Jejak Mataram Islam dan Lahirnya Gelar Paku Buwono, Paku Alam & Hamengku Buwono

Jejak Mataram Islam dan Lahirnya Gelar Paku Buwono, Paku Alam & Hamengku Buwono

Devi Setya - detikHikmah
Selasa, 04 Nov 2025 18:30 WIB
Kerajaan mataram
ilustrasi Kerajaan Mataram Islam Foto: Satrio Mur Bayu/d'travelers
Jakarta -

Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara yang meninggalkan pengaruh besar terhadap sejarah, budaya, dan politik Indonesia, khususnya di wilayah Jawa. Dari kerajaan inilah kemudian lahir tiga kekuatan politik dan budaya besar di Jawa, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, dan Kadipaten Pakualaman.

Tiga kekuatan ini dikenal melalui gelar raja yang masih digunakan hingga kini, yaitu Paku Buwono, Hamengku Buwono, dan Paku Alam.

Awal Berdirinya Mataram Islam

Dirangkum dari buku Mengenal Budaya Nasional: Trah Raja-raja Mataram di Tanah Jawa karya Joko Darmawan, Kerajaan Mataram Islam berdiri pada akhir abad ke-16 di wilayah pedalaman Jawa Tengah bagian selatan. Pendiri kerajaan ini adalah Panembahan Senapati (Sutawijaya), yang sebelumnya merupakan adipati Mataram di bawah Kesultanan Pajang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerajaan Mataram Islam berawal dari sebidang tanah perdikan yang diberikan oleh Sultan Adiwijaya dari Kesultanan Pajang kepada Ki Pemanahan sebagai bentuk balas jasa karena telah membantu dalam melakukan perlawanan terhadap Arya Penangsang.

Sebidang tanah tersebut dulunya merupakan hutan atau alas bernama mentaok, kemudian oleh Ki Pemanahan dilakukan pembabadan atau biasa disebut dengan babad alas. Ki Pemanahan kemudian membangun Mataram dan menjadikannya sebagai pusat kekuasaan baru yang diberi nama Kota Gede.

ADVERTISEMENT

Dari Pajang ke Mataram

Setelah Kesultanan Demak runtuh, pusat kekuasaan Islam di Jawa berpindah ke Kesultanan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Sutawijaya, yang merupakan menantu Sultan Hadiwijaya, diberi kekuasaan atas wilayah Mataram.

Namun setelah wafatnya Sultan Hadiwijaya, Pajang mengalami kemunduran, dan Sutawijaya berhasil melepaskan diri serta mendirikan kerajaan baru bernama Mataram Islam sekitar tahun 1586.

Puncak Kejayaan Mataram

Dalam buku Menelusuri Jejak Mataram Islam di Yogyakarta karya V. Wiranata Sujarweni, puncak kejayaan Mataram terjadi pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645).

Sultan Agung berhasil menyatukan hampir seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram, termasuk Cirebon dan sebagian Banten. Ia juga dikenal sebagai raja yang visioner, memadukan nilai Islam dan budaya Jawa, serta menginisiasi penanggalan Jawa-Islam yang masih digunakan hingga sekarang.

Kemunduran dan Perpecahan Mataram

Setelah wafatnya Sultan Agung, Mataram mengalami kemunduran akibat konflik internal dan campur tangan kolonial Belanda (VOC).

1. Perebutan Takhta

Penerus Sultan Agung, yaitu Amangkurat I, menghadapi banyak pemberontakan dan kehilangan dukungan rakyat karena kebijakan kerasnya terhadap bangsawan dan ulama.
Setelah itu, kekuasaan Mataram terus melemah hingga akhirnya VOC ikut campur dalam urusan politik istana, memanfaatkan konflik keluarga kerajaan.

2. Perjanjian Giyanti (1755)

Puncak perpecahan Mataram terjadi ketika terjadi perang saudara antara Pangeran Mangkubumi (adik raja Mataram) melawan Pakubuwono III yang bersekutu dengan Belanda.
VOC kemudian memediasi dan menghasilkan Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang membagi wilayah Mataram menjadi dua:

Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah Pakubuwono III

Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat di bawah Pangeran Mangkubumi, yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Peristiwa ini menandai berakhirnya kesatuan politik Mataram Islam, dan sekaligus lahirnya dua pusat kebudayaan besar di Jawa.

Asal-usul Gelar Raja: Paku Buwono, Hamengku Buwono, dan Paku Alam

1. Gelar "Paku Buwono" - Kasunanan Surakarta

Nama Paku Buwono (atau Pakubuwono) berasal dari kata "paku" yang berarti penyangga dan "buwono" yang berarti dunia atau jagad.

Secara harfiah, Paku Buwono berarti "penyangga dunia", yang menggambarkan raja sebagai pemimpin yang menjaga keseimbangan dan ketertiban dunia.

Gelar ini pertama kali digunakan oleh Susuhunan Paku Buwono II, yang memerintah Mataram sebelum kerajaan itu terpecah. Setelah perpecahan melalui Perjanjian Giyanti, keturunan Paku Buwono melanjutkan pemerintahan di Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Hingga kini, gelar tersebut terus digunakan secara turun-temurun, dan saat ini pemimpin Surakarta bergelar Paku Buwono XIII.

2. Gelar "Hamengku Buwono" - Kasultanan Yogyakarta

Setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi mendirikan kerajaan baru di Yogyakarta dan memakai gelar Hamengku Buwono I.

Kata "Hamengku" berasal dari bahasa Jawa yang berarti memelihara atau memegang teguh, sedangkan "Buwono" berarti dunia.
Dengan demikian, Hamengku Buwono berarti "pemelihara dunia", mencerminkan tanggung jawab raja dalam menjaga kesejahteraan rakyat dan kelestarian tatanan dunia.

Kasultanan Yogyakarta sejak awal berdirinya menjadi pusat kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan perlawanan terhadap penjajahan. Hingga kini, gelar Hamengku Buwono masih digunakan, dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai pemimpin saat ini.

3. Gelar "Paku Alam" - Kadipaten Pakualaman

Lahirnya gelar Paku Alam terjadi setelah Perjanjian di Yogyakarta tahun 1813, pada masa pemerintahan Inggris di Jawa di bawah Thomas Stamford Raffles.

Pada masa itu, seorang bangsawan Yogyakarta bernama Pangeran Notokusumo, yang merupakan keturunan Hamengku Buwono I, diangkat oleh pemerintah Inggris sebagai penguasa wilayah kecil di dalam Kasultanan Yogyakarta. Ia diberi gelar Paku Alam I.

Gelar Paku Alam juga berasal dari kata "paku" (penyangga) dan "alam" (jagad atau dunia). Maknanya mirip dengan Paku Buwono, yaitu sebagai penyangga tatanan dunia, namun dalam konteks yang lebih kecil, mendukung dan menjaga keseimbangan kekuasaan di wilayah Yogyakarta.

Hingga kini, pemimpin Kadipaten Pakualaman tetap menggunakan gelar Paku Alam, dan yang memerintah saat ini adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X.




(dvs/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads