Dalam Islam, seorang pemimpin memiliki peran yang besar dalam menjaga keadilan dan kesejahteraan umat. Sebagai rakyat, sikap terhadap pemimpin bukanlah hal yang bisa dianggap remeh, karena dari sikap para rakyatnya ini, kinerja seorang pemimpin tersebut akan terpengaruhi.
Islam pun telah mengajarkan umatnya untuk memiliki sikap yang tepat dalam berinteraksi, atau menanggapi kinerja dari pemimpin, sekalipun pemimpin tersebut dibenci. Lantas, bagaimana seharusnya sikap terhadap pemimpin menurut ajaran Islam? Berikut penjelasannya.
Sikap terhadap Pemimpin Menurut Ajaran Islam
Merangkum buku Al-Qur'an dan Sunnah Berbicara tentang Kekuasaan yang disusun oleh Thaha Ahmad Az Zaidi, berikut adalah beberapa sikap terhadap pemimpin menurut ajaran Islam yang sebaiknya dilakukan oleh kaum muslimin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Kewajiban Menaati Pemimpin dalam Kebajikan
Taat kepada pemimpin merupakan sebuah sikap terhadap pemimpin menurut ajaran Islam yang wajib dilakukan oleh seorang muslim. Allah SWT menjadikan pemimpin dalam urutan ketiga yang harus ditaati setelah Dia dan Rasul-Nya. Tercantum dalam salah satu firman-Nya surah An-Nisa ayat 59,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat)."
Namun, dikutip dari buku Fiqh Jinayah yang ditulis oleh Nurul Irfan, kewajiban menaati pemimpin ini menjadi gugur jika mereka membawa rakyatnya kepada kemaksiatan.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرُ بِالْمَعْصِيَةِ فَإِذَا أَمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda, "Mendengar dan menaati pemimpin hukumnya haq (wajib) selama tidak memerintahkan kemaksiatan. Jika diperintah untuk melakukan kemaksiatan, tidak wajib mendengar dan menaati. (HR. Al-Bukhari)
2. Membantu Pemimpin untuk Menegakkan Kebenaran
Sikap terhadap pemimpin menurut ajaran Islam yang bisa ditunaikan selanjutnya adalah dengan membantu, mematuhi, memerintahkan, dan mengingatkan mereka untuk menjalankan kebenaran. Mengingatkan para pemimpin dalam hal ini juga harus dilakukan dengan lemah lembut dan tidak melakukan perlawanan terhadap mereka, seperti dengan cara memberontak.
Imam An-Nawawi berkata, "Adapun nasehat untuk para pemimpin kaum muslimin adalah membantu mereka menegakkan kebenaran, mematuhi mereka dalam kebenaran, memerintahkan mereka untuk menjalankan kebenaran, mengingatkan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka akan hak-hak kaum muslimin yang belum terpenuhi dan mereka belum mengetahui akan hal itu, tidak melancarkan perlawanan terhadap mereka, dan menumbuhkan kesadaran di hati masyarakat untuk mematuhi mereka."
Para rakyat juga wajib mencegah pemimpin mereka dari kekejaman dengan cara yang baik. Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, "Salah satu nasehat terbesar untuk mereka adalah mencegah mereka dari kelaliman dengan cara yang terbaik."
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, "Wahai manusia, aku telah ditunjuk sebagai pemimpin kalian, dan aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Maka dari itu, jika aku berbuat baik, maka bantulah aku, dan jika aku membuat kesalahan, maka luruskanlah aku." Di sini, Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada rakyatnya untuk meluruskannya ketika dia melakukan kesalahan.
Umar bin Al-Khathab juga berkata, "Orang yang paling aku sukai adalah orang yang mau memberitahukan aibku kepadaku." Dia juga berkata, "Aku khawatir jika aku melakukan kekeliruan, maka tidak ada seseorang dari kalian yang mau mengingatkanku karena takut dan segan kepadaku."
3. Larangan Melakukan Perlawanan Bersenjata
Seorang muslim dilarang untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap pemimpin, meskipun seorang muslim telah mengetahui dan membenci kemungkaran mereka.
Al-Khithabi mengatakan, "Di antara bentuk nasehat buat para pemimpin kaum muslimin adalah salat di belakang mereka, berjihad bersama dengan mereka, menyerahkan zakat kepada mereka, tidak melakukan perlawanan bersenjata terhadap mereka jika mereka melakukan suatu ketidakadilan atau perlakuan yang buruk, tidak menjilat kepada mereka dengan pujian palsu, dan mendoakan kebaikan buat mereka. Semua itu jika yang dimaksudkan dengan para imam kaum muslimin di sini adalah para khalifah, pemimpin dan pejabat yang memegang wewenang mengelola urusan kaum muslimin."
Dalam riwayat lain, dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Akan ada para amir, lalu kalian mendapati perkara yang makruf dan perkara yang munkar dari mereka. Maka barang siapa yang mengetahui kemungkaran mereka dan membencinya, maka dia bebas, dan barang siapa yang mengingkari kemungkaran mereka, maka dia selamat, akan tetapi yang tidak selamat adalah orang yang menyetujuinya dan mengikutinya." Mereka berkata, "Apakah kami boleh memerangi mereka?" Beliau menjawab, "Tidak, selama mereka masih salat." (HR. Muslim)
4. Amar Ma'ruf Nahi Mungkar kepada Pemimpin
Ajaran Islam memperbolehkan mengkritik para pemimpin, namun dengan kritikan yang lemah lembut, dan tindakan yang benar. Mengkritik mereka juga harus disertai dengan ilmu dan bukti yang cukup. Dalam buku 44 Teladan Kepemimpinan Muhammad, Herry Muhammad mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah,
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ
"Sesungguhnya jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim."
Kemudian, jika pemimpin telah melakukan kezaliman, seorang muslim tidak boleh mendukung dan membenarkan kebohongan mereka. Imam Tirmidzi dalam sebuah riwayatnya, "Saya meminta perlindungan pada Allah untukmu, wahai Ka'ab bin Ujrah, dari para pemimpin yang datang setelahku. Barangsiapa yang mendekati pintu-pintu mereka, lalu membenarkan mereka dalam kebohongan mereka, dan membantu mereka pada kezaliman, maka ia bukanlah termasuk ke dalam golonganku, dan aku bukan dari golongannya, dan ia tidak akan mendatangiku di telaga. Barangsiapa yang mendekati pintu-pintunya, atau tidak mendekati, kemudian tidak membenarkan dalam kebohongan mereka dan tidak menolong mereka pada kezaliman, maka ia adalah dari golonganku, dan aku adalah golongannya, dan ia akan mendatangiku di telaga (di hari Kiamat)."
5. Kewajiban Bersabar terhadap Pemimpin
Selain mematuhinya, sikap terhadap pemimpin menurut ajaran Islam yang harus ditunaikan seorang muslim selanjutnya adalah dengan bersabar dan tetap mendengarkan seluruh amanah pemimpin dalam hal kebajikan, walaupun seorang muslim telah membenci pemimpinnya.
Diriwayatkan oleh Jarir RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda kepadanya pada haji wada', "Suruh orang-orang untuk diam dan mendengarkan dengan seksama." Lalu beliau bersabda, "Janganlah sepeninggalku nanti kalian kembali menjadi orang-orang kafir, kalian saling memerangi antara sebagian dengan sebagian yang lain." (HR. Al-Bukhari)
Karena, jika sikap ini tidak ditunaikan, seorang muslim akan mati dalam keadaan jahiliah. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa membenci sesuatu dari pemimpinnya, maka hendaklah dia bersabar, karena barang siapa pergi meninggalkan sultan sejengkal, maka dia mati dengan kematian jahiliyah." (HR. Al-Bukhari)
(inf/inf)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal