Bolehkah Puasa Rajab Tidak Sahur?

Bolehkah Puasa Rajab Tidak Sahur?

Rahma Harbani - detikHikmah
Selasa, 24 Jan 2023 13:00 WIB
ilustrasi buka puasa
Ilustrasi. Bolehkah puasa Rajab tidak sahur? (Foto: Shutterstock)
Jakarta -

Selama mengamalkan puasa sunnah di bulan Rajab, sebagian muslim mungkin melewatkan waktu sahur karena situasi dan kondisi tertentu. Lantas, bolehkah puasa Rajab tidak sahur?

Menurut buku Bekal Ramadhan dan Idul Fitri 2 Niat dan Imsak karangan Saiyid Mahadir, sahur adalah istilah untuk menyebut makanan dan minuman yang dimakan pada waktu sahar. Waktu sahar merujuk pada waktu sebelum Subuh yang rentangnya nisa dimulai dari sepertiga malam akhir hingga menjelang Subuh.

Adapun menurut istilah, sahur adalah aktivitas makan atau minum yang dilakukan seseorang pada waktu sahar ketika hendak berpuasa. Sehingga, jika aktivitas tersebut dilakukan sebelum waktu sahar, seperti persis setelah isya, belum disebut sahur melainkan makan malam saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bolehkah Puasa Rajab Tidak Sahur?

Ahmad Zarkasih dalam buku Bekal Ramadan berpendapat, puasa tetap sah bila tanpa didahului dengan makan sahur. Bahkan Rasulullah SAW pernah berpuasa sunnah tanpa makan sahur terlebih dahulu sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah RA dalam suatu hadits. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah datang kepadanya dan bertanya,

هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ غَدَاء ؟ فقُالْنَا: لاَ. قَالَ: فَإِنيِّ إِذاً صَائِم

ADVERTISEMENT

Artinya: "Apakah kamu punya makanan?" Aku menjawab, "Tidak." Beliau lalu berkata, "Kalau begitu aku berpuasa," (HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi)

Bahkan apabila seseorang melewatkan waktu sahur karena ketiduran, puasa masih boleh dilanjutkan asalkan sudah membaca niat puasa di malam harinya sebelum waktu subuh. Berniat di malam hari ini didasarkan pada hadits riwayat Hafshah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

Artinya: "Barang siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya." (HR. Abu Daud, Tirmidzy, An-Nasa'i, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan lainnya)

Mendukung hal itu, Imam Besar Mazhab yakni Asy-Syafi'i, Hanafi, Maliki dan Hambali semuanya sepakat menyebut bahwa sahur tidak termasuk dalam syarat sah puasa. Artinya, makan sahur tidak dapat dijadikan penentu sebagai syarat sah puasa--termasuk puasa Rajab.

Namun, menurut Mazhab Maliki, makan sahur cukup dapat mewakili niat puasa secara hukum. Artinya, seseorang sudah dipastikan berniat untuk puasa meskipun tidak membaca niat ketika sedang sahur.

Cendekiawan Muslim Quraish Shihab juga berpendapat serupa. Ia menyebut bahwa makan sahur hukumnya tidak wajib. Makan sahur dianjurkan semata-mata untuk memberi kekuatan fisik dan mendekatkan diri pada Allah bagi yang berpuasa.

"Jika sahur menyebabkan Anda muntah, maka Anda tidak harus sahur. Kalaupun Anda muntah, selama tanpa disengaja, maka Anda boleh melanjutkan puasa," tulis Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui.

Meski demikian, amalan sahur ternyata mengandung beberapa keberkahan. Salah satunya yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Said al-Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda:

السُّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ

Artinya: "Sahur itu barakah maka jangan tinggalkan meski hanya dengan seteguk air. Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur." (HR Ahmad)

Dalil lainnya yang menyebut keberkahan sahur dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

Artinya: "Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan." (Muttafaqun 'alaih)

Pengamalan puasa Rajab menuai pendapat di kalangan ulama. Salah satunya, Ulama Besar Mazhab Syafi'i Imam Nawawi yang menyoroti perlakuan istimewa puasa sunnah di bulan Rajab.

Menurutnya, keutamaan puasa Rajab disebutnya sama seperti puasa saat bulan suci bagi umat muslim lainnya yaitu Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharram.

"Dalam bulan Rajab tidak ada ibadah yang benar-benar dilarang atau diutamakan. Puasa menjadi bernilai karena bentuk ibadah itu sendiri. Dalam Sunah Abu Dawud, Rasulullah SAW telah mengatakan puasa dalam bulan suci umat Islam bernilai (praiseworthy) salah satunya pada saat Rajab," tulis Imam Nawawi dalam situs As-Sunnah Foundation of America.

Berdasarkan pendapat Imam Nawawi, puasa Rajab boleh dilakukan selama tidak diiringi dengan landasan ibadah yang istimewa dalam niat pengerjaannya. Amalan puasa yang dapat diamalkan di bulan Rajab tersebut di antaranya puasa Senin Kamis dan puasa Ayyamul Bidh sebagaimana bulan-bulan lainnya.




(rah/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads