×
Ad

Kisah Uwais Al-Qarni, Pemuda yang Tak Dikenal di Bumi tapi Terkenal di Langit

Salsa Dila Fitria Oktavianti - detikHikmah
Rabu, 03 Des 2025 05:00 WIB
Foto: Ilustrasi: Denny Putra/detikcom
Jakarta -

Dalam sejarah Islam, terdapat sosok yang tidak dikenal masyarakat luas pada masanya, tetapi justru dipuji di langit. Sosok itu adalah Uwais al-Qarni.

Kisah hidupnya banyak ditulis dalam literatur tasawuf dan biografi tabi'in, terutama dalam salah satu buku berjudul Uwais al-Qarni: Mutiara Sufi yang Tersembunyi dan Terbaik dalam Kalangan Tabiin karya Maulana Uwais Ahmed Akhtarul Qaderi. Buku tersebut menekankan bagaimana kesalehan, ketulusan, dan baktinya sosok Uwais al-Qarni kepada orang tua menjadikan Uwais sebagai teladan spiritual sepanjang zaman.

Asal Usul dan Kehidupan Awal Uwais al-Qarni

Uwais yang bernama lengkap Uwais bin Amir al-Qarani berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil di dekat Nejed. Uwais merupakan anak dari Amir, sehingga memiliki nama lengkap Uwais bin Amir al-Qarni, karena beliau dilahirkan di desa yang bernama Qaran, sehingga beliau lebih terkenal dengan sebutan Uwais al-Qarni.

Dikutip dari buku Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali Oleh M. Abdul Mujieb, Syafi'ah, dan H. Ahmad Ismail M, sosok Uwais al-Qarni dikenal sebagai orang yang taat dan berbakti kepada kedua orang tua, serta tumbuh dalam kondisi yang sederhana, bahkan cenderung miskin.

Uwais al-Qarni dikenal sebagai orang sufi yang mempunyai ilmu kesucian diri yang amat luar biasa yang dilimpahkan Allah SWT kepadanya. Ayah Uwais meninggal saat ia masih kecil, dan sejak itu ia memikul tanggung jawab merawat ibunya seorang diri.

Hidupnya dihabiskan sebagai penggembala kambing, pekerjaan yang tidak bergengsi, tetapi memberikan ketenangan, kesabaran, dan kedekatan dengan alam. Kehidupan sederhana ini membentuk karakter Uwais yang rendah hati dan menjauhi ketenaran dunia.

Pengabdiannya Terhadap Ibu

Uwais al-Qarni dikenal sebagai seorang sufi yang hidup dalam kesederhanaan, meski tidak pernah bertemu Rasulullah SAW, namun ruhaninya selalu terhubung dengan beliau. Ketakwaannya tampak dari ketekunan beribadah: bekerja keras di siang hari sambil terus berzikir dan membaca Al-Qur'an, lalu menghabiskan malam untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui salat.

Kehidupannya sangat sederhana, sering menahan lapar dan hanya memiliki pakaian yang melekat di tubuhnya, hingga beliau berdoa agar tidak menjadi sebab orang lain kelaparan atau kedinginan.

Uwais selalu berpihak pada orang-orang lemah dan merasakan penderitaan mereka, meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam memuliakan kaum dhuafa. Karena kemurnian hati dan ketulusannya, Rasulullah SAW bahkan menyebut bahwa pada hari kiamat Uwais akan diberi kemampuan memberi syafaat kepada manusia sebanyak jumlah domba milik Rabiah bin Mundhar, sebagaimana beliau sampaikan kepada Umar ibn Khattab dan Ali ibn Abi Thalib.

Salah satu aspek paling menonjol dalam kisah Uwais adalah baktinya yang luar biasa kepada ibunya. Ibunya sudah tua dan mengalami gangguan fisik, sehingga Uwais memilih untuk tidak meninggalkan rumah terlalu lama.

Ketika ia mendengar tentang Rasulullah SAW, kerinduannya untuk bertemu Nabi sangat besar. Namun ia tetap mematuhi izin ibunya yang mengizinkan perjalanan singkat. Namun ketika sampai di Madinah, Nabi sedang berada di medan perang.

Uwais tidak tinggal lama karena ia terikat janji kepada ibunya, sehingga ia pulang tanpa pernah berjumpa dengan Rasulullah. Dengan berat hati, akhirnya Uwais memilih untuk mematuhi ibunya dan kembali pulang tanpa pernah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW.


Pujian Rasulullah dan Pengakuan Para Sahabat

Masih dalam buku Uwais al-Qarni: Mutiara Sufi yang Tersembunyi dan Terbaik dalam Kalangan Tabiin, Rasulullah SAW menyebut nama Uwais dalam sebuah hadits sebagai seorang hamba yang sangat mulia. Beliau menggambarkan Uwais sebagai pemuda yang "tidak dikenal di bumi, tetapi dikenal di langit," dan berpesan kepada para sahabat khususnya Umar ibn Khattab dan Ali ibn Abi Thalib, untuk mencari Uwais dari kafilah Yaman setelah wafatnya beliau.


Rasulullah SAW bersabda:

"Wahai 'Umar dan 'Alī, apabila kamu bertemunya, sampaikanlah salamku kepadanya dan mohonlah doanya untuk orang Islam."

Buku tersebut juga menggambarkan sosok Uwais dengan sangat rinci berdasarkan riwayat para ulama. Uwais digambarkan sebagai pemuda yang sederhana dalam penampilan, berkulit gelap dengan tubuh bidang dan tinggi yang sedang. Wajah dan kulitnya digambarkan hampir menyamai warna tanah, sementara janggutnya panjang hingga menyentuh dada. Tatapannya senantiasa tertunduk, seolah matanya selalu mengarah ke tempat sujud, sebuah tanda kerendahan hati yang mendalam. Sikapnya pun selalu diliputi ketenangan; tangan kanannya biasa diletakkan di atas tangan kiri sebagaimana kebiasaan orang yang banyak berdzikir.

Disebutkan pula bahwa Uwais sering menangisi dirinya sendiri karena rasa takut dan tunduk kepada Allah. Tangisannya begitu dalam hingga air mata yang mengalir membuat bibirnya terlihat membengkak. Ia memakai pakaian dari bulu yang sangat sederhana, namun di sisi penduduk langit, namanya justru amat terkenal. Salah satu tanda yang disebutkan Nabi adalah sebuah tompok putih di bawah bahu kirinya, ciri khusus yang kelak dikenali Umar saat bertemu dengannya.

Riwayat itu juga mengungkapkan kedudukan yang luar biasa bagi Uwais pada hari kiamat, hingga ia disebut akan menjadi perantara bagi banyak hamba Allah yang memerlukan syafaat. Besarnya jumlah orang yang mendapat ampunan melalui dirinya diumpamakan sebanyak bulu pada seluruh kambing milik dua kabilah besar Arab, Rabi'ah dan Mudhar. Karena itulah Rasulullah menekankan bahwa bila Umar dan Ali menemukannya, mereka hendaknya meminta doa kepada Uwais, sebab Allah mengangkat derajatnya dengan sangat tinggi.

Dalam buku yang sama dijelaskan bahwa pada masa kepemimpinannya, Umar benar-benar melaksanakan pesan Rasulullah SAW tersebut. Setiap rombongan Yaman yang tiba di Madinah selalu ditanyainya tentang keberadaan Uwais.

Ketika akhirnya Umar menemukannya, ia melihat sendiri tanda-tanda yang disebutkan Nabi, terutama sifat rendah hati Uwais yang tak pernah menonjolkan diri. Umar kemudian meminta Uwais mendoakannya, sebagaimana diperintahkan Rasulullah. Peristiwa ini menjadi bukti betapa mulianya kedudukan spiritual Uwais, hingga seorang khalifah yang agung pun meminta didoakan oleh seorang pemuda yang hidup dalam kesederhanaan.

Kesederhanaan dan Ketakwaan

Uwais digambarkan sebagai pribadi yang sangat zuhud. Ia tidak mencari perhatian, tidak membangun reputasi, dan selalu menghindari popularitas. Uwais bahkan sering menyembunyikan amal kebaikannya, khawatir hal itu akan menimbulkan rasa bangga atau ketergantungan pada pujian manusia.

Uwais memiliki kebiasaan bersedekah dari hasil kerjanya sebagai penggembala. Ia lebih memilih memberikan makanan atau pakaian kepada fakir miskin dibanding menyimpannya untuk diri sendiri. Hidupnya benar-benar diarahkan untuk mencari keridaan Allah, bukan keuntungan duniawi. Atas sikap inilah ia kemudian dijadikan inspirasi di dunia tasawuf sebagai simbol kesucian hati dan keikhlasan.

Uwais al-Qarni meninggal dunia ketika dalam perjalanan dari medan perang, yaitu perang Siffin antara golongan Ali bin Abi Thalib dan golongan Muawiyah dan Uwais berada pada golongan Ali bin Abi Thalib. Beliau terserang penyakit dan meninggal pada tahun 39 H.

Kisah Uwais tetap relevan karena mengajarkan bahwa kedudukan seseorang di sisi Allah SWT tidak ditentukan oleh status sosial atau popularitas, tetapi oleh kebersihan hati dan kemurnian niat. Dari baktinya kepada ibu, kita belajar bahwa amal yang sederhana dapat mengangkat seorang hamba ke derajat tertinggi. Dari kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW, kita memahami bahwa keimanan tidak selalu tampak dari perjumpaan fisik, tetapi dari ketaatan yang konsisten. Dan dari kesederhanaannya, kita diajak melihat bahwa ketenaran di bumi tidak sebanding dengan ketenaran di langit.



Simak Video "Video KuTips: Coba Perhatiin, Adakah Tanda Ortu Kita Kesepian?"

(lus/lus)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork