Pernikahan dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan syariat. Di Tanah Air, pernikahan juga akan dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) sehingga diakui oleh negara.
Namun tak sedikit orang yang melakukan pernikahan tanpa pencatatan resmi di KUA yaitu nikah siri. Sehingga pelaksanaan pernikahan ini tidak memiliki akta nikah yang diterbitkan oleh pemerintah.
Di sisi lain, nikah siri punya stigma negatif di masyarakat karena menggelar pernikahan secara diam-diam alias tanpa atau sedikit orang yang tahu. Lantas, bagaimana hukum nikah siri dalam Islam?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Nikah Siri dalam Syariat Islam
Mengutip buku Fiqih Nawazil: Empat Perspektif Pendekatan Ijtihad Kontemporer oleh Helmi Basri, hukum nikah siri ada yang sah dan ada yang tidak, tergantung bentuknya.
Dalam syariat sendiri, nikah siri terdapat dua bentuk: 1. nikah secara diam-diam dan tidak menyempurnakan rukun dan syarat pernikahan, 2. nikah diam-diam dengan menyempurnakan rukun dan syarat tapi tanpa dicatat resmi di KUA. Berikut penjelasan hukumnya:
Hukum Nikah Siri yang Tidak Sempurna Rukun dan Syaratnya
Nikah siri yang tidak memenuhi rukun dan syarat pernikahan sesuai syariat, hukumnya adalah haram. Pernikahannya tidak sah dan kedudukannya sama dengan zina, mengutip buku Seri Fiqih Kehidupan 8: Pernikahan oleh Ahmad Sarwat.
Pernikahan siri satu ini dihukumi haram karena syarat dan rukun nikah tidak dipenuhi, seperti tidak adanya wali dan saksi. Hal ini didasarkan pada sabda Rasul SAW:
"Perempuan yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya batal (diulang sampai tiga kali). Apabila seseorang laki-laki mengumpuli perempuan maka perempuan tersebut berhak atas mahar. Apabila mereka bertengkar maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali." (HR Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah RA).
Ada juga fatwa dari sahabat Abdullah bin Abbas RA, "Semua pernikahan yang tidak menghadirkan 4 pihak maka termasuk zina; calon pengantin, wali, dan 2 saksi yang adil."
Jumhur ulama sepakat bahwa posisi wali termasuk salah satu rukun nikah. Tanpa adanya wali maka akad nikah menjadi batal. Begitu juga jika pernikahan tidak disaksikan minimal oleh dua orang saksi, maka tidak sah pernikahannya.
Nikah siri seperti ini pernah terjadi pada masa Umar bin Khattab dan beliau dengan tegas melarangnya. Imam Malik meriwayatkan dari Abu Az-Zubair Al-Maki, ia berkata:
"Pernah dihadapkan kepada Umar bin Khattab, suatu pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Maka Umar berkata, 'Ini adalah nikah siri. Saya tidak membolehkannya. Sekiranya saya menemukannya, niscaya saya akan merajamnya."
Dengan begitu telah jelas bahwa nikah siri dengan bentuk satu ini tidak diperbolehkan dalam Islam karena tidak memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan oleh syariat.
Hukum Nikah Siri dengan Menyempurnakan Rukun dan Syarat tapi Tanpa Pencatatan Resmi
Hukum nikah siri yang tidak tercatat resmi di KUA meski syarat dan rukunnya lengkap adalah sah menurut hukum Islam, tapi bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di Tanah Air.
Dari perspektif agama, keabsahan nikah siri satu ini tidak diragukan lagi karena rukun dan syaratnya telah dipenuhi. Namun pernikahan ini melanggar peraturan karena tidak ada pencatatan resmi.
Pencatatan nikah dinilai memiliki kemaslahatan bagi pernikahan dalam melindungi hak-hak dan kewajiban suami istri. Mengingat perselisihan besar yang mengarah ke perceraian mungkin terjadi dalam rumah tangga, jika hal itu terjadi maka bisa diproses dan dilayani secara perdata oleh pengadilan. Persengketaan lainnya seperti harta warisan juga dapat dihindari.
Untuk membuktikan anak kandung yang lahir pun memerlukan akta kelahiran yang dibuat dengan melampirkan akta pernikahan dari KUA. Dengan berbagai kemaslahatan dari pencatatan pernikahan resmi, maka nikah siri bentuk ini lebih baik dihindari.
Di sisi lain, pencatatan nikah juga termasuk aturan yang telah ditetapkan negara lewat perundang-undangan. Menurut syariat, mentaati pemimpin adalah suatu keharusan, selagi tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadits. Jadi, mengikuti peraturan pemerintah dalam hal pencatatan pernikahan adalah sebuah kewajiban.
Demikian nikah siri yang tidak dicatat resmi di KUA mesti dihindari sebab bisa mendatangkan kesulitan bagi kehidupan rumah tangga ke depannya, meski keabsahan pernikahannya menurut agama tetap sah. Wallahu a`lam.
(azn/row)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Acara Habib Rizieq di Pemalang Ricuh, 9 Orang Luka-1 Kritis