan UU Wakaf ini terus menggelinding di tengah-tengah masyarakat, akhirnya Usulan perubahan UU Wakaf ini semakin membesar dan telah disampaikan kepada berbagai pihak yang menjadi stakeholder wakaf di Indonesia," sambungnya.
Rakernas BWI dengan tema Gerakan Indonesia Berwakaf: Meneguhkan Asta Cita Menuju Indonesia Emas di Jakarta itu pada 5-7 Agustus 2025. Kamaruddin menyebut gerakan Indonesia berwakaf sangat relevan dengan Indonesia Emas 2045.
"Indonesia emas itu artinya menandai Indonesia maju, Indonesia yang tidak ada lagi orang miskin ya, sehingga wakaf diharapkan berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan, mencerdaskan anak-anak bangsa, itu semua relevansinya ke sana," ungkapnya.
Ia menambahkan, Indonesia yang tidak miskin, Indonesia yang cerdas, Indonesia yang sehat, dan Indonesia yang memiliki pendapatan per kapitanya yang tinggi. Wakaf bisa berfungsi sebagai pendukung untuk memungkinkan terwujudnya cita-cita atau visi Indonesia Emas 2045.
Menurut Kamaruddin, program yang ia usung sejalan dengan visi Indonesia Emas yang diusung pemerintah. Maka wakaf dalam hal ini dapat menjadi fundamental pendukung program-program pemerintah menuju Indonesia Emas 2045.
Wakaf merupakan bagian dari perilaku sedekah yang berpotensi mewujudkan kesejahteraan yang meningkat tapi merata dan berkelanjutan di masyarakat. Sepanjang sejarah peradaban Islam, wakaf terbukti dapat mengurangi porsi pengeluaran pemerintah secara signifikan dan berkontribusi dalam penciptaan lapangan pekerjaan.
"Ini terjadi karena wakaf yang ada turut membantu pemerintah dalam menyediakan sarana maupun prasarana yang dekat dengan kebutuhan publik, seperti sarana dan prasarana keagamaan, pendidikan, pelayanan kesehatan, perawatan lingkungan, pembuatan taman, jalan, jembatan, dan lain sebagainya," terang Kamaruddin menguraikan.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa wakaf jauh lebih luas daripada tiga hal, yakni masjid, pesantren dan pemakaman. Wakaf tak hanya sekadar suatu kelembagaan religius yang hanya mengurusi hal-hal keagamaan ritual semata, namun jika dioptimalkan dapat menjadi suatu kelembagaan sosio-ekonomi termasuk untuk pendidikan.
(aeb/erd)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza