Cak Imin: Tanpa Gus Dur dan Para Kiai Demokrasi Indonesia Tak Akan Kuat

Cak Imin: Tanpa Gus Dur dan Para Kiai Demokrasi Indonesia Tak Akan Kuat

Hanif Hawari - detikHikmah
Minggu, 09 Nov 2025 17:00 WIB
Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, saat ditemui di acara MQKN di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, saat ditemui di acara MQKN di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025). Foto: Hanif Hawari/detikcom
Jakarta -

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyebut Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memiliki peran kuat dalam pembentukan demokrasi. Jika tak ada Gus Dur, demokrasi di Indonesia tak akan kuat.

Menurutnya, pemikiran dan nilai-nilai pesantren yang dibawa Gus Dur menjadi fondasi penting dalam memaknai demokrasi di Tanah Air. Hal itu diungkapkannya saat menghadiri penutupan Final Musabaqoh Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).

"Demokrasi kalau tidak ada Gus Dur tidak kuat di tanah air. Demokrasi tidak akan bisa dimaknai sebagai jalan kemajuan kalau tidak ada rujukan khazanah-khazanah ilmu-ilmu pesantren," kata Cak Imin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cak Imin menilai, demokrasi saat ini cenderung hanya dimaknai secara prosedural tanpa menyentuh substansi keadilan dan kemaslahatan bagi rakyat. Karena itu, ia menekankan pentingnya generasi muda, terutama kalangan santri, untuk menghidupkan kembali nilai-nilai demokrasi yang berakar pada etika dan moralitas.

ADVERTISEMENT

"Hari ini adik-adik bertanggung jawab. Demokrasi hari ini manfaat atau mudharat? Mudharat karena apa? Karena demokrasi tidak substansinya, hanya ritual dan proseduralnya," ujarnya.

Menurut Cak Imin, perjalanan demokrasi Indonesia sejatinya telah membawa sejumlah kemajuan, terutama dalam bidang pendidikan. Ia mencontohkan adanya kebijakan alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan, yang menurutnya lahir dari perjuangan para politisi dan kiai visioner, bukan teknokrat atau ekonom.

"Alhamdulillah kemajuan demokrasi kita telah sampai pada tahap berbagai keberhasilan. SDM kita tumbuh, pendidikan mendapatkan perhatian serius. Enggak ada yang namanya 20 persen APBN wajib untuk pendidikan kalau tidak ada politisi. Dulu ekonom menolak, teknokrat menolak," kata Cak Imin.

Ia menambahkan, keputusan untuk menetapkan 20 persen APBN bagi sektor pendidikan merupakan hasil dari amandemen UUD 1945 yang diperjuangkan oleh para politisi dan ulama.

"Karena itu, politisi adalah negarawan, termasuk para kiai yang merintis dan menghasilkan amandemen UUD 1945. Pendidikan harus mendapatkan 20 persen dari APBN kita," tegasnya.

Lebih jauh, Cak Imin meminta masyarakat agar tidak menyamaratakan semua politisi. Menurutnya, politisi memiliki visi dan latar belakang yang berbeda-beda sesuai dengan konstituen yang mereka wakili.

"Makanya, politisi yang punya visi jangan disamakan dengan yang tidak punya visi. Jangan menggeneralisir politisi, karena mereka punya varian seperti konstituennya yang juga beragam," pungkasnya.




(hnh/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads