Pernikahan merupakan hubungan yang sakral, untuk itu Islam menjelaskannya begitu rinci dalam syariat. Di antaranya mengenai rukun nikah yang dapat menentukan sah atau batalnya sebuah perkawinan. Apa itu?
Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan menguraikan bahwa rukun bermakna penyangga, tiang, dan penegak bangunan. Sehingga rukun nikah adalah bagian-bagian utama dalam suatu akad nikah, yang apabila bagian utama itu tidak terdapat, maka pernikahan menjadi tidak sah.
Diterangkan pula jika para ulama sering kali berbeda pendapat untuk menentukan suatu amal termasuk rukun atau syarat nikah, karena keduanya punya perbedaan yang ama tipis dan saling berhubungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rukun dan syarat sama-sama menjadi penentu sah atau tidaknya suatu amalan. Namun yang membedakannya yakni rukun masuk dan berada dalam ritual ibadah itu sendiri. Sementara syarat tidak masuk langsung dalam pelaksanaan ibadah, melainkan sebelum ritual ibadah itu sendiri.
Rukun-rukun Pernikahan
Ulama mazhab berbeda paham mengenai rukun nikah. Adapun mazhab Syafi'i yang pandangannya banyak dianut oleh masyarakat Indonesia mengemukakan ada lima hal yang menjadi rukun perkawinan, dikutip dari buku Fikih Empat Madzhab Jilid 5 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi; 1) Suami, 2) Istri, 3) Wali, 4) Dua saksi, 5) Shigat.
Bila kelimanya terpenuhi maka pernikahannya sah Dan bila salah satunya tidak ada, maka perkawinannya batal. Berikut penjelasannya:
Suami dan Istri
Menukil Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan, pasangan suami istri disebut az-zaujani atau mahallul 'aqd atau al-'aqidani, artinya yaitu pihak-pihak yang terikat pada kelangsungan akad.
Mayoritas ulama beranggapan bila keberadaan suami dan istri menjadi rukun nikah itu sendiri. Namun yang dimaksud di sini bukanlah kehadiran dalam prosesi akad nikah, melainkan bahwa kedua pihak (suami & istri) telah memenuhi syarat dan ketentuan sebagai calon pasangan.
Sementara kehadiran fisik suami maupun istri pada prosesi akad, tidak menjadi syarat dalam akad nikah. Lantaran pernyataan qabul dari calon suami bisa diwakilkan kepada orang yang ditunjuk dengan sudah memenuhi ketentuan.
Demikian juga calon istri bisa tidak hadir dalam akad bila ada urgensi, tetapi harus mengizinkan wali dari pihaknya untuk menikahkan dengan mengucap ijab.
Wali
Wali di sini dari pihak pengantin perempuan, dan orang yang berhak menjadi adalah ayah kandung wanita itu. Di mana wali bertindak sebagai pihak yang melakukan ijab atau menyatakan pernikahan.
Dalam buku Panduan Lengkap Muamalah oleh Muhammad Bagir, diuraikan jika wali nikah adalah orang-orang yang termasuk ashabah, yaitu kerabat terdekat dari pihak ayah. Adapun paman atau saudara dari pihak ibu, tidak memiliki hak dalam perwalian nikah bagi seorang perempuan.
Untuk menjadi wali, terdapat urutan dari orang yang paling berhaknya; 1) Ayah kandung, kemudian kakek (bapak dari ayah), dan terus ke atasnya. 2) Saudara kandung laki-laki, lalu saudara laki-laki seayah, kemudian keponakan laki-laki (putra dari saudara laki-laki sekandung, lalu putra dari saudara laki-laki seayah). 3) Paman (saudara laki-laki ayah), lalu sepupu laki-laki (putra paman dari pihak ayah).
Mazhab Syafi'i menambahkan bahwa urutan di atas tidak boleh diacak. Karena bersumber dari syariat, bila orang paling dekat (seperti ayah atau kakek dari pihak ayah, dsb) dengan si perempuan masih ada, keluarga lain tidak benar untuk mendahuluinya. Seperti halnya ketentuan dalam hal pewarisan harta peninggalan.
Lebih lanjut, apabila urutan orang paling berhak menjadi wali yang telah disebutkan di atas tidak ada, maka hak wali nikah bagi seorang wanita dipegang oleh hakim atau pejabat negara yang memiliki wewenang untuk keperluan tersebut.
Dua Orang Saksi
Berdasarkan pada sabda Rasululah SAW:
لا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ
Artinya: "Tidak sah sebuah pernikahan tanpa wali dan dua orang saksi yang adil." (HR Baihaqi & Daruquthni)
Jumhur ulama menyepakati bahwa dua orang saksi termasuk dalam rukun nikah. Yaitu keduanya mesti menyaksikan peristiwa akad nikah secara langsung atau hadir.
Shigat
Shigat akad nikah yakni serah terima atau ijab kabul, berarti pernyataan ijab yang diucapkan oleh wali pihak perempuan dan pernyataan terima (kabul) yang dijawab oleh pihak mempelai laki-laki, melansir buku Fikih Munakahat oleh Abdul Rahman Ghazaly.
Ijab dalam buku Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 9 oleh Wahbah az-Zuhaili, adalah perkataan yang keluar dari wali istri atau orang yang menggantikannya sebagai wakil. Sementara kabul adalah perkataan yang menunjukkan akan keridhaan untuk menikah yang diucapkan oleh pihak suami.
Jadi, penyataan ijab harus dilafalkan sebelum kabul. Jika kabul terucap sebelum ijab, maka bukan termasuk kabul dan tidak bermakna apa-apa, sebab kabul merupakan jawaban dari adanya ijab. Untuk itu harus mengucapkan pernyatan ijab terlebih dahulu.
Lafal ijab kabul dalam akad nikah, ada yang disepakati keabsahannya oleh ulama fikih, yakni seperti "aku nikahkan..." , dan "aku kawinkan..."
Lantaran lafaz tersebut tercantum dalam Surah Al-Ahzab ayat 37, "Kami nikahkan engkau dengan dia." Juga dalam Surah An-Nisa ayat 22, "Janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu."
Dan untuk lafal seperti; membolehkan, meminjamkan, menyewakan, bersenang-senang sementara, wasiat, menggadaikan, dan menitipkan, para ulama tidak sepakat akan kesahannya dalam ijab qabul. Karena merupakan ucapan yang tidak menunjukkan akan pemberian hak milik sesuatu dalam masa sekarang, juga tidak menunjukkan akan langgengnya hak milik sepanjang hidup.
Syarat Sah Pernikahan
Ada beberapa hal yang tergolong syarat suatu perkawinan agar menjadi sah:
- Bukan wanita atau pria yang haram dinikahi. Maksudnya bukan orang yang terhitung sebagai mahram bagi keduanya.
- Ijab kabul harus bersifat selamanya.
- Kedua belah pihak tidaklah terpaksa dalam menjalankan ijab kabul akad nikah.
- Penetapan pasangan di antara kedua calon harus pasti. Disebutkan namanya atau ditunjuk orangnya.
- Bukan dalam keadaan ihram. Di mana tidak sedang melaksanakan ibadah haji atau umrah.
(rah/lus)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi