Bolehkah Tabarruk di Makam Wali dalam Islam?

Bolehkah Tabarruk di Makam Wali dalam Islam?

Tim detikHikmah - detikHikmah
Minggu, 26 Okt 2025 18:00 WIB
Bolehkah Tabarruk di Makam Wali dalam Islam?
Ilustrasi tabarruk di makam wali (Foto: Getty Images/iStockphoto/HAYKIRDI)
Jakarta -

Tabarruk atau yang biasa dikenal di masyarakat dengan istilah ngalap berkah merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh sebagian umat Islam dengan tujuan untuk mengharapkan keberkahan (barokah) dari sesuatu yang dianggap mulia.

Salah satu bentuk tabarruk yang banyak dilakukan adalah dengan mengunjungi makam para wali Allah dan berharap mendapatkan keberkahan melalui mereka.

Namun, benarkah praktik tabarruk ke makam wali ini sesuai dengan ajaran Islam? Bagaimana pandangan para ulama mengenai perbuatan tersebut, serta di mana batas antara mencari berkah yang dibolehkan dan yang dilarang?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pandangan Tabarruk kepada Makam Para Wali

Dikutip dari jurnal Konsep Berkah dalam Pandangan Ahlussunnah: Analisis Syarah Hadis tentang Tabarruk oleh Muhammad Rizal Jaelani, dalam pandangan Ahlussunnah wal Jamaah, tabarruk atau mencari keberkahan merupakan amalan yang memiliki dasar kuat selama tidak disertai keyakinan syirik.

ADVERTISEMENT

Mereka memahami bahwa keberkahan sejati datang dari Allah, namun dapat disalurkan melalui perantara makhluk yang dicintai-Nya, termasuk para nabi, wali, dan orang-orang saleh.

Ziarah ke makam wali bagi Ahlussunnah bukan semata-mata untuk meminta kepada yang telah wafat, tetapi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Dengan mengingat kematian dan mengenang keteladanan para wali, seseorang diharapkan memperoleh keberkahan berupa ketenangan batin, peningkatan iman, serta dorongan untuk beramal saleh.

Para ulama Ahlussunnah juga mencontohkan bahwa bertabarruk di tempat yang memiliki nilai sejarah dan keutamaan, seperti makam para wali dan ulama, merupakan bagian dari bentuk penghormatan terhadap ahli kebaikan. Hal ini sebagaimana para sahabat yang mengambil berkah dari peninggalan Nabi Muhammad SAW, seperti rambut, air wudhu, atau pakaian beliau.

Selain itu, dijelaskan dalam jurnal Tabarruk dalam Pandangan Ulama' Sunni dan Syi'ah dan Implementasinya dalam membangun karakter umat Islam oleh
Layyinah Nur Chodijah dan Farida Ulvi Naimah, ziarah kubur dipandang sebagai amalan yang membawa manfaat baik secara batin maupun sosial bagi pelakunya.

Dari sisi batin, kegiatan ini menumbuhkan kesadaran akan kematian dan mendorong introspeksi diri bagi setiap muslim. Sementara dari sisi sosial, ziarah kubur menjadi sarana untuk mencari keberkahan dari tokoh-tokoh yang dianggap saleh dan mulia, dengan harapan memperoleh kebaikan melalui perantara mereka yang telah wafat.

Oleh karena itu, Ahlussunnah wal Jamaah menilai bahwa tabarruk di makam wali bukanlah bentuk kesyirikan, selama niatnya tetap tertuju kepada Allah semata. Justru, amalan ini menjadi wujud penghormatan terhadap ahli kebaikan dan bentuk pengharapan agar Allah melimpahkan rahmat serta keberkahan melalui perantara hamba-hamba pilihan-Nya.

Hal yang Harus Diperhatikan agar Tidak Menjadi Syirik

Kembali mengutip dari jurnal pertama, tabarruk ini harus dilakukan dengan hati-hati tergantung dari niatnya. Jika niat seseorang adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meyakini bahwa hanya Allah-lah sumber segala keberkahan, maka tabarruk tersebut tetap berada dalam koridor tauhid.

Tabarruk akan menjadi syirik apabila seseorang meyakini bahwa benda, tempat, atau orang yang dijadikan perantara itu memiliki kekuatan sendiri untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudarat. Padahal, hakikatnya semua keberkahan hanya datang atas izin dan kehendak Allah semata, bukan dari makhluk yang ditabarruki.

Oleh sebab itu, penting bagi setiap muslim untuk menjaga kemurnian akidah dalam setiap amalan, termasuk dalam bertabarruk.

Selama keyakinannya tidak melampaui batas dan tetap menempatkan Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan, maka tabarruk yang dilakukan menjadi bentuk pengagungan terhadap tanda-tanda kebesaran Allah, bukan penyekutuan terhadap-Nya.

Ulama Menganggap Tabarruk Bid'ah

Di sisi lain, dijelaskan dalam buku Hukum Tabarruk dengan Jasad atau Kuburan Orang Shalih oleh Yulian Purnama, bahwa bertabarruk kepada selain Nabi Muhammad SAW merupakan perbuatan bid'ah. Hal ini mengacu dari pendapat Imam Asy'Syathibi dalam Al-I'tisham beliau berkata:

"Para sahabat meyakini bahwa hal tersebut adalah kekhususan bagi Nabi SAW. Mereka juga meyakini bahwa orang yang layak diperlakukan demikian adalah yang mencapai martabat nubuwwah. Karena sudah merupakan sesuatu yang pasti, bahwa pada diri mereka (para Nabi) terdapat keberkahan dan kebaikan. Karena semua bagian dari mereka adalah cahaya. Maka jika ada orang yang mencari cahaya dari diri Nabi SAW, ia akan mendapatkannya dari segala sisi. Namun hal ini tidak berlaku bagi orang lain selain Nabi SAW, walaupun pada orang yang telah mendapatkan cahaya berupa hidayah untuk meneladani dan mencontoh beliau. Mereka tidak bisa mencapai derajat Nabi SAW yang kedudukannya begitu istimewa, bahkan mendekati derajat beliau pun tidak bisa. Oleh karena itu, perkara bolehnya dijadikan objek tabarruk, adalah kekhususan Nabi SAW, sebagaimana beliau memiliki kekhususan untuk menikahi wanita lebih dari empat, bolehnya menggauli wanita yang menghibahkan dirinya kepada beliau, tidak adanya kewajiban membagi rata dalam nafkah dan menggilir istri, dan yang lainnya"

Kemudian beliau menjelaskan tentang hukum bertabarruk selain kepada Nabi:

"Dengan demikian bisa kita simpulkan, tidak benar jika seseorang mencontoh tabarruk yang dilakukan para sahabat kepada Nabi lalu diterapkan kepada selain Nabi. Jika ada yang meniru demikian, maka itu perbuatan bid'ah. Sebagaimana bid'ahnya orang yang meniru Nabi dengan menikahi lebih dari empat wanita"

Tabarruk yang dilakukan para sahabat melalui rambut, ludah, atau bagian tubuh Rasulullah SAW hanya berlaku khusus bagi beliau ketika masih hidup dan berada di tengah mereka. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa setelah Rasulullah wafat, para sahabat tidak lagi melakukan tabarruk terhadap bekas kamar atau makam beliau.

Wallahu a'lam.




(hnh/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads