Hukum Suap dalam Islam, Haram dan Termasuk Dosa Besar

Hukum Suap dalam Islam, Haram dan Termasuk Dosa Besar

Devi Setya - detikHikmah
Selasa, 16 Mei 2023 19:15 WIB
ilustrasi korupsi
Ilustrasi suap dalam Islam Foto: Getty Images/PeopleImages
Jakarta -

Risywah atau suap termasuk dalam perbuatan dosa besar, hasil yang didapat dari praktek ini juga merupakan hasil yang haram. Seperti apa hukum suap dalam pandangan Islam?

Kasus suap menyuap bukan lagi hal yang asing di zaman sekarang. Banyak kalangan yang melakukan hal ini demi mencapai tujuan yang diharapkan dan sebagian besar tujuannya adalah hal yang bathil.

Risywah atau suap adalah pemberian yang diberikan kepada orang lain dengan maksud meluluskan perbuatan tercela. Tujuan lainnya adalah menjadikan salah perbuatan yang sebetulnya sesuai syari'ah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemberi suap disebut rasyi, penerimanya adalah murtasyi, sedangkan sebutan untuk penghubung antara keduanya adalah ra'isy. Suap, uang pelicin, money politic dan lainnya disebut risywah jika tujuannya untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap, suap didefinisikan sebagai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajiban yang menyangkut kepentingan umum.

ADVERTISEMENT

Mengutip buku Etika Bisnis dalam Islam yang disusun oleh Nandang Ihwanudin dkk, dijelaskan suatu yang dinamakan risywah adalah jika mengandung unsur pemberian atau athiyah, ada niat untuk menarik simpati orang lain atau istimalah, serta bertujuan untuk membatalkan yang benar demi merealisasikan kebathilan. Termasuk juga dalam kategori suap jika tujuannya adalah mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan, mendapat kepentingan yang bukan menjadi haknya dan memenangkan perkaranya.

Dalil tentang Suap

Beberapa ayat di dalam Al-Qur'an dan Sabda Rasulullah SAW menegaskan bahwa risywah atau suap merupakan suatu yang diharamkan di dalam syariat, bahkan termasuk dosa besar.

1. Surat Al-Baqarah Ayat 188

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

2. Surat Al-Ma'idah Ayat 42

سَمَّٰعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّٰلُونَ لِلسُّحْتِ ۚ فَإِن جَآءُوكَ فَٱحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ ۖ وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْـًٔا ۖ وَإِنْ حَكَمْتَ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِٱلْقِسْطِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan 'akkaaluna lissuhti dengan risywah. Jadi risywah (suap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT.

3. Suap perbuatan yang laknat

"Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap" (HR Khamsah kecuali an-Nasa'i dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).

4. Mendapat balasan neraka

"Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang paling layak untuknya." Mereka bertanya: "Ya Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?", "Suap dalam perkara hukum" (Al-Qurthubi 1/ 1708)

Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya perbuatan suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap.

Unsur - Unsur Risywah

Berikut adalah beberapa unsur suap:

1. Penerima risywah, yaitu orang yang menerima suatu dari orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara' baik berupa perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa.

2. Pemberi risywah, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuan.

3. Suapan, yaitu harta atau uang maupun jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan sesuatu yang didambakan, diharapkan atau diminta.

Bentuk-bentuk Risywah

Mengutip kitab Al-Fath karya lbn Abidin, dikemukakan empat macam bentuk risywah, yaitu:

1. Risywah yang haram atas orang yang mengambil dan yang memberikannya, yaitu risywah untuk mendapatkan keuntungan dalam peradilan dan pemerintahan.

2. Risywah terhadap hakim agar dia memutuskan perkara, sekalipun
keputusannya benar, karena dia mesti melakukan hal itu.

3. Risywah untuk meluruskan suatu perkara dengan meminta penguasa menolak kemudharatan dan mengambil manfaat. Risywah ini haram bagi yang mengambilnya saja. Sebagai alasan risywah ini dapat dianggap upah bagi orang yang berurusan dengan pemerintah.

Pemberian tersebut digunakan untuk urusan seseorang, lalu dibagi-bagikan. Hal ini halal dari dua sisi seperti hadiah untuk menyenangkan orang. Akan tetapi dari satu sisi haram, karena substansinya adalah kedzaliman. Oleh karena itu haram bagi yang mengambil saja, yaitu sebagai hadiah untuk menahan kezaliman dan sebagai upah dalam menyelesaikan perkara apabila disyaratkan.

Namun bila tidak disyaratkan, sedangkan seseorang yakin bahwa pemberian itu adalah hadiah yang diberikan kepada penguasa, maka menurut ulama Hanafiyah tidak apa-apa (la ba'sa).

Kalau seseorang melaksanakan tugasnya tanpa disyaratkan, dan tidak pula karena ketamakannya, maka memberikan hadiah kepadanya adalah halal, namun makruh sebagaimana yang diriwayatkan dari lbn Mas'ud.

4. Risywah untuk menolak ancaman atas diri atau harta, boleh bagi yang memberikan dan haram bagi orang yang mengambil. Hal ini boleh dilakukan karena menolak kemudharatan dari orang muslim adalah wajib, namun tidak boleh mengambil harta untuk melakukan yang wajib.

Demikian hukum suap dalam pandangan Islam. Semoga kita semua dijauhkan dari hal yang membawa keburukan.




(dvs/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads