Uwais Al-Qarni, sang "Penghuni Langit" yang Doanya Mustajab

Uwais Al-Qarni, sang "Penghuni Langit" yang Doanya Mustajab

Hanif Hawari - detikHikmah
Senin, 06 Okt 2025 05:00 WIB
Ilustrasi Uwais al Qarni
Uwais Al-Qarni (Foto Ilustrasi: Denny Putra/detikcom)
Jakarta -

Uwais al-Qarni adalah seorang tabi'in yang lahir pada tahun 594 M dan wafat pada 657 M/37 H. Ia hidup pada masa Nabi Muhammad, tetapi tak pernah sempat bertemu langsung dengan beliau.

Dikutip dari buku Tabi'in Terbaik oleh Firanda Andirja, Uwais al-Qarni berasal dari Qarn, Bareq, Asir, sebuah wilayah yang kini masuk dalam Arab Saudi, dekat perbatasan Yaman. Dari tanah kelahirannya itulah namanya kemudian dikenal luas hingga ke penjuru dunia Islam.

Meskipun hatinya sangat rindu kepada Rasulullah, Uwais lebih memilih untuk berbakti kepada ibunya yang sudah tua dan lumpuh. Pilihan mulia ini membuatnya menjadi teladan besar dalam hal bakti kepada orang tua (birrul walidain).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah hidup Uwais Al-Qarni sarat dengan pelajaran tentang kesabaran, pengorbanan, dan kerendahan hati. Ia menjadi sosok yang begitu dihormati, bahkan Rasulullah sendiri berpesan kepada sahabatnya untuk mencari dan meminta doa kepadanya.

Uwais Al-Qarni dikenal sebagai "penghuni langit" karena keikhlasan dan kesalehannya yang luar biasa. Doa-doanya begitu mustajab, sehingga Khalifah Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib pernah memintanya berdoa untuk mereka.

ADVERTISEMENT

Hingga kini, kisah Uwais Al-Qarni tetap hidup dan menjadi inspirasi bagi umat Islam. Ia membuktikan bahwa keridhaan ibu dan kesungguhan dalam berbakti bisa mengantarkan seseorang pada derajat mulia di sisi Allah.

Kisah Uwais Al-Qarni yang Terkenal di Langit

Diceritakan dalam buku Kisah Teladan Ulama-Ulama Besar Dunia oleh Jaka Perdana Putra, sejak kecil, Uwais tumbuh sebagai pemuda yang miskin dan menderita penyakit sopak di tubuhnya. Meski demikian, ia terkenal sangat saleh, rendah hati, dan taat beribadah kepada Allah.

Uwais tinggal bersama ibunya yang sudah tua dan lumpuh. Ia merawat sang ibu dengan penuh kasih sayang, memenuhi semua kebutuhannya tanpa mengeluh sedikit pun.

Satu permintaan ibunya yang sulit diwujudkan adalah keinginan untuk berhaji. Uwais yang miskin dan tanpa kendaraan terus berusaha mencari jalan agar impian ibunya terwujud.

Akhirnya ia membeli seekor anak lembu dan melatih dirinya dengan menggendong lembu itu naik turun bukit setiap hari. Semakin lama lembu itu membesar, semakin kuat pula otot dan tenaganya.

Latihan itu ternyata adalah persiapan Uwais untuk menggendong ibunya ke Makkah. Dengan penuh cinta dan keteguhan, ia membawa ibunya menempuh perjalanan panjang dari Yaman ke Tanah Suci.

Di hadapan Ka'bah, Uwais memanjatkan doa agar dosa ibunya diampuni. Ia merasa cukup bila mendapatkan ridha ibunya, karena itu yang akan membawanya menuju surga.

Allah kemudian mengabulkan doa tulusnya dan menyembuhkan penyakit sopak yang dideritanya. Hanya tersisa tanda putih di tengkuknya sebagai bukti dan ciri pengenal dirinya.

Rasulullah pernah bersabda kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib bahwa akan ada seorang lelaki saleh dari Yaman bernama Uwais. Beliau menyebutkan bahwa doa Uwais sangat mustajab dan mereka diperintahkan untuk meminta doa serta istighfarnya.

Uwais sangat merindukan Rasulullah dan pernah pergi ke Madinah untuk menemuinya. Namun sayang, Nabi sedang berada di medan perang sehingga ia hanya bertemu dengan Ummul Mukminin, Aisyah r.a.

Karena ibunya sudah tua dan sakit, Uwais segera pulang kembali ke Yaman. Ia lebih memilih taat pada ibunya meskipun keinginannya untuk bertemu Rasulullah begitu besar.

Sepulang Nabi dari medan perang, beliau menanyakan siapa yang mencarinya. Setelah mendengar penjelasan Aisyah, Nabi menegaskan bahwa itulah Uwais, seorang penghuni langit yang dikenal para malaikat.

Setelah Rasulullah wafat, Umar dan Ali selalu mencari Uwais pada setiap kafilah dari Yaman. Hingga akhirnya mereka benar-benar bertemu dengannya dan melihat tanda putih di telapak tangannya.

Dengan penuh kerendahan hati, Uwais mendoakan dan memintakan ampun untuk Umar dan Ali. Kisahnya terus dikenang sebagai teladan agung tentang bakti kepada ibu dan keikhlasan beribadah kepada Allah SWT.

Wallahu a'lam.




(hnh/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads