Ajaran Islam melarang perbuatan ghibah dan fitnah yang dalam bahasa Arab dikenal buhtan. Keduanya merupakan perbuatan membicarakan orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Ghibah dan buhtan adalah sama-sama dosa lisan yang besar dan haram bagi sesama muslim. Lalu apa perbedaan antara ghibah dan buhtan? Pengertian dan perbedaannya akan dijelaskan di bawah ini.
Penjelasan Ghibah dan Buhtan
Ghibah secara etimologi berarti tidak kelihatan atau ghaib, seperti dijelaskan buku Bebas Gosip Pasti Sip oleh Achmad Suudi. Sementara, secara istilah, menurut buku Kitab Induk Doa dan Zikir Terjemah Kitab al-Adzkar oleh Imam an-Nawawi ghibah adalah perbuatan seorang muslim menceritakan keadaan orang lain tentang apa yang tidak disukai olehnya pada muslim lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imam Ghazali mengatakan, pengertian ghibah yang disepakati muslim adalah kondisi apabila seseorang menceritakan tentang orang lain dengan cerita yang tidak disukainya.
Di sisi lain, buhtan adalah menceritakan kebohongan tentang aib seseorang yang tidak pernah dilakukan. Buhtan merupakan nama lain dari fitnah.
M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Quran, menuliskan bahwa fitnah adalah sebutannya dalam bahasa Indonesia, sedangkan dalam istilah Al-Qur'an dan sunah disebut dengan buhtan.
Buhtan diambil dari kata bahata yang artinya mengherankan. Artinya, ia seakan-akan yang melakukan fitnah melakukan sesuatu yang tidak masuk akal sehingga yang mendengarnya merasa heran. Seseorang yang melakukan buhtan berarti ia menyebut keburukan seseorang yang tidak benar atau tidak ia lakukan.
Perbedaan Antara Ghibah dan Buhtan
Mengenai perbedaan keduanya, M. Quraish Shihab berpendapat, ghibah lebih merujuk pada penyebutan keburukan orang lain yang memang disandang seseorang atau dapat dibenarkan dalam kasus-kasus tertentu. Sedangkan buhtan (memfitnah) adalah mengada-ada keburukan orang lain dan menyebut-nyebutnya di hadapan atau di belakangnya.
Perbedaan ghibah dan buhtan sudah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya yang dinukil dari buku Mukhtasar Shahih Muslim: (Ringkasan) Hadits Kitab Shahih Muslim oleh Syaikh M. Nashiruddin al-Albani, sebagaimana berikut ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Artinya: "Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bertanya, "Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai." Seseorang bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?" Rasulullah SAW berkata, "Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya, Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah mendustakannya." (HR Muslim)
Kesimpulannya, seperti yang dikatakan oleh Achmad Suudi dalam bukunya, perbedaan ghibah dan buhtan terletak ada pada benar atau tidak isi berita dan tujuan penggosip pionir (orang yang pertama menyebarkan gosip) dalam menyebarkan berita ke orang lain.
Apabila isi berita itu benar, dan membuat orang dalam cerita itu tidak senang, maka perbuatan tersebut disebut sebagai ghibah. Sedangkan apabila isi berita yang dibincangkan salah atau tidak benar adanya, maka ia telah melakukan buhtan atau fitnah.
Hukum Ghibah dan Buhtan
Hukum ghibah dan buhtan (fitnah) adalah haram, jelas Imam An-Nawawi. Hal ini sesuai dengan dalil yang menegaskan tentang keharamannya yang terdapat dalam Al-Qur'an, hadits-hadits, dan ijmak (kesepakatan ulama).
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 12 yang bunyinya,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang."
Selain itu, disebutkan pula dalam ayat lainnya seperti, "Celakalah bagi para pengumpat dan pencela." (QS Al Humazah: 1) dan "Yang banyak mencela, lagi menebarkan fitnah (di mana-mana)." (QS Al Qalam: 11)
Diriwayatkan dalam kitab Shahih Bukhari-Muslim dari Hudzaifah RA, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba." (HR Bukhari dan Muslim)
(rah/rah)
Komentar Terbanyak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa