Gaza Diserang Saat Kelaparan Memburuk, PBB: Ini Bencana Buatan Manusia

Gaza Diserang Saat Kelaparan Memburuk, PBB: Ini Bencana Buatan Manusia

Indah Fitrah - detikHikmah
Senin, 25 Agu 2025 08:45 WIB
FILE PHOTO: Palestinians wait to receive food from a charity kitchen, in Khan Younis, southern Gaza Strip, August 21, 2025. REUTERS/Hatem Khaled/File Photo
PBB Resmi Nyatakan Gaza Alami Bencana Kelaparan. Foto: REUTERS/Hatem Khaled
Jakarta -

Serangan terbaru Israel di Jalur Gaza kembali menewaskan warga sipil. Di saat yang sama, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa Gaza kini mengalami kelaparan parah akibat perang dan pembatasan bantuan. Kondisi ini disebut sebagai bencana buatan manusia.

Menurut laporan Arab News, sedikitnya 25 warga Palestina tewas pada Sabtu (23 Agustus 2025) akibat serangan dan tembakan militer Israel. Beberapa korban sedang berlindung di tenda-tenda pengungsian, sebagian lagi sedang mencari bantuan makanan.

Serangan udara di Khan Younis, wilayah selatan Gaza, menghantam area tenda pengungsi dan menewaskan sedikitnya 14 orang. Lebih dari separuh korban adalah perempuan dan anak-anak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seluruh Jalur Gaza sedang dibombardir... Di selatan. Di utara. Di mana-mana," kata Awad Abu Agala, paman dari dua anak yang tewas, mengutip dari Arab News. Ia mengatakan, anak-anak itu diserang saat berada di dalam tenda mereka pada malam hari.

Selain itu, di Gaza utara, lima orang dilaporkan tewas saat mencoba mencari bantuan makanan di dekat perbatasan Zikim. Menurut laporan rumah sakit dan Bulan Sabit Merah Palestina, enam orang lainnya juga tewas di wilayah lain. Militer Israel belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan korban jiwa ini.

ADVERTISEMENT

Kelaparan di Gaza Disebut Ulah Manusia oleh PBB

Pada Jumat lalu, organisasi Integrated Food Security Phase Classification (IPC) melaporkan bahwa Gaza mengalami kelaparan tingkat tertinggi atau fase katastropik. Ini adalah laporan pertama dalam sejarah yang menyatakan adanya kelaparan di kawasan Timur Tengah.

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyebut kondisi ini sebagai "bencana buatan manusia" dan kegagalan kemanusiaan.

"Kelaparan bukan karena tidak ada makanan, tetapi karena sistem-sistem penting untuk bertahan hidup sengaja dihancurkan" jelasnya, dikutip dari laman resmi PBB.

Menurut IPC, lebih dari 640.000 orang di Gaza akan mengalami kelaparan ekstrem hingga pada akhir September. Sekitar 1,14 juta orang lainnya berada dalam kondisi kekurangan pangan berat, dan ratusan ribu orang hampir tidak bisa makan sama sekali.

Koordinator Bantuan Darurat PBB, Tom Fletcher, menegaskan bahwa kelaparan ini seharusnya bisa dicegah. Ia menyampaikan bahwa makanan sebenarnya tersedia, tetapi tidak bisa masuk ke Gaza karena berbagai hambatan dari pihak Israel.

"Makanan menumpuk di perbatasan hanya beberapa ratus meter dari orang-orang yang kelaparan," kata Fletcher.

PBB juga mencatat bahwa jumlah anak-anak yang mengalami malnutrisi akut meningkat drastis. Pada bulan Juli, lebih dari 12.000 anak di Gaza menderita kekurangan gizi parah. Jumlah ini meningkat enam kali lipat dibandingkan awal tahun.

Israel Bantah Laporan Kelaparan di Gaza

Pemerintah Israel menolak laporan dari IPC dan menyebutnya sebagai "kebohongan secara terang-terangan". Benjamin Netanyahu menyalahkan kelompok Hamas dan menuduh mereka membuat rakyat Gaza kelaparan demi kepentingan politik.

Israel mengklaim telah mengizinkan masuknya bantuan ke Gaza, termasuk pengiriman lewat udara dan darat. Namun, PBB dan lembaga bantuan internasional mengatakan bahwa jumlah bantuan yang masuk masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan 2 juta penduduk Gaza.

Negosiasi Damai Israel dan Hamas Masih Buntu

Upaya untuk mencapai gencatan senjata belum menunjukkan hasil. Hamas mengatakan siap membebaskan sandera jika Israel menghentikan perang. Namun, mereka menolak menyerahkan senjata tanpa jaminan terbentuknya negara Palestina.

Perdana Menteri Netanyahu menyatakan telah memerintahkan dimulainya negosiasi untuk membebaskan sandera. Namun belum jelas apakah Israel akan kembali ke meja perundingan dengan mediator dari Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar.




(inf/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads