Mengapa Nabi Muhammad SAW Diberi Gelar Al-Amin?

Mengapa Nabi Muhammad SAW Diberi Gelar Al-Amin?

Hanif Hawari - detikHikmah
Jumat, 16 Agu 2024 14:45 WIB
nabi muhammad
Ilustrasi Nabi Muhammad SAW (Foto: Shutterstock)
Jakarta -

Di antara sifat luhur Nabi Muhammad SAW yang terkenal dikalangan masyarakat Arab sebelum dirinya menjadi nabi dan rasul adalah jujur. Jauh sebelum beliau menjadi nabi dan rasul, Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan jiwa kepemimpinannya dikalangan masyarakat.

Menukil buku Fakta dan Khayal oleh Hamka dijelaskan, Al-Amin memiliki arti orang yang sangat dipercayai. Gelar tersebut diberikan kaum Quraisy sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul.

Mengutip buku Seni Kepemimpinan Ala Nabi karya Muhammad Wildan Aulia, gelar Al-Amin yang disematkan pada diri Nabi Muhammad SAW jauh sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul oleh Allah SWT. Pada saat itu, usia beliau masih remaja, sudah banyak masyarakat Arab yang memercayainya, bahkan ketika beliau jadi pedagang, banyak pedangan Arab yang menitipkan dagangannya pada beliau.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gelar Al-Amin semakin melekat pada Nabi Muhammad SAW ketika beliau menunjukkan keadilan dan kebijaksanaan dalam memutuskan perselisihan mengenai siapa yang paling berhak menempatkan Hajar Aswad di tempatnya. Gelar Al-Amin yang disandang oleh Nabi Muhammad SAW adalah bukti mulianya peringai dan kepribadian beliau, baik saat sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul atau setelah diangkat menjadi nabi dan rasul.

Peristiwa Peletakan Hajar Aswad, Awal Mula Nabi Muhammad SAW Diberi Gelar Al-Amin

Merangkum kisah dari buku Mengenal Sejarah Nabi Muhammad SAW oleh Muhammad Ridwan Ibnu Suwarna, pada saat Nabi Muhammad berusia 35 tahun, orang-orang Quraisy sepakat memperbaiki Ka'bah. Selain karena usianya sudah tua, banyaknya pencuri juga menyebabkan bangunan dan dinding Ka'bah semakin rapuh.

ADVERTISEMENT

Ditambah lagi, kota Makkah pada masa itu dilanda banjir besar hingga meluap ke Baitul-Haram. Banjir ini dikhawatirkan dapat meruntuhkan Ka'bah.

Singkatnya, setelah pembangunan selesai dan Hajar Aswad dibagikan, terjadi perselisihan tentang siapa yang paling berhak menempatkan batu Hajar Aswad ke posisi semula. Para pemimpin dan pembesar Quraisy saling berebut karena mereka merasa paling mulia dan paling berhak untuk meletakkan batu mulia tersebut.

Pada saat itu Abu Umayyah tampil dan memberikan saran yaitu orang yang berhak meletakkan Hajar Aswad adalah orang yang paling dahulu ke tempat ini. Saran itu diterima semua suku, mereka bubar dan bersiap-siap agar bisa datang lebih dulu di Ka'bah.

Keesokan harinya ternyata yang paling dahulu datang adalah Nabi Muhammad. Mereka meminta Nabi untuk menunjukkan jalan yang sebaik-baiknya tentang persoalan peletakkan Hajar Aswad agar tidak terjadi pertengkaran dan perselisihan.

Nabi Muhammad meminta sehelai kain kemudian meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengah kain tersebut. Selanjutnya beliau meminta pemuka-pemuka Quraisy untuk memegang ujung kain pada tiap sudutnya untuk diangkat bersama-sama. Setelah sampai, Nabi meletakkan Hajar Aswad ke tempat semula, cara ini adalah cara yang paling adil dan diterima oleh semua pihak.

Setelah selesai, berakhirlah perselisihan antar orang Quraisy. Mereka semua merasa puas dan senang dengan keputusan yang diambil oleh Nabi.

Masing-masing mereka merasa jadi orang yang paling mulia yang telah menggotong Hajar Aswad. Setelah kejadian itu, Nabi Muhammad semakin dikenal dengan sebutan Al-Amin yang artinya dipercaya.




(hnh/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads