Pernikahan bukan hanya penyatuan antara dua insan, tetapi juga merupakan perjanjian suci yang melibatkan Allah SWT. Ikatan ini dibangun atas dasar cinta, tanggung jawab, dan komitmen untuk saling menjaga dalam suka maupun duka.
Namun dalam perjalanan rumah tangga, tidak semua pasangan mampu mempertahankan hubungan hingga akhir hayat. Perselisihan, ketidakharmonisan, atau perbedaan prinsip sering kali menjadi penyebab berakhirnya ikatan tersebut melalui perceraian.
Menariknya, dalam beberapa kasus, perceraian justru terjadi ketika sang istri sedang mengandung. Kondisi ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan umat Islam tentang apakah talak saat hamil diperbolehkan? Bagaimana hukum cerai saat sedang hamil menurut syariat Islam?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Talak Saat Sedang Hamil
Dalam buku Fiqih Perempuan Kontemporer karya Farid Nu'man Hasan, dijelaskan bahwa jumhur ulama sepakat hukum cerai saat istri hamil adalah mubah atau boleh. Bahkan, Imam Ahmad bin Hanbal menyebut jenis perceraian ini sebagai bentuk talak yang sesuai dengan syariat.
Pendapat tersebut didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, di mana Rasulullah SAW bersabda,
"Kemudian, ceraikanlah ia pada waktu suci atau hamil." (HR. Muslim).
Hadits ini menjadi dasar bahwa menjatuhkan talak pada istri yang sedang mengandung diperbolehkan dalam Islam dan tidak termasuk kategori cerai yang dilarang.
Apabila seorang istri diceraikan dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya akan berakhir ketika ia melahirkan anaknya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Surat At-Thalaq ayat 4,
ÙÙØ§ÙÙÙ°Û€ÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙÙØ³ÙÙÙ Ù ÙÙ٠اÙÙÙ ÙØÙÙÙØ¶Ù Ù ÙÙÙ ÙÙÙØ³ÙاۀÙÙÙÙÙ٠٠اÙÙÙ Ø§Ø±ÙØªÙØšÙØªÙÙ Ù ÙÙØ¹ÙدÙÙØªÙÙÙÙÙÙ Ø«ÙÙÙ°Ø«ÙØ©Ù Ø§ÙØŽÙÙÙØ±ÙÛ ÙÙÙØ§ÙÙÙ°Û€ÙÙÙÙÙ ÙÙÙ Ù ÙÙØÙØ¶ÙÙÙÛ ÙÙØ§ÙÙÙٰت٠اÙÙØ§ÙØÙÙ ÙØ§ÙÙ Ø§ÙØ¬ÙÙÙÙÙÙÙ٠اÙÙÙ ÙÙÙØ¶ÙعÙÙÙ ØÙÙ ÙÙÙÙÙÙÙÙÛ ÙÙÙ ÙÙÙ ÙÙÙØªÙÙÙ٠اÙÙÙÙ°ÙÙ ÙÙØ¬ÙعÙÙÙ ÙÙÙÙÙ Ù ÙÙ٠اÙÙ ÙØ±ÙÙÙ ÙÙØ³ÙØ±ÙØ§ ÛÙ€
Artinya: Perempuan-perempuan yang tidak mungkin haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan. Begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid (belum dewasa). Adapun perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.
Hak dan Kewajiban Istri yang Diceraikan
Dalam jurnal Iddah dan Ihdad dalam Islam karya Abdul Moqsith disebutkan bahwa perempuan yang ditalak memiliki hak untuk memperoleh tempat tinggal yang layak, nafkah, pakaian, serta kebutuhan hidup lainnya dari mantan suaminya.
Rasulullah SAW pun menegaskan hal tersebut melalui sabdanya yang menjelaskan kewajiban suami terhadap istri yang masih berada dalam masa iddah.
"Perempuan beriddah yang bisa dirujuk oleh (mantan) suaminya berhak mendapat kediaman dan nafkah darinya."
Selama menjalani masa iddah, seorang wanita tidak diperbolehkan menerima lamaran dari laki-laki lain, baik secara langsung maupun melalui sindiran (ta'ridh). Larangan ini berlaku hingga ia melahirkan dan tetap harus dipatuhi sesuai ketentuan syariat.
Selain itu, wanita yang sedang dalam masa iddah juga tidak diperkenankan keluar rumah kecuali untuk keperluan yang mendesak. Ketentuan ini disepakati oleh para ulama fiqih, seperti Imam Syafi'i, Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal, dan Al-Layts.
Dalam Buku Pintar Fikih Wanita karya Muhammad Zaenal Arifin, dijelaskan bahwa masa iddah memiliki beberapa konsekuensi yang dianggap kurang menguntungkan bagi suami, misalnya larangan menikahi perempuan kelima jika masih memiliki empat istri. Sebab, wanita yang berada dalam masa iddah masih berstatus sebagai istri sah, dan baru setelah masa iddah berakhir, sang suami diperbolehkan menikahi perempuan lain yang halal baginya.
Wallahu a'lam.
(hnh/inf)












































Komentar Terbanyak
Wamenag Romo Syafi'i Menikah Hari Ini, Habib Rizieq Jadi Saksi
Rieke Diah Pitaloka Geram, Teriak ke Purbaya Gegara Ponpes Ditagih PBB
Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok