ICC Incar Pemimpin Junta Myanmar soal Dugaan Persekusi Muslim Rohingya

ICC Incar Pemimpin Junta Myanmar soal Dugaan Persekusi Muslim Rohingya

Kristina - detikHikmah
Kamis, 28 Nov 2024 16:20 WIB
Sabtu (27/3) lalu, merupakan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar. Parade besar-besaran digelar. Namun, dibalik itu semua 114 nyawa melayang di hari yang sama.
Jenderal Min Aung Hlaing. Foto: AP Photo/Associated Press
Jakarta -

Pengadilan Kriminal Internasional atau International Criminal Court (ICC) tengah mengincar pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing. Pihaknya akan mengeluarkan surat penangkapan atas kejahatan kemanusiaan.

Jaksa ICC, lapor Reuters pada Rabu (27/11/2024), akan mengusulkan surat perintah penangkapan bagi Min Aung Hlaing atas kejahatan kemanusiaan terkait dugaan penganiayaan terhadap kelompok minoritas Rohingya yang sebagian besar muslim.

Merespons hal itu, junta militer Myanmar dalam sebuah pernyataan kepada Reuters mengatakan negaranya bukan anggota pengadilan tersebut dan tidak mengakui pernyataan ICC.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui, satu juta warga Rohingnya melarikan diri untuk menghindari serangan militer Myanmar pada Agustus 2017. Sebagian besar dari mereka melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.

Penyelidik PBB menyebut serangan yang dilancarkan militer Myanmar itu sebagai "pembersihan etnis". Mereka menduga tentara, polisi, dan penduduk Buddha menghancurkan ratusan desa di negara bagian Rakhine, Myanmar barat yang terpencil, menyiksa penduduk saat melarikan diri, melakukan pembunuhan massal, dan pemerkosaan.

ADVERTISEMENT

Myanmar sendiri membantah tuduhan tersebut dan mengatakan pasukan keamanannya melakukan operasi yang sah terhadap militan yang menyerang pos polisi.

Peneliti Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi Bangladesh, Mohammed Zubair, mengatakan Min Aung Hlaing bertanggung jawab atas kejahatan terhadap Rohingya.

"Di bawah komandonya, militer membunuh ribuan orang Rohingnya dan menjadikan banyak perempuan dan gadis sebagai sasaran tindakan kekerasan seksual yang mengerikan," ujarnya.

Menurut laporan BBC, serangan terhadap Rohingya dimulai pada 2017 setelah militan Rohingya menyerang lebih dari 30 pos polisi di Myanmar. Pasukan kemudian merespons serangan itu dengan membakar desa, menyerang, dan membunuh warga sipil.

Badan amal medis Médecins Sans Frontières (MSF) mencatat setidaknya 6.700 warga Rohingya, termasuk 730 anak-anak balita, terbunuh dalam sebulan serangan itu.

Kekerasan terhadap Rohingnya memicu kecaman internasional. Namun, sulit untuk meminta pertanggungjawaban karena pemimpin Burma saat itu, Aung San Suu Kyi, menolak mengadili jenderalnya.




(kri/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads