Hukum Bernazar Menurut 4 Mazhab, Muslim Sudah Tahu?

Hukum Bernazar Menurut 4 Mazhab, Muslim Sudah Tahu?

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Rabu, 17 Jan 2024 14:00 WIB
Hijab women and a man pray together before meals, a fast breaking meal served on a table in backyard
Ilustrasi bernazar (Foto: Getty Images/iStockphoto/ferlistockphoto)
Jakarta -

Dalam Islam, nazar disebut sebagai janji atau komitmen seorang muslim kepada Allah SWT. Ketika seseorang bernazar, maka ia wajib menepatinya.

Menukil buku Ensiklopedia Fikih Wanita: Pembahasan Lengkap A-Z Fikih Wanita dalam Pandangan Empat Mazhab oleh Arifin dan Sundus Wahidah, secara bahasa nazar artinya berjanji untuk melakukan sesuatu yang baik atau buruk. Adapun, menurut istilah maka nazar dimaknai sebagai menetapkan atau mewajibkan sesuatu yang secara syari'ah asal, tidak wajib.

Dalil mengenai nazar tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur'an, salah satunya surah Al Hajj ayat 29.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ ٢٩

Artinya: "Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada di badan mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka, dan melakukan tawaf di sekeliling al-Bait al-'Atīq (Baitullah)."

ADVERTISEMENT

Hukum Bernazar Menurut 4 Mazhab

Prof Wahbah Az-Zuhaili melalui karyanya yang bertajuk Terjemah Fiqhul Islam wa Adilathuhu Juz 4 menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hukum nazar.

1. Mazhab Hanafi

Hukum nazar menurut mazhab Hanafi dilihat dari segi ketaatan maka mubah. Baik itu nazar yang mutlak tidak terikat syarat maupun muqayyad yang dikaitkan dengan syarat tertentu.

Beberapa ulama mengatakan bahwa nazar menjadi salah satu upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Mazhab Maliki

Menurut mazhab Maliki, hukum nazar yang mutlak ialah mandub atau sunnah. Nazar mutlak ini seperti tidak mengaitkan dengan syarat tertentu dan tidak berulang.

Nazar seperti ini biasa dilakukan oleh seorang muslim sebagai rasa syukur kepada Allah SWT setelah diberikan nikmat tertentu. Sebagai contoh ketika sembuh dari penyakit atau dikaruniai anak.

Sementara itu, nazar yang berulang dengan pengulangan hari seperti berpuasa setiap Kamis hukumnya makruh. Sedangkan nazar yang dikatikan dengan syarat tertentu hukumnya masih menjadi perdebatan, entah itu makruh atau mubah.

Imam al-Baji menyatakan makruh hukumnya, berbeda dengan Ibnu Rusyd yang berpandangan mubah. Meski demikian, Prof Wahbah Az-Zuhaili menilai pendapat Ibnu Rusyd lebih kuat.

3. Mazhab Syafi'i dan Hambali

Mazhab Syafi'i dan Hambali menyebut hukum nazar adalah makruh. Maksud dari makruh ini ialah diharapkan dijauhi, bukan makruh yang mengarah pada haram.

Menurut kedua mazhab ini, nazar adalah perbuatan yang tidak disukai. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Umar ibnul Khathab bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melarang nazar sambil berkata,

"Sesungguhnya ia tidak mendatangkan kebaikan apa pun, melainkan hanya jalan untuk keluarnya sesuatu (kebaikan) dari orang bakhil)." (HR Bukhari)

Wallahu a'lam bishawab.




(aeb/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads