Para ulama telah menyepakati bahwa terdapat empat sumber hukum dalam Islam. Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas hukum kedua yaitu, hadits.
Secara bahasa, hadis (Hadits) berasal dari akar kata:
حَدَثَ - يَحْدُثُ - حُدُوْنًا - وَحَدَاثَةً
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari Ulumul Hadis karya Abdul Majid Khon, secara bahasa dan kaitannya dengan beberapa penjabaran maka hadits dimaksudkan dengan berita yang datang dari Nabi Muhammad SAW. Secara konteks umum, bisa dijelaskan sebagai suatu perkataan, perbuatan, dan persetujuan yang didasarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Guru besar hadits di Fakultas Syari'ah dan Dirasah Islamiyah di Universitas Kuwait, menjelaskan hadits sebagai berikut:
مَاجَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوَاءٌ كَأَن قَوْلاً أَوْ فِعْلاً أَوْ تَقْرِيرًا
Artinya: "Sesuatu yang datang dari Nabi SAW, baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan."
3 Komponen Hadits
Dari definisi hadits di atas serta pendapat para ulama disimpulkan terdapat tiga komponen hadits, yaitu:
Hadits Perkataan
Disebut juga sebagai hadis qawli, hal ini seperti sabda Rasulullah SAW yang tertuang dalam hadits riwayat, yaitu:
إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ
Artinya: "Jika dua orang muslim bertemu dengan pedangnya (berkelahi), maka pembunuh dan yang terbunuh "masuk" ke dalam neraka." (HR. Al-Bukhari)
Hadits Perbuatan
Disebut sebagai hadits fi'li misalnya perbuatan beliau melalui sholatnya, perang, haji, amalan, dan lain-lain.
Hadits Persetujuan
Disebut sebagai hadits taqriri, yaitu suatu perbuatan dan perkataan di antara para sahabat yang disetujui oleh Rasulullah SAW.
Contohnya adalah ketika Rasulullah SAW diam saat melihat bahwa bibi Ibnu Abbas menyuguhi beliau dalam satu nampan berisikan minyak samin, mentega, dan daging binatang dhabb (semacam biawak tetapi bukan biawak). Beliau makan sebagian dari mentega dan minyak samin itu dan tidak mengambil daging binatang dhabb karena jijik. Seandainya haram, tentunya daging tersebut tidak disuguhkan kepada beliau. (HR. Al-Bukhari)
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Hadis Nabawi
Terletak perbedaan dari pengertian dua jenis hadis ini. Perbedaannya adalah berdasarkan pada sumber hadits dan prosesnya.
Hadits qudsi berisikan hadits yang pesannya disampaikan Allah SWT melalui suatu wahyu serta Nabi yang disandarkan kepada Allah SWT.
Berdasarkan penjelasan yang ada, secara mudah hadits nabawi dapat dipahami sebagai hadis yang merujuk kepada wahyu, baik yang dipahami dari kandungan secara tersirat maupun tersurat. Secara tersirat disebut sebagai tawfiqi dan tersurat sebagai tawqifi.
Setelah mengetahui definisi, komponen, dan perbedaan jenis hadis, kita akan mengetahui fungsi hadits terhadap Al-Qur'an. Masih dari sumber buku yang sama, dijelaskan fungsi hadis terhadap Al-Qur'an adalah sebagai berikut:
Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an
Fungsi hadits sebenarnya berkedudukan seperti yang dijelaskan Allah SWT melalui Al-Qur'an Surah An-Nahl ayat 44, yaitu:
بِالْبَيِّنٰتِ وَالزُّبُرِۗ وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Artinya: "(Kami mengutus mereka) dengan (membawa) bukti-bukti yang jelas (mukjizat) dan kitab-kitab. Kami turunkan aż-Żikr (Al-Qur'an) kepadamu agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka (dapat) memikirkan." (QS. An-Nahl: 44)
Selanjutnya, para ulama memperinci keterangan firman Allah SWT ini menjadi empat makna fungsi hadits terhadap Al-Qur'an, yaitu:
Taqrir
Fungsi ini berarti sebagai penguat yang memperkuat keterangan yang sudah diterangkan di dalam Al-Qur'an. Misalnya sebuah hadits menjelaskan dan menguatkan keterangan Al-Qur'an mengenai sholat, puasa, zakat dan haji yang juga sudah diterangkat di ayat-ayat Al-Qur'an.
Tafsir
Fungsi ini memberikan penjelas terhadap keterangan di Al-Qur'an. Penjelasannya secara singkat ada tiga macam, yaitu: Al-Mujmal (bersifat global atau umum), Al-'amm (terkait ayat Al-Qur'an yang umum), Al-Muthlaq (membatasi kemutlakan ayat Al-Qur'an yang dirasa perlu diketahui batasnya).
Naskhi
Berarti menghapus hukum yang diterangkan di dalam Al-Qur'an.
Tasyri'i
Hadis ini bersifat menciptkan hukum syariat yang belum dijelaskan oleh Al-Qur'an.
Para ulama berbeda pendapat tentang fungsi hadis sebagai dalil pada sesuatu hal yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an. Mayoritas ulama berpendapat bahwa hadis berdiri sendiri sebagai dalil hukum dan yang lain berpendapat bahwa hadis menetapkan dalil yang terkandung atau tersirat secara implisit dalam teks Al-Qur'an.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa