Jangan Menghina dan Tertawa Terbahak-bahak, Begini Adab Rasulullah saat Bercanda

Jangan Menghina dan Tertawa Terbahak-bahak, Begini Adab Rasulullah saat Bercanda

Indah Fitrah - detikHikmah
Kamis, 05 Des 2024 20:45 WIB
Ilustrasi Bercanda, mengobrol.
Ilustrasi bercanda. Foto: Mohammad Mardani/Unsplash
Jakarta -

Dalam kehidupan sehari-hari, bercanda merupakan salah satu cara yang sederhana untuk menciptakan kegembiraan bersama orang-orang di sekitar kita. Bercanda dapat mempererat hubungan, menciptakan suasana akrab, dan membawa kegembiraan bagi siapa saja.

Namun, apakah semua candaan dapat diterima? Di dalam Islam, bercanda memiliki adab yang perlu dijaga, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau adalah pribadi yang humoris, namun tetap menjaga kehormatan dan kesopanan dalam candaannya.

Menurut buku Adab Bercanda dalam Islam karya Hafidz Muftisany, memahami adab bercanda yang sesuai dengan ajaran Islam merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rasulullah SAW sendiri sering bercanda dengan istri, cucu, dan para sahabatnya semasa hidup. Namun, beliau selalu melakukannya dengan cara yang santun dan penuh etika.

Adab Bercanda sesuai Teladan Rasulullah SAW

Bagaimana sebaiknya kita meneladani cara Rasulullah SAW dalam bercanda? Mari kita bahas lebih lanjut berikut ini.

ADVERTISEMENT

1. Tidak Membawa Nama Allah SWT

Saat bercanda, sebaiknya kita tidak menyebut atau melibatkan nama Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 65-66 yang berbunyi:

وَلَ؊ِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَُؚ ۚ قُلْ أَؚِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۊ وَرَسُولِهِۊ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
Arab-Latin: wa la`in sa`altahum layaqụlunna innamā kunnā nakhụឍu wa nal'ab, qul a billāhi wa āyātihī wa rasụlihī kuntum tastahzi`ụn

Artinya: Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"

2. Tidak Berbohong

Bohong merupakan perilaku yang tercela. Rasulullah SAW pernah mengingatkan kita untuk menghindari kebohongan, bahkan ketika sedang bercanda.
Hadis riwayat Abu Dawud menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Celakalah orang yang berkata-kata dan menyusun cerita dusta untuk membuat orang lain tertawa. Celaka baginya, celaka baginya."

3. Tidak Mencela Satu Sama Lain

Dalam bercanda, hendaknya tidak ada saling mencela, karena hal ini bisa menyebabkan perasaan lawan bicara terluka.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat Ayat 11:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَاَؚزُوا۟ ؚِٱلْأَلْقَؚِٰ ۖ ؚِ؊ْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ َؚعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُؚْ فَأُو۟لَٰٓ؊ِكَ هُمُ ٱل؞َّٰلِمُونَ

Arab-Latin: Yā ayyuhallaŌīna āmanụ lā yaskhar qaumum ming qaumin 'asā ay yakụnụ khairam min-hum wa lā nisā`um min nisā`in 'asā ay yakunna khairam min-hunn, wa lā talmizÅ« anfusakum wa lā tanābazụ bil-alqāb, bi`sa lismul-fusụqu ba'dal-Ä«mān, wa mal lam yatub fa ulā`ika humuẓ-ẓālimụn

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

4. Tidak Tertawa yang Berlebihan

Islam memperbolehkan umatnya untuk tertawa, namun hal tersebut harus tetap dalam batas yang wajar dan tidak berlebihan.

Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah terlalu sering tertawa, karena sering tertawa dapat membuat hati menjadi mati." (Shahih Sunan Ibnu Majah no 3400).

Dalam riwayat lainnya, Aisyah RA menyatakan, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah tertawa terbahak-bahak hingga tampak lidahnya, beliau hanya tersenyum."

5. Tidak Menghina atau Menyakiti dengan Perkataan Buruk

Terkadang, ada beberapa orang suka membuat candaan tentang penampilan fisik seseorang. Nabi Muhammad SAW mengingatkan agar kita tidak menghina atau mengejek kondisi fisik seseorang, karena Allah dapat memberikan rahmat kepada orang yang kita hina dan bisa jadi menguji kita dengan hal yang sama.

حَدَّثَنَا عُمَرُ ؚْنُ إِسْمَعِيلَ ؚْنِ مُجَالِدٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ ؚْنُ غِيَاثٍ Ø­ قَالَ و أَخَؚْرَنَا سَلَمَةُ ؚْنُ ؎َؚِيٍؚ حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ ؚْنُ الْقَاسِمِ الْحَذَّاءُ الَؚْصْرِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ ؚْنُ غِيَاثٍ عَنْ ُؚرْدِ ؚْنِ سِنَانٍ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ وَاثِلَةَ ؚْنِ الْأَسْقَعِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُ؞ْهِرْ ال؎َّمَاتَةَ لِأَخِيكَ فَيَرْحَمَهُ اللَّهُ وَيَؚْتَلِيكَ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيٌؚ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Umar bin Isma'il bin Mujalid Al Hamdani, dari Mukhul dari Watsilah bin Al Asqa' berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu merasa senang atas bencana yang menimpa saudaramu, karena siapa tahu Allah kemudian hari memberinya rahmat dan sebaliknya mengujimu." (HR Tirmidzi)

Hadis ini mengingatkan kita untuk tidak suka mengejek atau mengolok-olok ketika seseorang mengalami musibah, kekurangan fisik, atau memiliki cacat.

Meneladani Cara Rasulullah Tertawa

Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok teladan dalam kehidupan sehari-hari, namun beliau juga sering melontarkan gurauan dengan sahabat dan kaumnya. Meski demikian, gurauan beliau tidak pernah berlebihan atau kaku.

Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam Syarah Syama'il Nabi Muhammad menjelaskan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat fasih dalam berbicara, yang bahkan mampu memikat hati orang, termasuk musuh-musuh beliau.

Meskipun tertawa, Rasulullah SAW hanya menampilkan senyuman, dan hanya tertawa lepas saat ada hal yang memang layak ditertawakan, serta tidak pernah tertawa terbahak-bahak..

Tawa Rasulullah SAW terdiri dari tiga jenis, yaitu:

  • Tertawa karena kegembiraan
  • Tertawa karena hal yang layak ditertawakan
  • Tertawa karena amarah

Rasulullah SAW sering bergurau untuk mengakrabkan diri dan menyenangkan hati, namun beliau melarang gurauan yang berisi kebohongan.

Sejumlah riwayat hadits hingga ayat Al-Qur'an pernah menceritakan bagaimana Rasulullah SAW bergurau dengan sahabat maupun orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut dikutip dari Imam At Tirmidzi dalam Syamail Muhammad SAW, salah satunya dari riwayat Anas bin Malik RA.

Contoh gurauan beliau adalah ketika seorang laki-laki meminta tunggangan kepada Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah SAW malah merujuknya untuk menunggangi seekor anak unta. Beliau berkata,

"Engkau bisa menunggang seekor anak unta."

Lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah SAW, apa yang bisa saya lakukan dengan seekor anak unta?"

Rasulullah SAW lalu menjawab, "Bukankah setiap unta dewasa juga dilahirkan oleh unta yang pernah kecil?" (HR Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Gurauan lainnya terjadi saat Rasulullah SAW bercanda dengan Zahir, seorang lelaki Badui, dan juga dengan seorang nenek yang meminta doa untuk masuk surga, dengan menjelaskan bahwa di surga nenek-nenek akan kembali menjadi gadis muda. Meskipun beliau sering bergurau, Rasulullah SAW memastikan bahwa segala yang diucapkannya selalu benar.




(inf/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads