Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam. Meski demikian, negara yang mencetak Al-Qur'an pertama kali bukanlah negara Islam maupun negara Arab.
Al-Qur'an diturunkan ke bumi sebagai pedoman umat manusia. Lalu, Allah SWT menjamin dan menjaga kemurnian isi Al-Qur'an.
Jaminan ini sebagaimana tertuang dalam surah Al-Hijr ayat 9. Allah SWT berfirman,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ ٩
Artinya: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya."
Masuk ke zaman modern, Al-Qur'an kini telah dicetak secara massal dalam berbagai ukuran serta dilengkapi terjemahan. Sementara itu, Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim mencetak ribuan kitab suci umat Islam setiap tahun.
Namun, tahukah muslim? Jika negara yang mencetak Al-Qur'an bukanlah negara Islam atau dengan mayoritas penduduk muslim, melainkan sebuah negara barat di Eropa.
Negara Pencetak Al-Qur'an Pertama Kali
Dikutip dari Jurnal Studi Keislaman berjudul The Industrialization Of The Qur'an in Indonesia Volume 4 Nomor 1 April 2018 oleh Ahmad Saifudin, mesin cetak baru ditemukan pada 1436 atau sekitar 840 H oleh penemu asal Jerman bernama Johannes Guttenberg. Dengan ditemukannya mesin cetak ini menjadi awal baru dalam penyebaran ilmu, budaya dan peradaban.
Negara yang pertama mencetak Al-Qur'an untuk pertama kali adalah Italia. Pada 1537-1538, Paganino dan Alessandro Paganini mencetak Al-Qur'an untuk pertama kali di Venesia, Italia (sarjana Islam menyebut kota ini dengan nama Al-Bunduqiyyah).
Salah satu dari versi cetakan pertama itu ditemukan oleh Angela Novo di perpustakaan seorang pendeta di Bunduqiyah. Namun, mushaf hasil cetakan tersebut tidak bertahan lama sebab dimusnahkan oleh pihak gereja setempat.
Perjalanan Pencetakkan Al-Qur'an
Setelah itu, muncul berbagai macam cetakan Al-Qur'an dari berbagai negara. Seperti, Al-Qur'an pernah dicetak di Hamburg, Jerman oleh Abraham Hinckelmann pada 1694 M. Bahkan, Abraham menambahkan kata pengantar dalam bahasa Latin.
Empat tahun berselang, mushaf Al-Qur'an kembali dicetak ke dalam bahasa Arab dan terjemahan Latin yang mengandung penolakan atas Islam oleh Ludovico Maracci. Lalu, pada 1787 M, di Santa Pittsburg juga muncul percetakan Al-Qur'an yang dipimpin oleh Maulaya 'Usman.
Barulah pada 1838 M, Al-Qur'an dicetak oleh negara Islam yakni Iran. Beberapa mushaf yang muncul waktu itu, ditulis dengan tidak menggunakan rasm usmani (cara penulisan Al-Qur'an yang dibakukan pada masa Khalifah Usman bin Affan) secara murni.
Kondisi tersebut terus berlanjut hingga 1890 M/1308 H, ketika sebuah percetakan bernama Al-Matba'ah Al-Bahiyyah milik Syekh Muhammad Abu Zaid berdiri di Kairo, Mesir.
Percetakan ini mencetak sebuah mushaf dan ditulis oleh seorang ulama qira`at bernama Syekh Ridwan bin Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Al-Mikhallalati.
Dalam mushaf ini, beliau berkomitmen untuk menggunakan rasm usmani dan memberikan tanda waqaf. Di samping itu, beliau juga menuliskan pengantar yang memuat penjelasan tentang sejarah penulisan Al-Qur'an yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Mikhallalati.
Selanjutnya, pada 1947 , untuk pertama kali Al-Qur'an dicetak dengan teknik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang kaligrafer terkemuka, Badiuzzaman Said Nursi.
Kemudian, sejak 1976, Al-Qur'an dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah yang banyak oleh percetakan yang dikelola pengikut Said Nursi di Berlin. Jerman. Pencetakan mushaf di Arab Saudi baru dimulai pada tahun 1949, ditandai dengan munculnya mushaf yang dikenal dengan nama Mushaf Makkah Al-Mukarramah, dicetak oleh Syarikah Mushaf Makkah Al-Mukarramah.
Perusahaan tersebut mendatangkan sebuah mesin cetak dari Amerika Serikat untuk mencetak mushaf dalam berbagai ukuran. Selain itu, mereka juga telah bekerja sama dengan seorang ahli Khat ternama, Ustaz Muhammad Tahir Al-Kurdi, untuk menulis mushaf yang sesuai dengan kaidah rasm usmani.
Mushaf tersebut mendapatkan sambutan yang hangat dan baik di Saudi maupun di luar Saudi. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1979, muncul pula mushaf edisi baru yang dicetak di kota Jeddah. Hingga pada 1984, bertepatan dengan Muharram 1405 H, pemerintah Kerajaan Arab Saudi resmi membuka sebuah percetakan Al-Qur'an terbesar di dunia, tepatnya di kota Madinah Al-Munawwarah.
Penyusunan Al-Qur'an Pertama
Sejak awal periode perkembangan Islam, Al-Qur'an telah dijaga dan dipelihara keaslian dan kemurniannya melalui dua metode, yakni hafalan dan tulisan.
Dijelaskan di dalam buku Al Quran dan Literasi karya Ali Romdhoni, Nabi Muhammad SAW tak hanya memerintahkan sahabat untuk menghafal ayat Al-Qur'an, beliau juga memerintahkan untuk menuliskan wahyu yang turun pada lembaran kulit unta, tulang, pelepah kurma dan juga di kulit-kulit pohon.
Kembali mengutip Jurnal Studi Keislaman sebelumnya, sahabat yang pertama kali menjadi penulis wahyu selama di Makkah adalah Abdullah bin Sa'd bin Abu Sarh. Selain nama tersebut, masih ada beberapa sahabat yang turut andil dalam penulisan wahyu dalam beberapa periode tersebut.
Hal tersebut sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas dalam sebuah hadits, bahwa setelah Rasulullah SAW menerima wahyu, beliau menginstruksikan mereka untuk menuliskan wahyu tersebut dan menempatkannya sesuai dengan instruksi dari beliau. Zaid bin Tsabit juga meriwayatkan bahwa setelah menuliskan wahyu yang didiktekan oleh beliau, ia membaca ulang untuk mendapatkan koreksi dari beliau. (HR Bukhari)
(rah/rah)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi