Bagi Ibu Hamil & Menyusui, Bayar Fidyah atau Qadha Puasa?

Ramadan Update by BRI

Bagi Ibu Hamil & Menyusui, Bayar Fidyah atau Qadha Puasa?

Azkia Nurfajrina - detikHikmah
Senin, 27 Mar 2023 13:30 WIB
Ilustrasi Muslim Hamil
Ilustrasi ibu hamil (Foto: Getty Images/iStockphoto/)
Jakarta -

Puasa Ramadan diwajibkan atas seluruh umat Islam. Namun ada sejumlah orang yang diperbolehkan tidak berpuasa karena beberapa kondisi dan mereka harus mengqadha puasanya atau membayar fidyah.

Misal saja keadaan hamil atau menyusui pada wanita. Banyak yang mempertanyakan, apakah perempuan yang berada dalam dua kondisi tersebut mendapat keringanan untuk tidak berpuasa? Jika iya, bagi mereka wajib mengganti puasa atau membayar fidyah?

Puasa bagi Wanita Hamil dan Menyusui yang Khawatir akan Diri Sendiri dan Anaknya

Yahya Abdurrahman Al-Khatib dalam buku Ahkam al-Mar'ah al-Hamil fi Asy-Syari'ah al-Islamiyyah yang diterjemahkan Mujahidin Muhayan, mengemukakan ulama sepakat bahwa perempuan hamil dan menyusui yang merasa khawatir kepada diri mereka, atau cemas terhadap diri dan anak mereka, maka diperbolehkan tidak berpuasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun bagi mereka, ulama menyebut hanya wajib mengqadha (ganti) puasanya saja sejumlah hari yang ditinggalkan. Lantaran, mereka yang dalam kondisi demikian seperti orang sakit yang mengkhawatirkan dirinya. Sebagaimana dalam penggalan Surat Al-Baqarah ayat 184:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ

ADVERTISEMENT

Artinya: "Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain."

Namun Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin, menyebut ibu hamil atau menyusui yang tidak sanggup puasa karena khawatir terhadap kesehatan diri maupun bayinya, maka bagi mereka wajib membayar fidyah, atau boleh dengan mengganti puasanya di luar bulan Ramadan sebanyak puasa yang ditinggalkan.

Puasa bagi Wanita Hamil dan Menyusui yang Khawatir akan Anaknya Saja

Yahya Abdurrahman Al-Khatib dalam bukunya juga menjelaskan keadaan lain, yakni seorang perempuan hamil yang mencemaskan bayinya saja bila mereka berpuasa, di mana puasanya itu kemungkinan hanya akan membahayakan anak mereka.

Bahaya dan kekhawatiran di sini yang jelas bukanlah prasangka semata, melainkan mengacu pada pengalaman dirinya yang pernah terjadi sebelumnya atau keterangan dokter ahli.

Kondisi wanita hamil dan menyusui yang seperti ini, Syaikh Yahya sebutkan dalam bukunya terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama.

1) Pendapat kesatu; ibu hamil dan menyusui diharuskan mengqadha puasa dan membayar fidyah. Inilah pemahaman para ulama Syafi'iyah dan Hanbaliyah, juga sejumlah mujahid dan diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Atha.

2) Pendapat kedua; wanita hamil wajib mengganti puasa saja, tidak wajib bayar fidyah. Sementara perempuan menyusui wajib qadha puasa dan bayar fidyah. Ini merupakan pendapat madzhab Maliki, dan satu pandangan asy-Syafi'i dalam kitab Al-Buwaithi.

3) Pendapat ketiga, perempuan hamil dan menyusui hanya wajib bayar fidyah, dan tidak mengqadha puasanya. Pemahaman ini diriwayatkan Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Said bin Jabir, Qasim bin Muhammad, dan sekelompok ulama.

4) Pendapat keemmpat; wanita hamil dan menyusui tidak wajib qadha puasa, dan tidak juga membayar fidyah. Ini adalah pandangan Ibnu Hazm Azh-Zhahiri.

5) Pendapat kelima; memberikan pilihan, yakni bila wanita hamil dan menyusui mau memberi makan prang miskin (bayar fidyah), maka mereka dalam kondisi tersebut tidak wajib mengganti puasanya. Dan jika mereka mau mengqadha puasanya, maka tidak wajib bagi mereka untuk bayar fidyah. Ini pemahaman dari Ishaq bin Rahawiah.

6) Pendapat keenam; perempuan hamil dan menyusui wajib mengqadha puasanya saja, dan tidak wajib bayar fidyah. Inilah pandangan madzhab Hanafi.

Para ulama tersebut memiliki dalilnya tersendiri yang mereka jadikan dasar hukum pemahaman mereka itu.

Sedangkan Syaikh Yahya Abdurrahman Al-Khatib sendiri dalam bukunya Ahkam al-Mar'ah al-Hamil fi Asy-Syari'ah al-Islamiyyah, mengungkapkan pandangannya, "Jelaslah bagi saya bahwa yang kuat adalah wajibnya qadha (puasa) saja atas wanita hamil dan menyusui, tanpa membayar fidyah, berdasarkan kuatnya dalil-dalil para penganut pendapat ini dan lemahnya dalil-dalil para penganut pendapat yang lain."

Lebih lanjut ia katakan, "Ini dalam kondisi wanita hamil dan menyusui mampu mengqadha. Jika mereka tidak mampu mengqadha, maka hukum dipindahkan kepada pengganti, yakni membayar fidyah dengan memberi makan satu orang miskin sebagai ganti satu hari puasa."

Syaikh Yahya juga memberi peringatan kepada wanita hamil dan menyusui, diperbolehkan tidak berpuasa bila mereka tidak mampu dan disertai beban berat juga bahaya. Namun jika mampu berpuasa, maka puasa wajib atas mereka.

"Perlu diperhatikan bahwa wanita hamil dan menyusui tidak boleh berbuka kecuali jika mereka tidak mampu berpuasa kecuali disertai dengan beban yang berat dan kesulitan yang membahayakan. Dan barang siapa mampu berpuasa tanpa kesulitan yang membahayakannya, maka puasa wajib atasnya." jelas Syaikh Yahya.




(aeb/lus)

Hide Ads