Benarkah Utang Jadi Dosa yang Tak Terampuni?

Benarkah Utang Jadi Dosa yang Tak Terampuni?

Hanif Hawari - detikHikmah
Kamis, 22 Mei 2025 18:30 WIB
Ilustrasi likuiditas perusahaan.
Ilustrasi utang. Foto: Josh Appel/Unsplash
Jakarta -

Utang diartikan sebagai suatu pinjaman berupa uang atau barang, baik kepada seseorang maupun kepada lembaga seperti bank, dengan jumlah tertentu. Berutang sering kali menjadi pilihan bagi seseorang yang berada dalam kondisi terdesak atau saat menghadapi kesulitan ekonomi.

Sebelum utang dilakukan, biasanya telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak bahwa pinjaman tersebut akan dibayarkan sesuai jumlah dan waktu yang disepakati. Meski demikian, Islam telah mengatur secara tegas bagaimana seseorang harus menyikapi utang, khususnya kewajiban untuk melunasinya.

Lantas, bagaimana jadinya jika seseorang tidak melunaskan utangnya sampai dia meninggal dunia?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dosa yang Tidak Terampuni

Dalam Buku Pintar Calon Haji, Fahmi Amhar menjelaskan bahwa seseorang yang wafat dalam keadaan syahid akan mendapatkan pengampunan atas seluruh dosanya dan dijanjikan masuk surga tanpa perhitungan amal. Namun, terdapat satu jenis dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT meskipun seseorang mati syahid.

Dosa yang tidak diampuni Allah adalah utang. Pernyataan ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash RA, yang menyatakan bahwa semua dosa orang yang gugur syahid akan diampuni kecuali utangnya.

ADVERTISEMENT

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Artinya: "Orang mati syahid itu diampuni segala dosanya kecuali utang." (HR Muslim)

Dalam bukunya yang berjudul Seputar Budak dan Yang Berutang: Seri Hukum Zakat, Abdul Bakir menjelaskan bahwa utang dapat menjadi salah satu penghalang seseorang untuk masuk surga Allah SWT.

Meskipun utang tersebut tidak disertai bunga atau riba, tetap saja akan menjadi beban yang berat jika belum dilunasi, karena tanggung jawabnya berkaitan langsung dengan hak sesama manusia, bukan semata-mata kepada Allah SWT.

Bahkan, orang yang berutang namun enggan membayarnya disamakan dengan perilaku kufur. Ini tercermin dari doa yang sering dipanjatkan oleh Rasulullah SAW, beliau memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kekufuran dan dari utang.

Menariknya, dua permohonan ini disebut memiliki keterkaitan erat, sebagaimana dipertanyakan oleh seorang sahabat ketika mendengar doa tersebut. Rasulullah SAW bersabda,

"Aku berlindung diri kepada Allah SWT dari kekufuran dan utang."

Kemudian ada seorang laki-laki bertanya, "Apakah engkau menyamakan kufur dengan utang, Ya Rasulullah?"

Beliau menjawab, "Ya!" (HR Nasa'i dan Hakim)

Hukuman Orang yang Tidak Membayar Utang

Dalam buku Berdamai dengan Kematian karya Komaruddin Hidayat, disebutkan beberapa konsekuensi berat yang akan dialami oleh orang yang enggan membayar utangnya.

1. Terhalang Masuk Surga

Seseorang yang meninggal dunia masih dalam keadaan memiliki utang yang belum dilunasi akan menghadapi rintangan untuk masuk surga, bahkan jika ia wafat dalam keadaan syahid. Penegasan mengenai hal ini terdapat dalam salah satu hadits Rasulullah SAW.

Dari Tsauban RA, Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa yang meninggal dalam keadaan terbebas dari tiga hal, yakni sombong, ghulul (khianat), dan utang, maka dia akan masuk surga." (HR Ibnu Majah)

2. Nasibnya Digantung ketika di Akhirat

Orang yang memiliki utang namun tidak menyelesaikannya akan menghadapi ketidakpastian nasib di akhirat, apakah ia akan masuk surga atau neraka. Hal ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam sebuah hadits.

"Jiwa (ruh) orang mukmin itu tergantung oleh utangnya sampai utangnya itu dilunasi". (HR Ahmad no. 10599, Ibnu Majah no. 2413, dan Tirmidzi no. 1078, 1079. Hadits ini dinilai shahih oleh Syekh Al-Albani.)

3. Pahalanya Dikurangi untuk Membayar Utang

Amalan kebaikan orang yang wafat dalam keadaan masih memiliki utang akan dikurangi sebagai bentuk pelunasan atas utangnya. Hal ini dijelaskan dalam salah satu hadits Rasulullah SAW.

"Barang siapa meninggal sementara ia mempunyai tanggungan utang satu dinar atau satu dirham, maka akan diganti dari pahala kebaikannya pada hari yang dinar dan dirham tidak berguna lagi." (HR Ibnu Majah)

Kewajiban Membayar Utang

Mengacu pada buku Catatan Harian Wafi Bagian 81-100, pentingnya melunasi utang selama masih hidup sangat ditekankan, hingga Rasulullah SAW pun menganjurkan agar setiap muslim segera membayar utangnya sebelum datangnya kematian. Anjuran ini diperkuat dengan sabda beliau dalam sebuah hadits.

لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ

Artinya: "Sungguh kalian pasti menunaikan hak-hak kepada pemiliknya pada hari kiamat. Hingga dituntut balas (qisas) untuk kambing tidak bertanduk dari kambing bertanduk yang dahulu menanduknya." (HR Muslim)

Membayar utang bukan hanya soal tanggung jawab moral, tetapi juga kewajiban agama yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Meskipun seseorang memiliki banyak amal baik atau bahkan mati syahid, utang yang belum dilunasi tetap menjadi penghalang untuk meraih surga.

Wallahu a'lam.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads