Dalam ajaran Islam, sering kali kita mendengar istilah mahram dan muhrim. Kedua kata ini terdengar mirip dan sering dianggap sama, padahal memiliki makna yang sangat berbeda. Memahami perbedaan keduanya sangat penting, terutama dalam konteks hukum pernikahan dan ibadah.
Perbedaan Mahram dan Muhrim
Secara etimologi, mahram dan muhrim berasal dari akar kata yang berbeda.
Mahram
Mahram berasal dari kata haram yang memiliki arti 'dilarang' atau 'tidak diperbolehkan'. Menurut Quraish Shihab dalam bukunya Ensiklopedia Al-Qur'an: Kajian Kosakata, mahram merujuk pada individu-individu yang haram atau tidak boleh dinikahi selamanya karena adanya hubungan kekeluargaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad Sarwat dalam bukunya Ensiklopedia Fikih Islam: Pernikahan menjelaskan lebih lanjut bahwa mahram adalah wanita yang diharamkan untuk dinikahi secara permanen, baik karena hubungan darah (kerabat), persusuan, maupun pernikahan.
Muhrim
Sebaliknya, muhrim berasal dari kata ahrama-yuhrimu-ihraman yang memiliki arti 'mengerjakan ibadah ihram'. Hanif Luthfi dalam buku Haram Tapi Bukan Mahram menjelaskan muhrim adalah sebutan untuk orang yang sedang dalam kondisi ihram, yaitu ketika sedang menjalankan ibadah haji atau umrah.
Jadi, ketika seseorang telah mengenakan pakaian ihram di area miqat (batas dimulainya ibadah haji/umrah) dan menghindari segala larangan ihram, ia disebut sebagai muhrim.
Jenis-jenis Mahram dalam Islam
Dalam Islam, mahram dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu Mahram Mu'abbad dan Mahram Mu'aqqat. Keduanya dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 23.
Berikut penjelasan mengenai dua jenis mahram tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam buku 30 Masalah Penting Seputar Fikih Muslimah karya Aini Aryani, Lc.:
1. Mahram Mu'abbad (Mahram Abadi)
Mahram Mu'abbad adalah orang yang haram dinikahi selamanya. Kategori ini terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan sebabnya:
Hubungan Nasab (Keturunan)
- Ibu kandung dan ke atas (nenek, dan seterusnya).
- Anak kandung dan ke bawah (cucu, dan seterusnya).
- Saudara perempuan (sekandung, seayah, atau seibu).
- Bibi dari pihak ayah dan ibu.
- Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Hubungan Pernikahan
- Ibu mertua dan ke atas.
- Anak tiri dari istri yang telah digauli.
- Menantu perempuan dan ke bawah.
- Ibu tiri.
Hubungan Persusuan
- Ibu susuan dan kerabatnya ke atas.
- Saudara perempuan sesusuan.
- Anak perempuan dari hubungan sesusuan.
- Ibu mertua sesusuan.
- Istri ayah susuan.
- Istri anak susuan.
- Anak perempuan istri susuan.
Mahram Mu'aqqat (Mahram Sementara)
Mahram Mu'aqqat adalah orang yang haram dinikahi dalam jangka waktu tertentu. Namun, jika alasan larangan itu hilang, maka mereka bisa menikah. Contohnya adalah:
- Adik/kakak ipar: Seseorang tidak boleh menikahi dua orang yang bersaudara dalam satu waktu. Namun, jika istri pertama meninggal dunia atau diceraikan dan masa iddahnya telah berakhir, saudara perempuannya boleh dinikahi.
- Bibi dari istri: Seseorang tidak boleh menikahi seorang wanita bersamaan dengan bibi atau keponakannya.
- Perempuan kelima: Pria tidak boleh menikahi lebih dari empat wanita. Seseorang baru bisa menikahi perempuan kelima jika salah satu dari empat istrinya meninggal atau dicerai.
- Perempuan musyrik penyembah berhala: Haram dinikahi sampai ia masuk Islam.
- Perempuan yang masih menjalani masa iddah: Perempuan yang masuk kategori ini haram untuk dinikahi sampai masa iddahnya selesai.
- Perempuan yang telah ditalak tiga: Haram dinikahi sampai ia menikah dengan pria lain, lalu bercerai, dan masa iddahnya berakhir.
Dengan memahami perbedaan ini, umat Islam bisa lebih jelas dalam membedakan antara batasan pernikahan dan istilah dalam ibadah haji, sehingga tidak ada lagi kebingungan dalam praktik syariat.
Wallahu a'lam.
(hnh/kri)
Komentar Terbanyak
Ketum PBNU Gus Yahya Minta Maaf Undang Peter Berkowitz Akademisi Pro-Israel
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Negara Arab Kompak Katakan Israel Lakukan Genosida di Gaza