Upacara Grebeg Besar, Tradisi Menyambut Hari Raya Idul Adha di Demak

Upacara Grebeg Besar, Tradisi Menyambut Hari Raya Idul Adha di Demak

Shafa Aulia Nursani - detikHikmah
Rabu, 28 Jun 2023 08:20 WIB
Ratusan warga merayah gunungan Gerebeg Besar Kraton Yogyakarta di halaman Masjid Besar Kauman Yogyakarta, Minggu (5/10/2014). Gerebeg Besar tahun Alip 1947 berdasarkan penanggalan Jawa itu untuk memperingati hari raya Idul Adha 1435 H.
Ilustrasi kegiatan Upacara Grebeg Besar menyambut Hari Raya Idul Adha di beberapa wilayah Jawa Tengah. Foto: Bagus Kurniawan
Jakarta -

Ada beragam tradisi di berbagai daerah untuk menyambut hari-hari besar Islam, salah satunya adalah tradisi upacara Grebeg Besar yang dilaksanakan untuk memperingati Hari Raya Idul Adha.

Grebeg Besar digelar setiap tanggal 10 Dzulhijjah yang merupakan hari lebaran Haji bagi umat muslim. Perayaan ini dilakukan di beberapa daerah Jawa Tengah, seperti Demak, Surakarta, dan Yogyakarta.

Apa Itu Upacara Grebeg Besar?

Menurut Koentjaraningrat, upacara merupakan sistem aktifitas atau sebuah rangkaian tindakan yang dirangkai oleh suatu adat atau hukum yang berlaku di masyarakat. Hukum ini biasanya berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap yang terjadi di dalam masyarakat. Upacara ini juga sering kali disebut sebagai ritus atau tindakan seremonial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari laman Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, kata grebeg berasal dari kata gumrebeg yang berarti riuh, ribut, dan ramai. Grebeg sendiri adalah sebuah ritual yang digunakan sebagai sarana mengucap rasa syukur kepada Allah atas karunia yang telah diberikan. Ritual ini juga dijadikan sebagai ajang untuk memohon kepada-Nya supaya diberikan kesejahteraan dan keselamatan.

Terdapat 3 kali pelaksanaan Grebeg di wilayah Yogyakarta, Surakarta, dan Demak. Mulai dari Grebeg Maulud yang digelar untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal. Grebeg Syawal yang dilaksanakan untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri. Kemudian terakhir, Grebeg Besar yang digelar setiap tanggal 10 Dzulhijjah untuk menyambut hari Raya Idul Adha.

ADVERTISEMENT

Prosesi Grebeg Besar di Demak diadakan setahun sekali saat Hari Raya Idul Adha. Tradisi ini dimeriahkan oleh budaya kirab atau arak-arakan yang dimulai dari Pendopo Kabupaten Demak sampai Makam Sunan Kalijaga.

Sejarah Upacara Grebeg Besar

Dilansir dari artikel Persepsi Generasi Milenial Terhadap Tradisi Grebeg Besar di Kabupaten Demak, tradisi ini berkaitan erat dengan sejarah perjuangan Wali Songo memperjuangkan islam.

Pada abad ke-15, Demak merupakan pusat Kesultanan Bintoro di Pulau Jawa. Tokoh paling berpengaruh dalam kabupaten Demak saat itu adalah Sultan Fatah dan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga merupakan penasihat religi pada masa kejayaan Sultan Fatah menyelenggarakan acara Grebeg.

Grebeg yang telah ada sejak tahun 1506 Masehi ini konon para raja Jawa secara turun temurun menyelenggarakan upacara pengorbanan dengan menyembelih seekor kerbau jantan untuk para leluhur. Namun tujuan grebeg ini berubah menjadi ajang dakwah untuk menyebarkan agama islam.

Saat itu, digelar 4 kali grebeg, mulai dari grebeg besar, grebeg dal, grebeg maulud, dan grebeg syawal. Akan tetapi, tradisi grebeg yang masih eksis di Demak sampai saat ini adalah Grebeg Besar.

Saat ini tujuan dari upacara Grebeg Besar selain untuk melestarikan warisan budaya juga sebagai salah satu ikon budaya di Demak.

Prosesi Upacara Grebeg Besar

Puncak pelaksanaan upacara Grebeg besar ini jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah. Meskipun begitu, salah satu prosesi paling menarik terjadi pada malam tanggal 9 Dzulhijjah.

Pada malam itu dilakukan tumpengan di serambi depan masjid agung Demak yang merupakan masjid yang dibangun oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jawi, dan Sunan Ampel. Tumpeng yang dibuat berjumlah sembilan atau songon sebagai bentuk simbol bagi para Wali Songo. Tumpengnya berbentuk gunungan atau kerucut lengkap dengan lauk pauknya yang menggambarkan kebesaran dan jumlah dari Wali Songo.

Tumpeng sembilan itu kemudian untuk diperebutkan oleh para pengunjung. Dilansir dari artikel Perayaan Grebeg Besar Demak Sebagai Sarana Religi dalam Komunikasi Dakwah, terdapat sebuah kepercayaan bahwa jika berhasil mendapatkan bagian dari tumpeng maka hidupnya akan dekat dengan rezeki dan anugerah dari Allah SWT.

Bukan hanya tumpeng yang diperebutkan, potongan bambu yang dipakai untuk membuat ancakan atau welat juga memiliki kemampuan untuk menangkal serangga dan hama di sawah.

Pada tanggal 10 Dzulhijjah akan dilakukan aksi arak-arakan dari pendopo kabupaten ke makam Kadilangu yang dilakukan setelah salat Idul Adha. Acara diawali dengan penabuhan gamelan hidup hingga meriah dan memberangkatkan minyak jamas. Tradisi ini dibalut juga dengan tari-tarian budaya Jawa dan para tamu yang semuanya berbusana kejawen.




(khq/fds)

Hide Ads