Sebagai utusan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW merupakan pemimpin masyarakat, panglima perang, kepala rumah tangga, dan sebagainya. Sebab itu, segala tingkah laku, ucapan, dan petunjuknya disebut sebagai ajaran Islam atau hadits. Selain hadits, ada juga istilah sunah, khabar, asar, dan hadits qudsi dengan makna yang berbeda-beda.
Melansir pada buku Al-Qur'an dan Hadis oleh H. Aminudin dan Harjan Syuhada, hadits menurut bahasa memiliki beberapa arti sebagai berikut:
1. Jadid, artinya baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Qarib, artinya dekat.
3. Khabar, artinya warta atau sesuatu yang diperbincangkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Secara istilahnya, hadits adalah segala ucapan, perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad SAW. Kata keadaan dalam istilah tersebut artinya adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dalam kitab sejarah, seperti kelahiran Nabi Muhammad SAW, tempat lahirnya, dan keterkaitan Nabi Muhammad SAW sebelum dan sesudah diangkat menjadi Nabi atau Rasul.
Melansir buku Studi Kitab Hadis oleh Muhammad Misbah, dkk, hadits Nabi yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal, dan ada pula yang dicatat. Sahabat banyak yang menghafal hadits, salah satunya adalah Abu Hurairah, sedangkan sahabat Nabi yang membuat catatan hadits di antaranya adalah Abu Bakar Shidiq, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Amr bin Ash, dan Abdullah bin Abbas.
Sejarah Perkembangan Hadits
Sebagai sumber kedua ajaran agama Islam, hadits telah melewati proses sejarah yang sangat panjang. Alfiah, Fitriadi, dan Suja'I dalam bukunya yang berjudul Studi Ilmu Hadis, menjelaskan bahwa para ahli menyebut hadits telah melewati sedikitnya tujuh periode perkembangan sebagai berikut:
1. Periode Pertama, yaitu Ashr al-Wahy Wa al-Tadwin (Masa Turunnya Wahyu dan Pembentukan Hukum serta Dasar-dasarnya)
Hal ini dimulai semenjak kerasulan dari tahun 13 sebelum Hijriyah hingga 1 Hijriyah. Pada masa ini, Rasulullah SAW memerintahkan pada sahabat untuk menulis wahyu yang turun.
2. Periode Kedua, yaitu Al-Tsabbut Wa Al-Iqbal Min Al-Riwayah (Periode Membatasi Hadits Menyedikit Riwayat)
Yaitu pada masa Khulafa al-Rasyiddin (Abu Bakar Umar Ibnu Al-Khatab, Usman Ibn Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Pada masa ini keadaan masih belum banyak berubah.
3. Periode Ketiga, zaman Intisayar al-Riwayah lla Al-Amsar (Periode Penyebaran Riwayat-riwayat ke Kota-kota).
Pada periode ini telah belangsung pada sahabat dan tabiin yang besar. Periode ini ditandai dengan aktifnya tabiin yang mencari dan menyerap hadits-hadits dari generasi sahabat yang masih hidup. Pada masa ini juga telah popular sahabat-sahabat yang dijuluki sebagai endaharawan hadits, yaitu mereka yang meriwayatkan lebih dari 1000 hadits. Salah satunya adalah Abu Hurairah yang telah meriwayatkan 5.374 hadits.
4. Periode Keempat, yaitu Al-Asyr Al-Kitabah Wa Al-Tadwin (Periode Penulisan dan Kodifikasi Resmi)
Pada periode ini berlangsung dari masa khalifah Umar Ibn Abd Al-'Aziz (99-102 H). Khalidah Umar mengambil langkah dan kebijaksanaan terhadap hadis yang belum pernah dilakukan oleh sebuah khalifah sebelumnya. Ciri-ciri hadits yang didewankan pada abad ini adalah tidak dihriaukannya atau tidak diseleksinya apakah mereka didewankan hadits-hadits Nabi semata-mata atau di dalamnya termasuk fatwa-fatwa sahabat tabiin.
Bahkan, lebih jauh dari itu, mereka belum membuat pengelompokan kandungan-kandungan nash atau teks hadits menurut kelompoknya. Oleh sebab itu, karya ulama pada zaman ini masih bercampur antara hadits-hadits Nabi dan fatwa-fatwa sahabat dan tabiin.
5. Periode Kelima, yaitu Al-Asyral Al-Tajrid wa Al-Tashhih Wa Al-Tankih (Periode Pemurnian, Penyehatan, dan Penyempurnaan)
Periode ini dimulai dari awal abad ketiga Hijriyah sampai akhir abad ketiga Hijriyah. Periode ini penanggung dan mencarikan pemecahan terhadap masalah-masalah hadits yang muncul dan belum diselesaikan pada periode sebelumnya.
Di masa ini juga, muncul ulama hadits yang telah menyusun hadits yang berkualitas berdasarkan pada kriteria penulisannya. Misalnya ialah Imam Al-Bukhari.
6. Periode Keenam, yaitu Asyr al-Tahzib wa al-Tartib al Istidrak wa al-Jami' (Periode Pemeliharaan, Penertiban, Penambahan, dan Penghimpunan)
Periode ini dimulai pada abad keempat Hijriyah sampai jatuhnya kota Baqdad (656 H). Para ulama pada periode ini berusaha untuk memperbaiki susunan kitab, mengumpulkan hadits, dan mengumpulkan hadits yang disusun dalam bagian-bagian yang sistematis. Dalam periode ini juga telah muncul kitab syarah atau kitab-kitab yang mengomentari kitab-kitab hadits tertentu.
7. Periode Ketujuh, Ahd Al-Syarh wa al-Jamu' wa Takhrij (Periode Pensyarahan, Penghimpunan, Pentakhrijan, dan Pembahasan)
Sejak jatuhnya kota Baghdad pada abad keempat Hijriyah hingga sekarang, periode ini masih meneruskan kegiatan masa sebelumnya. Kegiatan umum pada periode ini ialah mempelajari kitab-kitab yang telah ada dan mengembangkannya, pembuat pembahasannya dan membuat ringkasan terhadap kitab hadits yang telah ada.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Ribuan Orang Teken Petisi Copot Gus Yahya dari MWA UI
142 Negara PBB Setuju Palestina Merdeka tapi Gaza Terus Digempur Israel
KTT Darurat Arab-Islam di Doha Kecam Serangan Israel, Hasilkan 25 Poin Komunike