Wudhu adalah salah satu syarat sahnya salat seseorang. Wudhu umumnya dilakukan dengan air bersih. Lalu bagaimana jika wudhu dengan air keruh? Apakah hal tersebut boleh dan wudhu seorang tersebut sah?
Wudhu secara bahasa berarti bersuci, sedangkan menurut pengertian syar'i wudhu adalah penggunaan air pada beberapa anggota badan secara khusus, meliputi bagian wajah, kedua tangan, dan anggota-anggota wudhu yang lain dengan cara-cara tertentu. Hal ini dijelaskan oleh Asmaji Muchtar dalam bukunya yang berjudul Dialog Lintas Mazhab: Fiqh Ibadah dan Muamalah.
Baca juga: Mengenal Air Najis dalam Hukum Islam |
Syarat Sah Wudhu
Masih diambil dari sumber yang sama, syarat sah wudhu ada empat, di antaranya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Air Harus Suci dan Menyucikan
Air yang digunakan untuk wudhu harus memenuhi kriteria menyucikan (thahur), yaitu air tersebut harus bersifat suci dan menyucikan.
2. Orang yang Berwudhu Harus Mumayyiz
Mumayyiz artinya sudah bisa membedakan antara baik dan buruk. Anak kecil yang tidak mumayyiz menurut ukuran ini wudhunya tidak sah.
3. Tidak Ada Hal yang Menghalangi Air Menyentuh Kulit
Apabila ada benda yang menghalangi air bersentuhan langsung dengan kulit yang seharusnya dikenai air, maka wudhu tersebut tidak sah.
Contohnya, seseorang mengenakan cat kuku yang menghalangi air langsung menembus kulitnya. Maka, wudhunya tidak sah sampai ia membersihkan cat kuku tersebut hingga bersih.
4. Tidak Ada Hal yang Membatalkan Wudhu
Contohnya adalah ketika seseorang sedang berwudhu, namun ditengah-tengah wudhu ia kedatangan hadas, maka ia wajib untuk mengulangi wudhunya. Kecuali orang-orang yang memang selalu dalam keadaan udzur, contohnya orang dengan penyakit beser.
Hukum Wudhu dengan Air Keruh
Perubahan air dari segi warna, rasa, maupun aromanya terkadang tidak mengubah kondisi air dalam status menyucikan, seperti dijelaskan dalam buku Dialog Lintas Mazhab: Fiqh Ibadah dan Muamalah karya Asmaji Muchtar.
Dikatakan, air tersebut sah digunakan untuk keperluan ibadah termasuk wudhu dan mandi. Syaratnya air yang digunakan untuk bersuci itu terbebas dari unsur membahayakan (dhirar) anggota tubuh. Jika air yang hendak digunakan untuk wudhu itu membahayakan maka tidak boleh digunakan berwudhu.
Selebihnya, apabila air itu berada dalam wadah yang berkarat serta terlihat kotor dan keruh maka air itu hukumnya adalah makruh karena lebih banyak kemudharatan padanya daripada kebaikannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa wudhu dengan air keruh masih sah dan boleh dipakai, sebagaimana dijelaskan dalam Mausu'ah Masa'il Al-Jumhur Fi Al-Fiqh Al-Islamiy karya Muhammad Na'im Muhammad Hani Sa'i.
"Jumhur ulama yang kami ketahui pendapatnya menyebutkan bahwa air yang keruh apabila terkena benda-benda najis, maka tidak najis tanpa ada perbedaan dalam sedikit atau banyaknya hingga sifatnya berubah, baik rasa, warna maupun aromanya," jelas Muhammad Na'im Muhammad Hani Sa' seperti diterjemahkan Masturi Irham dan Asmui Taman.
Syaratnya air itu banyak dan tidak mengubah keseluruhan sifatnya, sedangkan air yang sedikit akan menjadi najis jika terkena najis meskipun tidak mengubah sifatnya. Air yang sedikit adalah air yang jumlahnya kurang dari dua kulah. Ini merupakan pendapat dari Asy-Syafi'i, Ishaq bin Rahawaih, Abu Ubaid, dan Ahmad.
Abu Hanifah berkata, "Air yang sedikit, yang menjadi najis ketika terkena najis adalah jika salah satu sisinya digerakkan, maka sisi yang lain ikut bergerak. Jika tidak, maka dianggap banyak dan tidak najis kecuali terjadi perubahan salah satu sifatnya."
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Hukum Merayakan Maulid Nabi Menurut Pandangan Ulama