Syariat Islam tidak menerapkan hukuman atas perbuatan maksiat secara sembarangan, salah satunya terhadap zina. Perbuatan zina dikenakan beberapa hukuman yakni dera, pengasingan, atau rajam.
Mengutip buku Al-Islam oleh Said Hawwa, dijelaskan bahwa dera dan pengasingan adalah bentuk hukuman kepada penzina yang belum menikah. Sedangkan rajam adalah hukuman bagi pezina yang sudah memiliki pasangan, baik istri ataupun suami.
Jika dibandingkan, rajam lebih berat daripada dera karena merupakan hukuman mati dengan cara dilempari batu. Untuk lebih jelasnya, berikut uraian tentang rajam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Rajam
Mengutip buku Kata-kata Arab dalam Bahasa Indonesia karya Syamsul Hadi, rajam menurut bahasa berasal dari kata rajm yang artinya hukuman atau siksaan badan bagi pelanggar hukum Islam. Sedangkan secara umum, pengertian rajam adalah hukuman bagi pezina, baik laki-laki maupun perempuan yang sudah menikah.
Dalam kitab Nailul Authar dijelaskan bahwa hukuman rajam telah disepakati oleh para ulama sedangkan dalam kitab al Bahru, disebutkan bahwa aliran Khawarij tidak mewajibkan hukuman tersebut dilakukan.
Hukum rajam ini dilakukan dengan cara melempari batu kepada pelaku zina hingga ia meninggal. Hukuman rajam ini disebutkan dalam hadits berikut:
"Sesungguhnya, Rasulullah SAW merajam seseorang yang bernama Ma'iz dan merajam seorang perempuan dari Kabilan Juhainah, serta merajam pula dua orang Yahudi dan seorang perempuan dari kabilah Amir dari suku Azd." (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Dalil Hukuman Rajam bagi Pezina
Dijelaskan dalam buku Fiqih Sunnah 4 oleh Sayyid Sabiq, bahwa Abu Hurairah meriwayatkan suatu ketika ada seorang laki-laki yang menghadap ke Rasulullah SAW. Saat itu beliau sedang berada di dalam masjid. Rasulullah SAW lalu memanggilnya.
Laki-laki itu berkata, "Sungguh, saya telah berzina." Rasulullah SAW kemudian berpaling dari laki-laki itu. Lalu, ia mengakui kembali perbuatannya hingga sebanyak empat kali untuk menguatkan pengakuannya.
Akhirnya Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya, "Apakah kamu gila?". Laki-laki itu menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah." Kemudian Rasulullah SAW bertanya kembali, "Apakah kamu sudah menikah"
Laki-laki tersebut menjawab bahwa ia telah menikah, kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Bawalah dia. Lalu rajamlah."
Diriwayatkan juga Ibnu Syihab bahwa ada seorang laki-laki mendengar Jabir bin Abdullah ra berkata, "Aku adalah salah seorang yang merajamnya. Kami merajamnya di tempat sholat. Ketika batu mulai menghantamnya, dia melarikan diri. Lalu, kami menemukannya di sebuah tempat yang penuh bebatuan. Di sanalah kami merajamnya kembali."
Hadis tersebut merupakan dalil yang menunjukkan bahwa rajam adalah hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah.
Syarat Hukuman Rajam
Syarat-syarat dijatuhkannya hukuman rajam bagi pezina yang telah menikah ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mukallaf atau berakal dan baligh
Hukuman rajam ini baru bisa berlaku pada pezina yang berakal sehat dan baligh. Jika pelakunya adalah orang gila atau masih kecil, maka tidak kenakan hukuman rajam ataupun dera, melainkan ta'zir.
2. Merdeka
Bagi pezina yang merupakan budak, baik perempuan ataupun laki-laki, maka ia tidak dikenakan hukuman rajam. Ketentuan ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat An Nisa ayat 25 yang berbunyi:
وَمَن لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنكُمْ طَوْلًا أَن يَنكِحَ ٱلْمُحْصَنَٰتِ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ فَمِن مَّا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُم مِّن فَتَيَٰتِكُمُ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ ۚ وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَٰنِكُم ۚ بَعْضُكُم مِّنۢ بَعْضٍ ۚ فَٱنكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَءَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ مُحْصَنَٰتٍ غَيْرَ مُسَٰفِحَٰتٍ وَلَا مُتَّخِذَٰتِ أَخْدَانٍ ۚ فَإِذَآ أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَٰحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى ٱلْمُحْصَنَٰتِ مِنَ ٱلْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِىَ ٱلْعَنَتَ مِنكُمْ ۚ وَأَن تَصْبِرُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Arab latin: Wa mal lam yastaṭi' mingkum ṭaulan ay yangkiḥal-muḥṣanātil-mu`mināti fa mimmā malakat aimānukum min fatayātikumul-mu`mināt, wallāhu a'lamu bi`īmānikum, ba'ḍukum mim ba'ḍ, fangkiḥụhunna bi`iżni ahlihinna wa ātụhunna ujụrahunna bil-ma'rụfi muḥṣanātin gaira musāfiḥātiw wa lā muttakhiżāti akhdān, fa iżā uḥṣinna fa in ataina bifāḥisyatin fa 'alaihinna niṣfu mā 'alal-muḥṣanāti minal-'ażāb, żālika liman khasyiyal-'anata mingkum, wa an taṣbirụ khairul lakum, wallāhu gafụrur raḥīm
Artinya: "Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah mas kawin mereka menurut yang patut, sedang mereka pun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya;
dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyarakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
3. Perbuatan zina dilakukan saat pelaku memiliki ikatan pernikahan
Hukuman rajam dikenakan pada siapa saja mereka yang telah menikah namun berbuat zina dengan orang lain. Jika senggama yang dilakukan dalam akad nikah yang tidak sah, maka perbuatan zina tersebut termasuk zina muhsan.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!