Setelah wafatnya sahabat Nabi Muhammad SAW kepemimpinan Islam berada di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah. Sejumlah tokoh sufi lahir pada era ini.
Kekhalifahan Dinasti Umayyah berlangsung kurang lebih selama 90 tahun, sebagaimana dijelaskan dalam Buku Ajar Islam dan Kebhinekaan karya Heri Effendi dkk.
Pada mulanya Dinasti Umayyah memprioritaskan untuk melakukan perluasan wilayah kekuasaan. Ekspansi wilayah yang sempat terhenti pada masa Khalifah Utsman bin Affan RA dan khalifah Ali bin Abi Thalib RA kemudian dilanjutkan kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usaha yang mereka lakukan ini tidaklah sia-sia. Akhirnya Dinasti Umayyah berhasil untuk melakukan ekspansi wilayah ke arah timur maupun barat. Daerah-daerah tersebut di antaranya Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Uzbekistan, dan Kyrgyzstan.
Syekh Ibnu Jabr ar-Rummi dalam buku Mendaki Tangga Ma'rifat: Menggali Potensi Indra Keenam, Meraih Misteri Karomah menceritakan bahwa dua abad sesudah hijriyah, banyak tokoh zuhud yang bermunculan mengembangkan konsep spiritual (batiniah).
Dari sinilah muncul istilah sufisme (gerakan sufi) sebagai protes terhadap kehidupan umat Islam yang dianggap kurang religius karena tenggelam dalam kemewahan duniawi.
"Dinasti Umayyah telah meninggalkan keshalihan dan kesederhanaan hidup sebagaimana yang perah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat," jelas Syekh Ibnu Jabr ar-Rummi.
Tokoh sufi era Dinasti Umayyah yang sangat terkenal adalah Hasan Al-Bashri. Selain itu, lahir pula tokoh sufi perempuan. Berikut ini tokoh-tokoh sufi yang terkenal pada era Dinasti Umayyah selengkapnya.
Tokoh Sufi Era Dinasti Umayyah
1. Hasan Al-Bashri
Merangkum buku Kisah Sufi karya Wawan Susetya dalam dan buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Abu Achmadi, nama lengkap Hasan Al-Bashri adalah Hasan bin Abil Hasan Al Bashri. Ia lahir di Madinah pada tahun 21 H atau 642 M.
Hasan Al-Bashri kemudian tinggal di Bashrah, Irak dan menjadi tokoh sufi yang tumbuh di lingkungan yang baik karena ia tinggal bersama 70 sahabat Nabi Muhammad SAW yang turut dalam Perang Badar.
Hasan Al-Bashri dilahirkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA. Keluarganya berasal dari Sabi Misan, suatu desa yang terletak di Bashrah dan Wasit yang kemudian pindah ke Madinah.
Ayah Hasan Al-Bashri merupakan seorang budak milik Zaid bin Sabit Al-Anshari dan ibunya merupakan budak dari Ummu Salamah RA istri dari Rasulullah SAW.
Salah satu karya yang terkenal dari Hasan Al-Bashri adalah Kitab Ri'ayat Huquq Allah, sebagaimana dijelaskan oleh Miswar Saputra dalam buku Teori Studi Keislaman.
Keberhasilan dari Hasan Al-Bashri pada masa Dinasti Umayyah ini juga turut dijelaskan dalam Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam Biografi Umar bin Abdul Aziz.
Diceritakan bahwa Hasan Al-Bashri merupakan salah satu ulama terbesar di kalangan tabiin, seorang imam bagi masyarakat di wilayah Bashrah, dan orang yang menjadi sandaran masyarakat dalam bidang agama pada waktu itu.
Seperti yang diriwayatkan, Hasan Al-Bashri selalu menyesuaikan perkataan dengan perbuatannya. Di antara bukti pengakuan akan keluasan ilmu dan kedalaman pengetahuan Hasan Al-Bashri ini diriwayatkan oleh Rabi bin Anas yang mengatakan, "Aku lebih tua sepuluh tahun dari Hasan, namun pada setiap hari aku selalu mendengar sesuatu yang baru dari Hasan yang belum pernah aku dengar sebelumnya."
2. Rabi'ah al-Adawiyah
Merujuk dari buku Serat Kehidupan karya Ade Cahyadi dkk, Rabi'ah al-Adawiyah merupakan tokoh sufi perempuan pada masa Dinasti Umayyah yang menjadi pemimpin dari murid-murid perempuan dan zahidah.
Pemilik nama lengkap Rabi'ah binti Ismail al-Adawiyah al-Bashriyah ini dijuluki sebagai "The Mother of the Grand Master" atau "Ibu Para Sufi Besar" karena kezuhudannya.
Abrar M. Daud Faza dalam buku Moderasi Beragama Para Sufi menjelaskan, moderasi Rabi'ah al-Adawiyah merupakan bentuk dari kasih sayang (marhamah). Konsep marhamah dari Rabi'ah al-Adawiyah yaitu merupakan cinta kasih kepada semuanya, mulai dari manusia, alam semesta hingga kepada sang pencipta.
Sementara itu, konsep cintanya Rabi'ah al-Adawiyah dikenal dengan mahabbah yaitu cinta yang dilandasi oleh rasa iman yang tulus dan ikhlas, sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat manusia menuju Allah SWT.
3. Sa'id bin Musayyab
Merangkum dari buku Sejarah Tarekat karya Mohd Faizal Harun dan Muhammad Hazwan Abd. Razak dan buku Cara Bijak Menjawab Pertanyaan-pertanyaan Kritis pada Anak karya Wahyudi Irwan Yusuf, Sa'id bin al-Musayyab dilahirkan di Madinah pada tahun 15 H yaitu seorang alim dalam fiqh dan dianggap salah satu dari tujuh fuqaha terkemuka di Madinah.
Orang sufi menganggapnya sebagai imam dan ilmu kesufian. Diceritakan pula bahwa Said bin al-Musayyab seorang tabiin yang paling terhormat dan mulia. Ia merupakan orang yang paling shahih meriwayatkan hadits-hadits yang berasal dari Abu Hurairah.
Banyak sekali sikap teladan dan mulia dari Said bin Musayyab. Ia tidak pernah meninggalkan salat berjamaah selama 40 tahun dan selama 30 tahun, setiap kali muazin mengumandangkan adzan, Said bin Musayyab pasti sudah berada di dalam masjid.
Selain itu, selama 50 tahun, ia melakukan salat Subuh dengan wudhu saat Salat Isya dan tidak pernah ketinggalan takbir pertama dalam salat selama 50 tahun. Said bin Musayyab juga disebut tidak pernah melihat punggung para jemaah karena ia selalu berada di barisan depan selama 50 tahun.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!