Larangan Ghulul atau Korupsi, Haram dan Termasuk Dosa Besar

Larangan Ghulul atau Korupsi, Haram dan Termasuk Dosa Besar

Tsalats Ghulam Khabbussila, Kristina - detikHikmah
Sabtu, 05 Agu 2023 15:01 WIB
ilustrasi korupsi
Ilustrasi larangan ghulul atau korupsi, termasuk dosa besar. Foto: Getty Images/PeopleImages
Jakarta -

Islam melarang ghulul atau mencuri harta rampasan perang. Dalam konteks saat ini, para ulama mengartikan ghulul sebagai praktik korupsi.

Penafsiran ghulul sebagai praktik korupsi ini salah satunya diterangkan dalam buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi. Istilah ghulul untuk korupsi harta negara turut disetujui oleh Komite Fatwa Kerajaan Arab Saudi dalam fatwa nomor 9450.

Fatwa tersebut berbunyi,

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ghulul, yaitu: mengambil sesuatu dari harta rampasan perang sebelum dibagi oleh pimpinan perang...dan termasuk juga ghulul harta yang diambil dari baitul maal (uang negara) dengan cara berkhianat (korupsi)."

Hal serupa turut dijelaskan dalam buku Syariat Islam Menjawab Persoalan Ummat tulisan Thohir Luth. Istilah ghulul sebagai korupsi bersandar pada hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,

ADVERTISEMENT

"Jika seseorang ditugaskan dengan suatu pekerjaan dan diberi upah atas pekerjaannya tersebut, maka apa pun yang diambilnya di luar upah tersebut akan dianggap sebagai harta ghulul (korupsi)."

Larangan ghulul disebutkan dalam sejumlah hadits dan ancaman bagi para pelakunya disebutkan langsung dalam Al-Qur'an.

Dalil Larangan Ghulul

Dijelaskan dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, bahwa ghulul adalah perbuatan mencuri harta rampasan perang (ghanimah). Tindakan ghulul ini dilarang karena dapat menyebabkan keretakan hubungan di antara kaum Muslimin, memunculkan konflik di dalam barisan mereka, dan mengalihkan perhatian mereka dari pertempuran karena sibuk dengan perampasan.

Semua itu berpotensi menyebabkan kekalahan dalam pertempuran. Maka dari itu, lanjut Sayyid Sabiq, ghulul termasuk dosa besar berdasarkan kesepakatan (ijma') ulama.

Rasulullah SAW memerintahkan pelaksanaan hukuman terhadap pelaku ghulul; harta benda yang diambil secara curang tersebut dibakar, dan pelaku dikenai hukuman hingga menciptakan efek jera bagi orang lain, agar mereka tidak berani melakukan tindakan serupa. Abu Daud dan Tirmidzi meriwayatkan dari Umar RA dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda,

إذَا وَجَدْتُمُ الرّجُل قَدْ عَلَّ، فَاحْرِقُوْا مَتَاعَهُ وَاضْرِبُوهُ

Artinya: "Jika kalian menemukan orang yang melakukan ghulul, maka bakarlah barangnya dan tebaslah dia."

Dia mengatakan bahwa di antara barang yang ditemukan adalah mushaf Al-Qur'an, kemudian mereka bertanya kepada Salim mengenai mushaf tersebut. Salim menjawab, "Jualah mushaf tersebut dan sedekahkanlah uang hasil penjualannya."

Amru bin Syuaib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW, Abu Bakar, dan Umar membakar barang milik orang yang melakukan ghulul dan juga menebaskannya. Namun, kata Sayyid Sabiq, terdapat beberapa hadits lain yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa beliau tidak memerintahkan pembakaran atau penebasan barang milik orang yang melakukan ghulul.

Hal tersebut diriwayatkan Abu Daud dalam kitab al-Jihad dan Tirmidzi dalam kitab al-Hudud dan ia mengatakannya gharib.

Dalam buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi dikatakan, ghulul hukumnya haram.

Ancaman bagi Pelaku Ghulul

Ancaman bagi pelaku ghulul telah disebutkan dalam Al-Qur'an. Allah SWT berfirman,

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ ١٦١

Artinya: "Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi." (QS Ali Imran: 161)

Diceritakan dalam Tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut turun saat Perang Badar yang saat itu sebagian dari sahabat ada yang berbuat korupsi dalam pembagian ghanimah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

Ibnu Katsir menjelaskan, ayat tersebut mengandung ancaman keras dan peringatan yang kuat dan sunnah pun menyebut larangan melakukan hal tersebut dalam berbagai hadits.

Orang yang berbuat ghulul yakni mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi kelak pada hari kiamat akan datang membawa barang yang ia curi dan tidak akan disembunyikan, mereka akan mendapat balasan atas perbuatannya itu, sebagaimana diterangkan dalam Tafsir Al-Qur'an Kementerian Agama RI.




(kri/kri)

Hide Ads