Imran bin Hushain Sahabat Nabi yang Zuhud dan Tegar

Imran bin Hushain Sahabat Nabi yang Zuhud dan Tegar

Hanif Hawari - detikHikmah
Rabu, 19 Nov 2025 05:00 WIB
Ilustrasi kisah Nabi
Ilustrasi Imran bin Hushain (Foto: Getty Images/iStockphoto/rudall30)
Jakarta -

Imran bin Hushain adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai qadi (hakim) dan periwayat hadits yang terpercaya. Nama lengkapnya ialah Imran bin Hushain bin Ubaid bin Khalaf al-Khuza'i, seorang tokoh dari suku Khuza'ah keturunan bani Ka'bi yang memiliki nama panggilan Abu Nujaid.

Sebagai sahabat Nabi yang mulia, Imran bin Hushain dikenal karena keteguhan imannya dan perannya dalam menyebarkan ajaran Islam. Ia memeluk Islam bersama ayahnya, Hushain bin Ubaid, serta sahabat terkenal Abu Hurairah, pada tahun terjadinya Perang Khaibar (629 M), dan saat Penaklukan Makkah, Imran turut membawa panji Khuza'ah.

Kisah Imran bin Hushain Sang Ahli Ibadah

Imran bin Hushain RA adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal karena keshalihan dan ketulusannya dalam beribadah. Ia merupakan sosok yang sangat mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya, serta mengabdikan seluruh hidupnya untuk beribadah dan menegakkan ajaran Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak memeluk Islam pada masa Perang Khaibar, Imran telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk hidup di jalan kebenaran dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.

Kehidupan Imran bin Hushain diwarnai dengan kejujuran, kerendahan hati, dan keteguhan iman. Ia selalu menjaga kesederhanaan hidup agar dapat fokus dalam ibadah kepada Allah SWT tanpa terganggu oleh urusan duniawi.

ADVERTISEMENT

Rasa takutnya kepada Allah SWT begitu mendalam, hingga ia sering menangis dalam munajatnya, khawatir amalnya belum diterima oleh Sang Pencipta. Air mata itu bukan tanda kelemahan, melainkan bukti kecintaan dan rasa tunduk yang begitu dalam kepada Allah SWT.

Dalam hal ibadah, Imran dikenal sangat disiplin dan tidak mau diganggu oleh siapa pun. Ketika waktu salat tiba, ia menyingkir dari segala urusan dunia dan hanya ingin bersama Tuhannya dalam sujud dan dzikir.

Ia selalu memanfaatkan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan. Karena ketekunannya inilah, banyak sahabat dan generasi setelahnya menjadikannya teladan dalam keteguhan beribadah.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Imran bin Hushain pernah diutus ke Bashrah untuk mengajarkan agama kepada masyarakat. Di sana, ia dikenal sebagai ulama yang lembut dan bijaksana dalam membimbing umat. Dengan penuh kasih, ia menuntun masyarakat Bashrah untuk memahami ajaran Islam yang murni dan menjauhi perpecahan. Keilmuannya membuat banyak orang hormat kepadanya, tidak hanya sebagai guru, tetapi juga sebagai sosok yang hidupnya sejalan dengan ajarannya.

Ketika terjadi perselisihan besar antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, Imran memilih untuk tidak berpihak kepada salah satu kubu. Ia menyeru kepada umat Islam agar tidak terlibat dalam pertikaian tersebut, melainkan menjaga persatuan dan memperkuat keimanan. Baginya, menjaga kedamaian dan ukhuwah islamiyah jauh lebih penting daripada memenangkan perdebatan politik. Sikap ini menunjukkan kebijaksanaan dan keluasan pandangannya sebagai seorang yang benar-benar memahami esensi Islam.

Sepanjang hidupnya, Imran selalu menasihati orang lain untuk terus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia menekankan pentingnya ibadah yang ikhlas, sabar dalam ujian, dan tawakal dalam setiap keadaan. Namun di balik keteguhan itu, Allah SWT menguji Imran dengan penyakit yang berat selama tiga puluh tahun lamanya. Penyakit itu membuat tubuhnya lemah, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan semangatnya dalam beribadah.

Dalam sakit yang panjang itu, Imran tetap menjalankan ibadah dengan penuh kesabaran. Ia tidak pernah mengeluh atas penderitaannya, bahkan selalu memuji Allah SWT dalam setiap keadaan.

Ketika para sahabat datang menjenguk untuk menghiburnya, Imran berkata dengan tenang, "Sesungguhnya barang yang paling kusukai adalah apa yang paling disukai Allah." Ucapannya itu menunjukkan betapa tulus dan pasrahnya ia terhadap takdir Tuhan.

Menjelang wafatnya, Imran berwasiat kepada keluarganya agar tidak larut dalam kesedihan. Ia bahkan meminta agar setelah pemakamannya diadakan jamuan sebagai tanda syukur kepada Allah SWT.

Bagi sebagian orang, permintaan itu mungkin terasa aneh, tetapi bagi Imran, kematian bukanlah akhir dari segalanya. Ia memandang kematian sebagai perjalanan menuju kebahagiaan abadi di sisi Allah SWT.

Imran bin Hushain wafat dalam keadaan husnul khatimah, meninggalkan teladan tentang kesabaran, keikhlasan, dan keteguhan iman yang luar biasa. Hidupnya adalah cerminan seorang ahli ibadah sejati yang tidak pernah lelah berjuang di jalan Allah SWT.

Rohnya diyakini terangkat dengan penuh kemuliaan, sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang yang sabar dan taat. Kisah hidup Imran menjadi pelajaran berharga bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada kesenangan dunia, tetapi pada kedekatan dengan Allah yang Maha Pengasih.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads