Pernikahan adalah salah satu ibadah dalam Islam yang bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah. Namun, dalam praktiknya tidak jarang muncul persoalan ketika dua insan yang berbeda agama ingin menikah.
Beberapa kali dijumpai pasangan calon pengantin yang memiliki beda keyakinan. Untuk bisa melangsungkan pernikahan, mereka kemudian memeluk Islam dan menjadi mualaf.
Dalam Islam, masalah ini perlu ditinjau dari sisi akidah, hukum pernikahan, dan niat seseorang dalam memeluk agama Islam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Islam dan Persyaratan Pernikahan
Dikutip dari buku Pendidikan Hukum Perkawinan Muallaf Sebelum Masuk Islam karya Endang Sedia Ningrum, Islam menetapkan syarat bahwa pernikahan hanya sah jika dilakukan antara pasangan muslim, atau seorang muslim dengan wanita ahli kitab (Yahudi atau Nasrani) dengan syarat tertentu.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 221,
وَلَا تَنكِحُوا۟ ٱلْمُشْرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا۟ ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ يَدْعُونَ إِلَى ٱلنَّارِ ۖ وَٱللَّهُ يَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱلْجَنَّةِ وَٱلْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِۦ ۖ وَيُبَيِّنُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang muslim tidak boleh menikahi orang musyrik kecuali setelah orang tersebut memeluk Islam. Dengan demikian, pernikahan beda agama dalam Islam secara hukum tidak diperbolehkan, kecuali dengan ketentuan khusus terhadap wanita ahli kitab.
Hukum Masuk Islam Demi Menikah
Dilansir dari laman Kementerian Agama Kota Malang, dijabarkan dalam Islam, pernikahan memiliki aturan yang jelas terkait sah atau tidaknya suatu ikatan. Salah satu pembahasan yang cukup penting adalah mengenai pernikahan sesama non-Muslim dan bagaimana statusnya ketika salah satu atau keduanya memeluk Islam.
Pernikahan sesama non-Muslim yang asli, bukan murtad, pada dasarnya dihukumi sah. Dasar hukum ini bersumber dari sebuah riwayat tentang Ghailan.
Sebelum masuk Islam, Ghailan memiliki sepuluh orang istri. Ketika ia memeluk Islam, Rasulullah SAW memerintahkannya untuk menceraikan enam di antara mereka dan hanya mempertahankan empat istri.
Nabi SAW tidak memerintahkannya untuk memperbarui akad nikah dengan keempat istri yang tetap bersamanya. Dari kasus ini dapat dipahami bahwa pernikahan yang dilakukan oleh sesama non-Muslim dianggap sah.
Jika pasangan suami-istri yang non-Muslim masuk Islam secara bersamaan, maka mereka tidak perlu memperbarui akad nikah. Status pernikahannya tetap sah dan nasab anak-anak mereka juga tetap sah kepada ayahnya.
Para ulama juga bersepakat bahwa pernikahan sesama orang kafir yang kemudian masuk Islam pada waktu yang sama tidak perlu diulang, selama tidak terdapat larangan pernikahan karena hubungan darah, sepersusuan, atau sebab-sebab lain yang dilarang syariat.
Sejarah juga mencatat bahwa pada masa Rasulullah SAW, banyak pasangan suami-istri yang masuk Islam bersama. Mereka tetap melanjutkan kehidupan rumah tangganya tanpa harus memperbarui akad. Hal ini menunjukkan pengakuan sahnya pernikahan mereka setelah memeluk Islam.
Namun, persoalan menjadi berbeda jika hanya salah satu pasangan yang masuk Islam, sementara yang lain tetap bertahan pada agama sebelumnya. Dalam kondisi ini, hubungan suami-istri tidak boleh lagi berlanjut, khususnya dalam hal hubungan badan. Status pernikahan dianggap terputus, tetapi masih dalam posisi menggantung selama masa iddah.
Masa iddah dalam kasus ini sama seperti masa iddah wanita yang ditalak. Jika pasangan yang belum masuk Islam akhirnya mengikuti pasangannya dan masuk Islam sebelum masa iddah selesai, maka pernikahan tetap sah dan tidak perlu diulang.
Contoh kasus ini dapat dilihat pada pernikahan Zainab binti Rasulullah SAW dengan suaminya, Abu Al-Ash bin Rabi'. Zainab lebih dulu masuk Islam, sementara suaminya belum. Ketika akhirnya Abu Al-Ash masuk Islam dalam masa iddah Zainab, Rasulullah mengembalikan Zainab kepadanya tanpa harus memperbarui akad nikah.
Sebaliknya, jika pasangan baru memeluk Islam setelah masa iddah berakhir, maka pernikahan mereka telah batal. Untuk kembali melanjutkan kehidupan rumah tangga, mereka harus melakukan akad nikah ulang.
Dalam ranah fikih, apabila pernikahan sudah dianggap batal karena kondisi tersebut, maka pasangan suami-istri tetap disarankan untuk meresmikan perceraian secara hukum negara. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi dualisme hukum antara fikih dan aturan perundang-undangan.
Jika pernikahan sebelumnya tercatat di catatan sipil, maka proses perceraian dilakukan melalui Pengadilan Negeri. Sebaliknya, jika pernikahan dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), maka perceraian dilakukan melalui Pengadilan Agama. Prosedur ini tetap berlaku meskipun salah satu pasangan sudah memeluk Islam, sebab urusan pencatatan pernikahan mengikuti ranah administrasi negara, bukan semata berdasarkan keyakinan agama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernikahan sesama non-Muslim dihukumi sah, dan apabila keduanya masuk Islam secara bersamaan maka tidak perlu memperbarui akad nikah. Namun jika hanya salah satu pasangan yang masuk Islam, maka status pernikahan bergantung pada masa iddah.
Jika pasangan yang lain menyusul masuk Islam sebelum iddah berakhir, maka pernikahan tetap sah. Tetapi bila melewati masa iddah, maka pernikahan dianggap putus dan harus dilakukan akad ulang jika ingin melanjutkan.
Wallahu a'lam.
(dvs/inf)
Komentar Terbanyak
Ketum PBNU Gus Yahya Minta Maaf Undang Peter Berkowitz Akademisi Pro-Israel
Bisakah Tes DNA untuk Menentukan Nasab? Ini Kata Buya Yahya
Kelaparan di Gaza Kian Memburuk, Korban Anak Meningkat