Sejumlah ayat Al-Qur'an telah menerangkan proses penciptaan alam semesta. Dulu, langit dan bumi menyatu. Hal ini dibuktikan dalam surah Al-Anbiya ayat 30.
Surah Al-Anbiya adalah surah ke-21 yang terdiri dari 112 ayat. Al-Anbiya tergolong surah Makkiyah.
Dalam surah Al-Anbiya ayat 30, dijelaskan bahwa langit dan bumi dulunya merupakan suatu kesatuan yang padu, kemudian Allah SWT pisahkan keduanya. Berikut bacaan surah Al-Anbiya ayat 30 dan tafsir lengkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bacaan Surah Al-Anbiya Ayat 30: Arab, Latin, dan Artinya
اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ
Arab latin: Awalam yaral-lażīna kafarū annas-samāwāti wal-arḍa kānatā ratqan fa fataqnāhumā, wa ja'alnā minal-mā'i kulla syai'in ḥayy(in), afalā yu'minūn(a).
Artinya: "Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi, keduanya, dahulu menyatu, kemudian Kami memisahkan keduanya dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air? Maka, tidakkah mereka beriman?"
Tafsir Surah Al-Anbiya Ayat 30
Menurut Tafsir Al-Qur'an Kementerian Agama RI, dalam surah Al-Anbiya ayat 30 ini, Allah SWT mengungkapkan bahwa kaum musyrikin dan kafir Makkah tidak memperhatikan keadaan alam ini dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta. Padahal, dari berbagai peristiwa yang ada di alam ini, dapat diperoleh bukti-bukti yang jelas tentang adanya Allah SWT serta kekuasaan-Nya yang mutlak.
Langit dan bumi, yang dulunya merupakan suatu kesatuan yang padu, kemudian dipisahkan oleh Allah SWT. Bumi, sebelum menjadi tempat hidup bagi berbagai makhluk, adalah sebuah satelit, yaitu benda angkasa yang mengitari matahari.
Satelit bumi yang semula sangat panas, karena berputar terus-menerus, akhirnya lama-kelamaan menjadi dingin dan berembun. Embun ini kemudian lama-kelamaan mengendap menjadi gumpalan air yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup.
Mereka pun menyaksikan berbagai makhluk dan peristiwa satu demi satu secara nyata. Semua itu merupakan bukti yang jelas tentang adanya Maha Pencipta yang berbuat secara bebas dan Maha Kuasa atas segala yang dikehendaki-Nya. Dalam kitab Tafsir-nya, Ibnu Katsir mengutip pendapat dari 'Athiyyah al-'Aufi, ia berkata, "Dahulu, alam ini bersatu, tidak menurunkan hujan, lalu hujan pun turun. Dan dahulu alam ini bersatu, tidak menumbuhkan tanam-tanaman, lalu tumbuhlah tanam-tanaman."
Ada pula pendapat Sa'id bin Jubair, ia berkata, "Bahkan, dahulu langit dan bumi saling bersatu padu. Lalu, ketika langit diangkat dan bumi dihamparkan, maka itulah pemisahan keduanya yang disebutkan oleh Allah dalam Kitab-Nya." Al-Hasan dan Qatadah berkata, "Dahulu, keduanya menyatu, lalu keduanya dipisahkan dengan udara ini."
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar juga mengutip cerita dari Ismail bin Abu Khalid, yang menyebutkan bahwa langit dan bumi diciptakan oleh Allah SWT sendiri. Langit kemudian dipecah menjadi tujuh lapisan dan bumi pun dijadikan tujuh lapisan.
Pada lapisan bumi pertama, diciptakanlah penduduknya berupa jin dan manusia. Di sana digariskan untuk mengalirkan sungai dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Lautan pun diciptakan di atasnya dan dinamakan "ru'aq", dengan luasnya sepanjang perjalanan 50 tahun.
Kemudian, Allah SWT menciptakan bumi lapisan bumi kedua dengan panjang dan luas yang serupa dengan petala pertama. Di lapisan kedua ini, dihuni oleh makhluk yang memiliki mulut seperti anjing, tangan seperti manusia, telinga seperti sapi, dan bulu seperti kambing. Ketika dekat dengan kiamat, penghuni lapisan kedua ini akan dilemparkan ke bumi untuk bertemu dengan Ya'juj dan Ma'juj. Nama lapisan bumi kedua ini adalah Dakmaa.
Selanjutnya, Allah SWT menciptakan bumi petala ketiga, yang tebalnya mencapai 500 tahun perjalanan. Setengah dari petala ini adalah hawa dan udara yang menuju ke bumi. Petala keempat diciptakan dengan kegelapan, yang memiliki kala berbisa untuk menyengat penghuni neraka kelak. Kala ini sebesar bagal hitam, dengan ekor sepanjang ekor kuda, dan akan memangsa setengah dari penghuni neraka, untuk menguasai mereka, termasuk anak cucu Adam.
Lalu, Allah SWT menciptakan petala bumi kelima, dengan ketebalan, panjang, dan luas yang serupa dengan petala-petala sebelumnya. Di petala ini terdapat rantai, belenggu, dan tali untuk mengikat penghuni neraka. Selanjutnya, Allah menciptakan petala bumi keenam, yang dinamakan "Mad". Di sana terdapat batu hitam kersang, yang akan digunakan untuk menciptakan tanah bagi tubuh Nabi Adam AS. Batu ini akan dikirimkan pada hari kiamat.
Setiap batu tersebut sebesar gunung besar, yang terbuat dari belerang, dan akan digantungkan di leher orang-orang kafir. Batu ini akan membakar mereka hingga hangus, merusak wajah dan tangan mereka.
Terakhir, Allah SWT menciptakan petala bumi ketujuh, yang dinamakan "Aribah". Di sini terletak jahannam, yang memiliki dua pintu. Satu pintu bernama Sijjin, yang selalu terbuka, dan melalui pintu inilah orang-orang kafir akan dimasukkan. Sedangkan pintu yang bernama Al-Falaq tetap tertutup, tidak akan dibuka hingga hari kiamat.
Bukankah semua kenyataan ini seharusnya membuat orang-orang kafir itu beriman dan percaya bahwa semua ini terjadi karena Allah SWT yang mengaturnya?
Wallahu a'lam.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Rekening Isi Uang Yayasan Diblokir PPATK, Ketua MUI: Kebijakan yang Tak Bijak