Gus Yahya Tegaskan NU Tidak Pernah Minta dan Rebut Jabatan Sejak Dulu

Gus Yahya Tegaskan NU Tidak Pernah Minta dan Rebut Jabatan Sejak Dulu

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Jumat, 11 Agu 2023 19:15 WIB
Gus Yahya dalam Rakernas Lembaga Kesehatan NU
Gus Yahya dalam Rakernas Lembaga Kesehatan NU (Foto: Dok PBNU)
Jakarta -

Dalam Rapat Kerja Nasional Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (NU), Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menegaskan PBNU selalu istiqomah. Terutama dalam kepentingan agama, bangsa, dan dunia.

Ia menuturkan, PBNU tidak hanya mementingkan organisasi, perorangan, golongan, maupun keluarga.

"NU dari dulu tidak pernah minta. Dari dulu kiai kita ndak pernah nyodor-nyodorkan untuk merebut jabatan," ujarnya saat membuka Rakernas NU di Semarang, dikutip oleh detikHikmah pada Jumat (11/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang akrab disapa Gus Yahya itu turut mengisahkan tentang NU yang lebih mementingkan bangsa dan negara sebelum kemerdekaan Indonesia. Kala itu, saat persiapan kemerdekaan bersama PPKI dan BPUPKI, KH Wahid Hasyim menjadi salah satu tokoh utama panitia 9.

"Di tengah intensnya pergulatan persiapan kemerdekaan dengan PPKI dan BPUPKI di mana di situ KH Wahid Hasyim (ayah Gus Dur) putra Hadratusyech KH Hasyim Asyari menjadi salah seorang tokoh utama panitia 9," beber Gus Yahya.

ADVERTISEMENT

Pada saat itu, lanjutnya, seorang perwira Jepang muslim yang bernama Naobuharo Ono bertanya pada Hadratusyech terkait siapa yang pantas memimpin Indonesia setelah merdeka.

"Dia ini seorang muslim alias Abdul Hamid. Dia ini nanya pada Hadratusyech. Kiai kalau nanti Indonesia sudah merdeka betul siapa menurut Kiai yang pantas memimpin negara yang baru lahir ini?" ujar Gus Yahya menceritakan.

Kiai Hasyim tanpa ragu-ragu menjawab Ir Soekarno. Padahal putranya sendiri merupakan tokoh utama.

"Kenapa ndak disebut ya kalau bisa Wahid Hasyim. Beliau dengan tanpa ragu menyebut Insinyur Soekarno," katanya Gus Yahya meneruskan.

Menurutnya, ketegasan Hadratusyech karena melihat yang terbaik untuk memimpin Indonesia yang pada waktu itu ialah Ir Soekarno.

"Maka NU harus selalu berfikir tentang apa yang terbaik di bangsa dan negara ini bukan untuk NU sendiri. Kita tidak peduli dari mana asalnya yang penting yang terbaik untuk bangsa dan negara," pungkas Gus Yahya.




(aeb/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads