5 Tantangan dalam Pengembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

5 Tantangan dalam Pengembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Devi Setya - detikHikmah
Jumat, 14 Nov 2025 15:30 WIB
Tantangan dan Peluang Pengembangan Ekonomi Syariah
Foto: Devi Setya/detik.com
Jakarta -

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir. Namun, masih banyak tantangan yang harus dibenahi agar potensinya dapat dimaksimalkan.

Dalam kegiatan Training of Trainer (ToT) Ekonomi dan Keuangan Syariah bagi Jurnalis se-Jabodetabek Tahun 2025 yang digelar oleh Bank Indonesia (BI) bekerjasama dengan Forum Jurnalis Wakaf dan Zakat Indonesia (Forjukafi), Deputi Direktur Promosi dan Kerja Sama Strategis KNEKS, Drs. Inza Putra, MM, menjelaskan beberapa isu penting terkait tantangan pengembangan ekonomi syariah yang perlu diperhatikan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat luas.

1. Regulasi yang Belum Optimal

Walaupun Indonesia kini telah memiliki sejumlah aturan terkait ekonomi syariah, kenyataannya regulasi tersebut belum sepenuhnya komprehensif dan konsisten. Pada masa lalu bahkan hampir tidak ada pedoman yang jelas, sehingga perkembangan industri syariah berjalan lambat dan tidak terarah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hadirnya regulasi baru memang sebuah kemajuan, namun diperlukan penegasan dan penyempurnaan agar pelaku usaha mendapatkan kepastian hukum serta mampu bersaing secara sehat di pasar global.

2. Literasi Ekonomi Syariah yang Masih Rendah

Salah satu hambatan terbesar adalah minimnya literasi masyarakat tentang ekonomi syariah. Selama ini, pemahaman mendalam seputar ekonomi syariat hanya dikuasai oleh kalangan akademisi tingkat tinggi seperti profesor, doktor, atau pakar tertentu.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, masyarakat umum, terutama generasi muda, masih kurang mendapatkan edukasi yang memadai. Padahal, pemahaman dasar seperti memilih produk keuangan syariah, membuka rekening syariah, hingga prinsip halal-haram dalam transaksi sangat penting untuk membentuk ekosistem syariah yang kuat.

Rendahnya literasi ini menyebabkan Indonesia tertinggal dari beberapa negara lain. Bahkan negara non-mayoritas muslim seperti Singapura dapat mengimplementasikan prinsip kehati-hatian dan standar halal dalam pengelolaan barang secara lebih disiplin.

3. Belajar dari Pengalaman Luar Negeri

Pengalaman sederhana ketika membeli sepatu di Singapura menggambarkan bagaimana negara tersebut menerapkan standar ketertiban dan regulasi dengan jelas.

"Saya pernah membeli sepatu di Singapura, kemudian sepatu ini diambil 'jangan-jangan enggak boleh. Orang muslim enggak boleh pegang sepatu.' Ternyata sepatu itu berasal dari kulit babi," kata Inza Putra menceritakan pengalamannya.

Inza menambahkan bahwa di Indonesia sepatu tersebut dijual bebas tanpa tanda khusus. Kesadaran semacam ini menunjukkan bahwa negara lain justru lebih sistematis dalam memahami kebutuhan pasar Indonesia, bahkan ketika mayoritas konsumennya adalah muslim.

4. Peran Pemerintah dalam Penguatan SDM dan Ekosistem Syariah

Pada kegiatan yang digelar di Jakarta, Jumat (14/11/2025), Inza Putra juga menjelaskan bahwa pemerintah memiliki peran kunci dalam memastikan ekonomi syariah berkembang dengan kokoh. Dua hal utama yang perlu diperhatikan adalah:

- Penguatan regulasi agar industri syariah memiliki arah yang jelas dan tidak tumpang tindih.
- Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

5. Peran Media sebagai Sarana Edukasi Syariah

Peran media saat ini sangat besar dalam menyebarkan informasi, termasuk edukasi terkait keuangan dan ekonomi syariah. Dahulu, masyarakat sulit mengetahui mana transaksi yang sesuai syariat atau tidak.

Jika dimanfaatkan dengan baik, media dapat berperan baik sebagai alat dakwah ekonomi syariah yang efektif, baik melalui edukasi halal, literasi keuangan, maupun informasi produk syariah. Dampaknya bukan hanya pada pengetahuan, tetapi juga pada kontribusi masyarakat terhadap pembangunan ekonomi nasional.




(dvs/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads