Fiqih Muamalah: Pengertian, Pembagian dan Prinsip Dasar

Fiqih Muamalah: Pengertian, Pembagian dan Prinsip Dasar

Hanif Hawari - detikHikmah
Senin, 18 Des 2023 20:00 WIB
Transaksi jual beli.
Ilustrasi fiqih muamalah (Foto: Falaq Lazuardi/Unsplash)
Jakarta -

Fiqih muamalah merupakan salah satu cabang dari ilmu fiqih. Fiqih muamalah seringkali dikaitkan dengan aturan-aturan dalam kegiatan ekonomi Islam.

Seiring dengan cepatnya akselerasi wacana Ekonomi Syari'ah, fiqih muamalah terus menerus menjadi bahan diskusi. Lantas, apa pengertian dari fiqih muamalah itu sendiri? Simak informasinya.

Pengertian Fiqih Muamalah

Menukil buku Fiqh Ekonomi Islam oleh Mardani, fiqih muamalah terdiri dari dua suku kata yakni fiqih dan muamalah. Secara etimologi fiqih mempunyai arti paham, sedangkan secara terminologi fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syar'i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya pengertian muamalah menurut buku Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer oleh Ismail Nawawi dapat terbagi menjadi dua macam. Pengertian muamalah dalam arti luas dan muamalah dalam arti sempit.

Muamalah dalam arti luas adalah aturan dan hukum-hukum Allah SWT untuk mengatur manusia, kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan manusia. Sedangkan muamalah dalam arti sempit adalah aturan-aturan Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang baik.

ADVERTISEMENT

Ketika lafaz fiqih dan muamalah digabungkan menjadi satu, maka dia memiliki pengertian tersendiri. Fiqih muamalah adalah kumpulan hukum yang disyariatkan dengan metode dan prosedur tertentu oleh orang yang kompeten yang mengatur tentang hubungan kepentingan sesama manusia.

Aturan tersebut berkenaan dengan hubungan kebendaan dan persoalan ekonomi. Yakni; dagang, pinjam-meminjam, sewa menyewa, kerja sama dagang, simpan barang atau uang, penemuan, pengupahan, piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, barang titipan atau pesanan.

Pembagian Fiqih Muamalah

Merujuk pada buku Fiqih Muamalah karya M. Yazid Afandi, M.Ag., fiqih muamalah terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Al-Muamalah al-Madiyah

Maksudnya adalah muamalah yang mengkaji segi obyeknya, yaitu benda. Dalam aspek ini, fiqih muamalah mengatur aspek benda yang dinilai oleh syara' halal, haram, syubhat untuk dimiliki, diperjualbelikan atau diusahakan.

Al-Muamalah al-Madiyah memberikan petunjuk kepada manusia mengenai benda-benda yang layak atau tidak untuk dimiliki. Maka dalam perspektif ini, tidak semua benda boleh dimiliki, meskipun benda tersebut memiliki nilai guna bagi kehidupan manusia.

2. Al-Muamalah al-Adabiyah

Mengkaji aturan-aturan Allah SWT yang berkaitan dengan aktivitas manusia sebagai subjek hukum terhadap suatu benda. Dari aspek ini, fiqih muamalah mengatur tentang batasan-batasan yang seharusnya dilakukan atau tidak oleh manusia terhadap benda.

Al-Muamalah al-Adabiyah memberikan pedoman tentang perilaku manusia dalam menjalankan tindakan hukum terkait sebuah benda. Maka, dari perspektif ini, dalam pandangan fiqih muamalah semua perilaku manusia harus memenuhi syarat etis-normatif agar perilaku tersebut layak dilakukan.

Prinsip Dasar Fiqih Muamalah

Muhammad Sauqi dalam bukunya Fiqih Muamalah menjabarkan tentang prinsip dasar dari fiqih muamalah. Berikut penjelasan lengkapnya:

1. Mubah (Diperbolehkan)

Ulama fiqih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah mubah (diperbolehkan). Dengan demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang sepanjang belum ditemukan nash yang melarangnya.

Prinsip ini memberikan ruang yang sangat luas kepada manusia untuk mengembangkan model transaksi dan produk-produk akad dalam bermuamalah. Namun kebebasan tetap ada batasan, terutama dalam Islam ada syariat yang sudah ditetapkan.

2. Sukarela

Semua kegiatan ekonomi yang dilakukan tanpa paksaan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.

3. Mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dalam bermasyarakat.

4. Memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan.

5. Saddu Al-Dzari'ah

Saddu Al-Dzari'ah adalah menghalangi segala sesuatu yang dapat menjadi penyebab kerusakan. Dzari'ah merupakan washilah (jalan) yang menyampaikan kepada tujuan, baik halal ataupun yang haram.

6. Larangan Ihtikar

Ihtikar atau monopoli merujuk pada praktik menimbun barang dengan tujuan mengurangi ketersediaannya di masyarakat, sehingga harga barang tersebut meningkat. Yang menimbun memperoleh keuntungan yang besar, sedangkan masyarakat merugi.

7. Larangan Gharar

Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil. Padahal Allah melarang kita untuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil.

Dalam sistem jual beli yang mengandung unsur gharar, terdapat tindakan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah (bathil). Padahal, Allah melarang kita untuk memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.

8. Larangan Maisir

Maisir atau judi diartikan sebagai transaksi yang dilakukan oleh dua belah pihak untuk kepemilikan sebuah benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain.

9. Larangan Riba

Riba adalah suatu perjanjian atau transaksi yang melibatkan barang-barang yang tidak memiliki kesamaan yang jelas menurut syariah, atau melibatkan penundaan penyerahan salah satu atau kedua barang yang menjadi objek perjanjian.

Riba sangat dilarang dalam Islam. Perbuatan ini akan mendatangkan dosa besar layaknya seperti zina dengan ibunya sendiri. Dari Ibnu Mas'ud, Nabi Muhammad bersabda:

"Riba itu ada 73 pintu. Pintu riba yang paling ringan, seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibunya." (HR Hakim)




(hnh/hnh)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads