Apa Itu Kafa'ah? Kesetaraan dalam Pernikahan Islam

Apa Itu Kafa'ah? Kesetaraan dalam Pernikahan Islam

Hanif Hawari - detikHikmah
Senin, 27 Okt 2025 06:30 WIB
Ilustrasi pasangan muslim.
Ilustrasi pasangan muslim (Foto: Redd/Unsplash)
Jakarta -

Setiap manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan berpasang-pasangan, agar dapat saling melengkapi dan menumbuhkan kasih sayang di antara mereka. Untuk menyatukan dua insan tersebut, Islam menetapkan pernikahan sebagai komitmen suci dan perjanjian agung yang menjadi dasar terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Dalam ajaran Islam, terdapat sebuah konsep penting yang menjadi pertimbangan sebelum akad nikah, yaitu kafa'ah. Istilah ini sering kali muncul dalam pembahasan fikih pernikahan, namun tidak semua orang memahami makna dan tujuan sebenarnya.

Lantas, apa itu kafa'ah dalam Islam, dan mengapa konsep ini dianggap penting dalam menentukan keserasian antara calon suami dan istri?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Kafa'ah

Dikutip dari Fiqh As-Sunnah Jilid 2 oleh Sayyid Sabiq, Kafa'ah dalam pernikahan Islam secara etimologis berarti kesetaraan, keseimbangan, atau kesepadanan antara calon suami dan istri. Dalam konteks pernikahan, kafa'ah dimaknai sebagai kesesuaian dalam berbagai aspek kehidupan agar tercipta keharmonisan dalam rumah tangga.

Secara terminologis, kafa'ah adalah kondisi di mana calon suami memiliki kedudukan yang sebanding dengan calon istri dalam hal agama, nasab, pekerjaan, status sosial, dan akhlak. Tujuannya adalah agar pernikahan berlangsung dengan rasa saling menghargai dan tidak menimbulkan kesenjangan yang dapat memicu ketidakharmonisan.

ADVERTISEMENT

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran kafa'ah. Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah masing-masing memiliki kriteria tersendiri, namun semuanya sepakat bahwa faktor agama merupakan unsur yang paling penting dalam menentukan kesetaraan pasangan.

Meskipun konsep kafa'ah tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Qur'an maupun Undang-Undang Perkawinan, prinsip ini sangat relevan dalam membangun rumah tangga yang harmonis. Dengan memperhatikan kesetaraan antara calon suami dan istri, diharapkan pernikahan dapat berjalan dengan penuh kasih sayang, saling pengertian, dan tanggung jawab.

Kriteria Kafa'ah dalam Islam

Dikutip dari skripsi Analisis Hukum Islam terhadap paradigma Sekufu' di dalam keluarga MAS oleh Chabibi Al-Amin, ada berbagai faktor yang menentukan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang berpasangan, yaitu:

1. Agama

Agama merupakan kriteria terpenting dalam kafa'ah karena menjadi dasar moral dan spiritual dalam membangun rumah tangga. Seorang laki-laki yang fasik tidak dianggap sekufu' dengan perempuan yang salehah, sebab perbedaan tingkat keimanan dapat menimbulkan ketidakharmonisan.

Rasulullah SAW menganjurkan agar wali menikahkan perempuan dengan laki-laki yang memiliki agama dan akhlak yang baik untuk menghindari fitnah dan kerusakan di muka bumi. Dengan demikian, kesamaan dalam ketakwaan dan ketaatan kepada Allah menjadi tolok ukur utama dalam menilai kafa'ah dari segi agama.

2. Nasab (Keturunan)

Nasab atau keturunan juga termasuk dalam kriteria kafa'ah menurut jumhur ulama, karena masyarakat Arab sangat menjaga kehormatan garis keturunan. Dalam hadits disebutkan bahwa orang Arab dianggap sekufu' dengan sesama Arab, dan antar kabilah yang sama juga dinilai sepadan.

Namun, sebagian ulama seperti Malikiyah menolak menjadikan nasab sebagai ukuran kafa'ah, karena dalam pandangan Islam semua manusia sama di hadapan Allah. Dengan demikian, yang paling menentukan bukan asal keturunan, melainkan keimanan dan ketakwaan seseorang.

3. Merdeka

Status kemerdekaan menjadi pertimbangan dalam kafa'ah karena pada masa lalu budak memiliki kedudukan sosial yang lebih rendah dari orang merdeka. Seorang laki-laki budak tidak dianggap sekufu' dengan perempuan merdeka, sebab ia tidak memiliki kebebasan bertindak dan tanggung jawab penuh atas dirinya.

Meskipun seorang budak telah dimerdekakan, sebagian ulama tetap memandangnya belum sebanding dengan perempuan merdeka sejak lahir. Namun demikian, dalam konteks modern, aspek ini lebih dipahami sebagai kesetaraan status sosial dan kemampuan bertanggung jawab dalam rumah tangga.

4. Harta

Harta dimaksudkan sebagai kemampuan calon suami untuk memberikan mahar dan menafkahi istri secara layak. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah memasukkan harta sebagai kriteria kafa'ah karena mereka menilai kesejahteraan ekonomi penting untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.

Laki-laki yang tidak mampu menafkahi dianggap tidak sekufu' dengan perempuan yang kehidupannya lebih mapan. Meski demikian, sebagian ulama seperti Malikiyah menolak kriteria ini karena menganggap bahwa harta hanyalah sarana duniawi yang tidak menentukan nilai seseorang di sisi Allah.

5. Pekerjaan

Pekerjaan menjadi salah satu ukuran kafa'ah karena mencerminkan kemampuan calon suami dalam menanggung nafkah keluarga. Ulama Hanafiyah dan jumhur lainnya memandang bahwa pekerjaan laki-laki harus sebanding dengan pekerjaan atau status ekonomi keluarga calon istri.

Seseorang yang memiliki pekerjaan terhormat dianggap sekufu' dengan orang yang memiliki pekerjaan serupa, sedangkan perbedaan yang terlalu jauh bisa menimbulkan ketidakseimbangan sosial.

Namun, ulama Malikiyah berpendapat bahwa pekerjaan tidak perlu dijadikan ukuran kafa'ah, karena derajat manusia bisa berubah sesuai dengan takdir dan usaha mereka.

6. Fisik atau Tidak Cacat

Kesetaraan dalam fisik atau terbebas dari cacat juga termasuk dalam pertimbangan kafa'ah menurut sebagian ulama, terutama mazhab Syafi'i. Laki-laki yang memiliki cacat jasmani seperti buta, gila, atau penyakit berat dianggap tidak sekufu' dengan perempuan yang sehat dan normal.

Namun demikian, cacat bukanlah sebab batalnya pernikahan, melainkan hanya memberikan hak khiyar (memilih) bagi pihak perempuan untuk melanjutkan atau membatalkan pernikahan.

Dalam pandangan ulama, aspek ini bertujuan menjaga kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga, bukan untuk mendiskriminasi seseorang yang memiliki kekurangan fisik.

Tujuan Pernikahan dengan Konsep Kafa'ah

Islam mengajarkan sebuah konsep tertentu dengan tujuan yang tentu saja baik. Dikutip dari jurnal Penerapan Konsep Kafa'ah pada Masyarakat Desa Kabupaten dan Pengaruhnya dalam Membentuk Keluarga Harmonis oleh Rossa Modista Rachmawati, berikut ini adalah tujuan pernikahan kafa'ah:

  • Menjaga agar pasangan memiliki kesetaraan sehingga hubungan pernikahan lebih seimbang dan harmonis.
  • Mencegah munculnya kesenjangan sosial, ekonomi, maupun moral yang dapat mengganggu keutuhan rumah tangga.
  • Membantu pasangan saling memahami karena memiliki latar belakang dan nilai kehidupan yang sepadan.
  • Memperkuat stabilitas pernikahan agar lebih langgeng, terjaga, dan jauh dari perselisihan akibat perbedaan yang terlalu besar.



(hnh/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads