Hiu Predator Laut, Bolehkah Dikonsumsi Muslim?

Hiu Predator Laut, Bolehkah Dikonsumsi Muslim?

Lusiana Mustinda - detikHikmah
Jumat, 26 Sep 2025 14:45 WIB
Sirip ikan hiu pasir (Odontaspididae) dijemur di salah satu pasar ikan di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (25/1/2025). Sirip ikan hiu isap (Chiloseyllium punctatum) dan hiu pasir (Odontaspididae) yang didapat dari nelayan setempat tersebut tidak termasuk jenis ikan hiu yang dilindungi di Indonesia dan dijual dengan harga mulai dari Rp30 ribu hingga Rp200 ribu per kg tergantung ukuran dan kualitas. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.
Daging ikan hiu yang diperjualbelikan. Foto: ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Jakarta -

Hiu adalah salah satu predator yang ditakuti dan dikenal sebagai hewan yang terkuat di lautan dan memiliki gigi yang tajam. Tapi, apakah Muslim boleh mengonsumsi daging ikan hiu?

Binatang yang hidup di air ada dua jenis yaitu yang hidup di laut dan di air tawar atau di darat. Untuk dapat mengonsumsinya, binatang laut tidak perlu disembelih. Akan tetapi binatang laut yang hendak dimakan harus dimatikan terlebih dulu.

Lalu bagaimana dengan hiu yang termasuk ke dalam binatang laut yang buas?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, "Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram." (H.R. Muslim).

Dalam Hadits dari Abi Tsa'labah, disebutkan pula, "Rasulullah SAW melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring." (HR. Bukhari dan Muslim).

ADVERTISEMENT

Hadits yang lain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Rasulullah saw melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram." (H.R. Muslim).

Menurut Majelis Ulama Indonesia dalam laman Halal MUI dijelaskan bahwa para ulama berpendapat kalau dilihat teks haditsnya, dan Asbabul Wurud hadits yang menjelaskan masalah binatang buas tersebut, maka itu berlaku terbatas hanya bagi binatang darat. Tidak termasuk binatang air atau laut atau ikan atau hewan laut. Sehingga para ulama pun memahami demikian. Karena untuk kasus hewan laut, ada dalil/nash lain yang bersifat "Lex Specialis", sebagai ketentuan khusus, yang menyatakan kehalalan mengkonsumsi binatang laut.

Dalam kaidah Kaidah Fiqhiyyah disebutkan satu ungkapan, "Maa min 'aammin illa lahu khossh". Setiap ketentuan yang bersifat umum, maka ada ketentuan khususnya. Dan ketentuan khusus itu bersifat Qoth'i, menjadi dalil yang kuat.

Dilansir dari buku Fiqih tulisan Udin Wahyudin menjelaskan bahwa air laut dapat dipakai bersuci dan semua binatang hidup di dalamnya halal dimakan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ ٱلَؚْحْرِ وَطَعَامُهُۥ مَتَٰعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ ٱلَؚْرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ إِلَيْهِ تُحْ؎َرُونَ

Artinya: "Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan."

Ahmad Zacky El-Safa dalam bukunya berjudul Nikmat Ibadah, para ahli fikih yang mengecualikan bangkai bintang laut, berpendirian pada hadits shahih mengenai hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir RA di dalam hadist tersebut dikatakan:

أَنَّهُمْ أَكَلُوْ امِنَ الْحُوْتِ الَّذِي رَمَاهُ الَؚْحْرُ أَيَّامًا وَتَزَوَّدُوا مِنْهُ وَأَنَّهُمْ إِخَؚْرُ وا ؚِذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَحْسَنَ فِعْلَهُمْ وَسَأَلَهُمْ هَلْ يَؚْقَى مِنْهُ ؎َيْ؊ً

Artinya: "Bahwa para sahabat makan daging ikan hut (hiu) yang terdampar dari lautan (yang) sudah berhari-hari, bahkan mengambil bekal dari ikan itu. Lalu mereka memberi kabar akan kejadian tadi kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah menilai baik perbuatan mereka, bahkan menanyakan kepada mereka, apakah dagingnya masih tersisa." (HR. Jabir)

Hadits di atas merupakan dalil, bahwa Nabi memakan ikan hiu bukan lantaran terpaksa. Di samping itu, para ahli fikih juga berdalil kepada hadits:

الطَّهُورُ مَا؀ُهُ وَالْحِلُ مَيْتَتُهُ

Artinya: "Laut itu suci, dan airnya (juga) menyucikan, serta halal bangkainya".

Maka para ulama sepakat bahwa semua jenis ikan laut itu hukumnya halal untuk dikonsumsi, kecuali yang menimbulkan mudharat atau berbahaya bagi kesehatan. Sehingga apakah hewan laut itu ganas, atau buas, atau berbentuk seperti anjing laut, babi laut, maka secara umum, itu semua halal hukumnya untuk dikonsumsi.

Akan tetapi di Indonesia, ikan hiu adalah makanan yang tidak lazim dikonsumsi dan jadi salah satu spesies yang dilindungi untuk daerah tertentu. Salah satunya Raja Ampat.

Mengutip laman Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat dijelaskan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2012 tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta dan jenis-jenis ikan tertentu di Perairan Laut Raja Ampat, Kabupaten Raja Ampat adalah suaka hiu yang berarti bahwa semua jenis hiu dilindungi di Raja Ampat.

"Menangkap, membunuh, mencederai, memperdagangkan atau memiliki spesies hiu apapun, termasuk bagian tubuh dari hiu (misalnya sirip hiu) adalah ilegal di Raja Ampat," tulis di laman tersebut.




(lus/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads