Benarkah Nikah Siri Dilarang sejak Zaman Umar RA?

Benarkah Nikah Siri Dilarang sejak Zaman Umar RA?

Devi Setya - detikHikmah
Rabu, 25 Des 2024 08:00 WIB
Akad nikah is Islamic prenuptial agreement. Indonesian’s weddingAkad nikah is Islamic prenuptial agreement. Indonesian’s wedding (Islamic marriage)
ilustrasi nikah siri Foto: Getty Images/iStockphoto/Nanang Sholahudin
Jakarta -

Pernikahan merupakan hal yang diatur secara syariat. Syarat dan rukun pernikahan pun telah dijelaskan melalui banyak dalil dalam Al-Qur'an dan hadits. Bagaimana dengan nikah siri?

Istilah nikah siri bukanlah hal yang baru di dunia modern seperti sekarang ini. Nikah siri telah menjadi hal yang terjadi sejak zaman Umar bin Khattab RA.

Pengertian Nikah Siri

Mengutip buku Nikah Siri: Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri karya Yani C. Lesar, nikah siri berasal dari bahasa Arab yang kemudian secara umum diserap dalam bahasa Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nikah siri terdiri dari dua kata yakni nikah dan siri. Istilah nikah menurut bahasa berarti pernikahan. Sedangkan istilah siri secara bahasa artinya rahasia. Berdasarkan pengertian tersebut, padanan kata nikah siri dapat diartikan pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia.

Di Indonesia, nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan agama, tetapi tidak dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam. Pasangan yang menikah secara siri tidak memiliki Akta Nikah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain nikah siri, di Indonesia dikenal juga dengan istilah nikah di bawah tangan.

ADVERTISEMENT

Merujuk buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan Dalam Islam karya Sakban Lubis, dalam pandangan ilmu fikih nikah siri adalah nikah yang tidak dihadiri dua orang saksi laki-laki atau dihadiri saksi tapi jumlahnya belum mencukupi. Nikah semacam ini tidak sah hukumnya.

Nikah Siri Telah Ada sejak Zaman Umar RA

Masih mengutip buku Fiqih Munakahat, nikah siri bukanlah istilah baru karena telah ada sejak zaman Umar bin Khattab RA.

Dari Imam Malik, ketika diberi tahu bahwa telah terjadi pernikahan yang tidak dihadiri oleh saksi kecuali hanya seorang lelaki dan seorang perempuan, maka ia berkata:

"Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Abu Az Zubair Al Maki berkata, "Pernah dihadapkan kepada Umar Ibnul Khattab suatu pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita, maka Umar berkata, "Ini adalah nikah siri, saya tidak membolehkannya. Sekiranya saya menemukannya, niscaya saya akan merajamnya." (HR Imam Malik)

Umar RA telah melarang nikah siri. Para ulama besar seperti Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi'i juga tidak membolehkan adanya nikah siri.

Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwasanya beliau bersabda, "Pelacur adalah wanita yang mengawinkan dirinya tanpa (ada) bukti." (HR Tirmidzi)

Hadits tersebut menegaskan bahwa pentingnya alat bukti (kesaksian) dalam pernikahan. Nikah tanpa disertai kehadiran para saksi ibarat seorang wanita yang berzina.

Menikah tanpa saksi sama artinya dengan pernikahan yang tidak sah. Dalam suatu riwayat, Ibnu Abbas RA berkata, "Pernikahan itu tidak sah tanpa adanya bukti."

Anjuran Mengumumkan Pernikahan

Pernikahan adalah kabar gembira yang harus diumumkan, bukan disembunyikan. Bahkan Rasulullah SAW bersabda tentang anjuran mengumumkan kabar pernikahan.

Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Umumkanlah pernikahan ini, laksanakanlah di masjid dan tabuhlah rebana." (HR Tirmidzi)

Dalam riwayat lain dari Muhammad bin Hathib al-Jahmi, ia menyebutkan, Rasulullah SAW bersabda, "Pembeda antara hal yang haram dan halal adalah memukul rebana dan menyanyi." (HR Tirmidzi)

Menurut imam al-Kahlami dalam kitab Subul as Salam, hadits-hadits tersebut menunjukkan perintah untuk mengumumkan pernikahan.

Berita pernikahan juga bisa dikabarkan melalui acara walimah atau perayaan pernikahan yang mengundang tamu untuk makan.

Dalam buku Malam Pertama Pernikahan dan Walimah (Pesta) Pernikahan karya Dr. Musthafa Murad, walimah boleh digelar sebagai bentuk memberikan kabar pernikahan. Dalam hadits dari Anas RA, bahwa dia berkata,

"Rasulullah SAW pernah singgah di suatu tempat antara Khaibar dan Madinah selama tiga malam, di mana pada saat itu beliau menikahi Shafiyyah. Aku pun lalu mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimah pernikahan beliau. Dalam walimah itu (tidak ada makanan apapun) kecuali beliau memerintahkan untuk (menggelar) tikar yang terbuat dari kulit yang telah disamak, maka tikar itu pun digelar."




(dvs/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads