Perbudakan dalam Islam: Pengertian dan Perbedaannya dengan Orang Merdeka

Perbudakan dalam Islam: Pengertian dan Perbedaannya dengan Orang Merdeka

Hanif Hawari - detikHikmah
Senin, 15 Apr 2024 16:00 WIB
Ilustrasi perdagangan budak di Amerika Serikat sekitar tahun 1850-an (Jocelyn Whitney/Library of Congress)
Foto: Ilustrasi perdagangan budak di Amerika Serikat sekitar tahun 1850-an (Jocelyn Whitney/Library of Congress)
Jakarta -

Budak merupakan orang yang tidak memiliki kemerdekaan dan bernasib sebagai benda yang diperjualbelikan, bahkan kadang-kadang diperlakukan tidak manusiawi. Dalam catatan sejarah, perbudakan telah ada sebelum Islam dan ketika Islam datang, agama ini melarang apa pun bentuk perbudakan dengan seruan memerdekakannya.

Dalam buku Islam Menjawab Pertanyaan karya Syauqi Abu Khalil, sebelum Islam datang, kehidupan budak sangat memprihatinkan, karena kehidupannya diperlakukan sesuai kehendak majikan mereka. Budak harus patuh dan taat kepada majikan, sekalipun budak itu harus menanggung kematian.

Setelah kedatangan Islam, praktik perbudakan kemudian dilarang. Sebab dalam Islam, Allah SWT menganggap derajat semua manusia sama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Perbudakan

M. Muchlas Abror melalui karyanya Memberantas Perbudakan yang terbit dalam Jurnal Kalam No. 96 tahun 2011 menjelaskan budak menurut bahasa Arab adalah 'abd yang artinya menjadikannya sebagai pembantu. Budak atau hamba sahaya adalah orang yang berada dalam tawanan musuh yang penawannya dapat berbuat semaunya atau orang yang bernasib sebagai benda yang diperjualbelikan.

Disebutkan dalam Ensiklopedia Islam karya Abdillah F. Hasan, selain 'abd, istilah yang digunakan untuk menyebut budak antara lain amat, raqabah, jariyah, riqab dan aiman. 'Abd disebut juga dengan abid yang artinya hamba sahaya atau budak yang kehilangan kemerdekaannya.

ADVERTISEMENT

Sayyid Qutb dalam buku Beberapa Studi Islam mendefinisikan budak adalah orang yang diselamatkan oleh keadaan situasi ekonomi dari perbudakan, tetapi mereka malah memilih menjadi budak. Mereka saling berebut di pintu tuannya, berdesak-desakan dan memberikan jasa, bahkan mereka sendiri yang meminta diletakkan belenggu di tengkuknya dan merantai kakinya.

Budak juga diartikan sebagai orang yang melarikan diri dari kemerdekan. Mereka takut akan kemerdekaan karena kehormatan diri mereka dirasa terlalu berat. Mereka memilih menjadi budak karena jika mereka dimerdekakan maka mereka akan tersesat dalam lautan kehidupan manusia dan terlunta-lunta dalam keramaian masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa budak yang dimaksud oleh Sayyid Qutb adalah orang yang meminta dirinya untuk diperbudak. Mereka berlomba-lomba mengetuk pintu tuannya, dengan sukarela dibelenggu dan mereka bangga. Mereka takut akan kemerdekaan karena pada dasarnya tujuan mereka meminta diperbudak karena ingin diselamatkan dari keadaan situasi ekonomi.

Perbedaan Budak dan Orang Merdeka

Menukil buku Seputar Budak dan Yang Berhutang oleh Abdul Bakir, M.Ag., kalau dibandingkan antara budak dengan orang yang merdeka, ada beberapa poin utama yang membedakan, antara lain:

1. Setengah Manusia Setengah Hewan

Meskipun secara fisik berbentuk manusia, namun secara nilai, status dan kedudukan, seorang budak setara dengan hewan. Bisa dibilang budak adalah hewan yang berwujud manusia. Bisa juga sebaliknya, budak adalah manusia yang tingkat kedudukannya setara dengan hewan.

2. Dimiliki sebagai Aset Produktif

Ketika seorang tuan memiliki budak, maka kepemilikannya atas budak itu setara dengan kepemilikan atas nilai suatu benda, seperti harta, hewan ternak dan hewan peliharaan. Dengan kata lain memiliki budak berarti memiliki investasi karena budak merupakan harta yang produktif, yang dapat menghasilkan uang atau semacamnya.

Orang kaya biasanya memiliki banyak budak dari berbagai macam level. Berapa jumlah budak yang dimiliki seseorang pada masa itu adalah salah satu ukuran status sosial dan juga ukuran tingkat kekayaan.

3. Diperjualbelikan

Budak dapat diperjualbelikan dengan harga yang disepakati karena budak dianggap sebagai aset. Biasanya semakin kuat dan kekar seorang budak, maka nilai jualannya semakin tinggi. Budak perempuan terkadang memiliki nilai jual tersendiri, baik dari segi kecantikannya, atau dipengaruhi dari jenis atau ras budak itu.

4. Tidak Punya Hak Kepemilikan

Budak adalah aset yang dimiliki, meskipun berwujud manusia tapi kedudukannya sama seperti hewan, sehingga tidak memiliki hak kepemilikan atas harta. Budak dipekerjakan oleh tuannya dan hasilnya 100 persen milik tuannya.

5. Disetubuhi tanpa Dinikahi

Berlaku aturan bahwa budak perempuan yang dimiliki boleh disetubuhi oleh tuan pemiliknya, tanpa proses pernikahan. Hal ini tercantum dalam Al-Qur'an surah Al-Mu'minun ayat 5-6:

وَالَّذِيۡنَ هُمۡ لِفُرُوۡجِهِمۡ حٰفِظُوۡنَۙ‏ ٥ اِلَّا عَلٰٓى اَزۡوَاجِهِمۡ اَوۡ مَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُهُمۡ فَاِنَّهُمۡ غَيۡرُ مَلُوۡمِيۡنَۚ‏ ٦

Artinya: "Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela."




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads